Indonesia kecam putusan bebas majikan Malaysia yang dituduh bunuh TKI

Putusan itu disebut menjadi preseden buruk sistem peradilan Malaysia yang berpihak pada warganya bukan korban.
Dandy Koswaraputra
2022.06.24
Jakarta
Indonesia kecam putusan bebas majikan Malaysia yang dituduh bunuh TKI Petronela Koa menangis di samping peti mati keponakannya, Adelina Sau, tenaga kerja Indonesia asal Nusa Tenggara Timur yang meninggal di Malaysia atas dugaan penganiayaan oleh majikannya, ketika jenazahnya tiba di Bandara Kupang, Nusa Tenggara Timur, 17 Februari 2018.
Joy Christian/AFP

Aktivis buruh migran dan perwakilan Indonesia di Malaysia pada Jumat (24/6) mengecam keputusan pengadilan Malaysia yang memberikan putusan bebas murni terhadap perempuan Malaysia yang dituduh membunuh buruh migran asal Indonesia yang bekerja untuknya empat tahun lalu.

Mahkamah Persekutuan Malaysia di Putrajaya pada Kamis mengukuhkan keputusan Pengadilan Tinggi yang membebaskan Ambika M.A. Shan, yang dituduh membunuh Adelina Jemira Sau, pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur, di Penang pada 2018.

Pendiri LSM perlindungan pekerja migran Indonesia, Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan pemerintah harus protes keras terhadap putusan tersebut karena bukan hanya untuk Adelina tetapi bagi pekerja migran perempuan lainnya di Malaysia yang juga menjadi korban kekerasan di negara itu.

“Saya sangat menyesali keputusan pengadilan federal Malaysia untuk membebaskan majikan Adelina Sau,” kata Anis kepada BenarNews.

Anis menilai putusan pengadilan Malaysia tersebut akan menjadi preseden buruk karena memberikan ruang bagi majikan untuk bebas dari jerat hukum setelah melakukan penyiksaan akibat sistem peradilan yang menurutnya berpihak pada warganya, bukan kepada korban.

Anis menambahkan bahwa putusan tersebut menodai MoU yang baru saja disepakati dua bulan lalu antara Indonesia dan Malaysia tentang perlindungan pekerja rumah tangga migran yang salah satunya adalah aspek penegakan hukum.

“Jadi saya kira harus menyikapi langkah serius putusan ini yang perlu kita protes keras,” kata dia.

Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono, yang menghadiri proses peradilan Adelina Sau, mengaku kecewa atas putusan pengadilan Malaysia tersebut. 

“Ini jauh dari keadilan,” kata Hermono kepada BenarNews, seraya menambahkan bahwa upaya pidana sudah selesai.

“Kita sedang mempelajari kemungkinan melakukan tuntutan perdata kepada Shan,” kata Hermono.

Konsul Jenderal Indonesia di Penang, Bambang Suharto, mengatakan telah menjajaki semua kemungkinan hukum untuk mengejar keadilan bagi Adelina, termasuk gugatan perdata.

“Saat ini kami sedang berdiskusi dengan tim hukum dan Kantor Pusat kami tentang bagaimana kami harus maju setelah keputusan oleh Pengadilan Federal,” kata Bambang, menambahkan bahwa sejak awal persidangan di Pengadilan Tinggi Malaysia, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Penang telah memantau secara ketat kasus tersebut.

Itulah sebabnya dia mengaku kecewa dengan keputusan Pengadilan Federal 23 Juni itu. “Masyarakat Indonesia tidak habis pikir mengapa majikan dibebaskan dari segala tuduhan dan tidak ada yang bertanggung jawab atas kematian Adelina Lisao,” ungkapnya.

“Kurang alat bukti”

Menurut Hermono dalam wawancara dengan Metro TV, kesalahan terjadi sejak saat penuntut tidak dapat menyediakan alat bukti yang kuat untuk dakwaan pembunuhan.

“Kita sudah pernah mengajukan banding tapi pengadilan banding pun membenarkan keputusan tingkat pertama, bahwa hakim sudah benar karena jaksa tidak dapat memberikan alasan yang kuat untuk menuntut majikan dengan pasal pembunuhan,” kata dia.

BenarNews menghubungi Benny Rhamdani, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), yang merupakan institusi pemerintah, untuk meminta komentar atas putusan pengadilan Malaysia tersebut namun belum mendapat jawaban. 

Adelina, yang juga dikenal sebagai Adelina Lisao, meninggal dalam usia 21 tahun akibat kerusakan pada sejumlah organ tubuh di sebuah rumah sakit di Penang, pada 11 Februari 2018.

Sehari sebelum meninggal, Adelina ditemukan oleh polisi Malaysia di rumah majikannya dalam keadaan lemah dengan bekas luka bakar dan memar, setelah pihak berwenang menerima laporan dari seorang tetangga.

Menurut laporan di Malaysia, ia dipaksa tidur di teras rumah majikannya bersama anjing keluarga tersebut.

“Tidak adil”

Masyarakat NTT dan keluarga Adelina juga mengecam putusan itu.

“Kami benar-benar kecewa. Kami merasa dipermalukan. Upaya kami kurang dihargai,” kata Suster Laurentina dari Jemaat Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi, yang membantu mengatur pemulangan jenazah Adelina ke Indonesia, kepada situs berita Katolik UCANews.

“Bagaimana pengadilan Malaysia bisa membebaskan dan membebaskan majikan pembantu? Ini tidak adil."

Ambrosius Ku, kerabat Adelina, juga mempertanyakan keputusan pengadilan Malaysia tersebut. “Dia [Shan] harus bertanggung jawab atas kematian Adelina karena dia jelas-jelas dilecehkan. Kami tidak bisa menerima ini,” katanya.

Gabriel Sola, koordinator Koalisi Pembela Adelina Jemira Sau, mengatakan kelompoknya akan menuntut majikan Adelina dengan undang-undang anti perdagangan manusia Malaysia.

“Indonesia telah memenjarakan empat orang antara tiga dan enam tahun karena keterlibatan mereka dalam merekrut secara ilegal Adelina, yang saat itu berusia 15 tahun,” katanya kepada UCANews.

Menurut Gabriel, yang juga direktur Layanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian di Indonesia, sang majikan perlu bertanggung jawab.

“Dia bisa membantu mengungkap agen di balik perekrutan ilegal Adelina. Harus ada korelasi antara proses hukum di Indonesia dengan di Malaysia,” ujarnya.

Ronnie Bergman di Kuala Lumpur turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.