Indonesia Khawatir Laut Filipina Selatan Berubah Seperti Somalia
2016.04.22
Jakarta
Pemerintah mengkhawatirkan aksi perompakan yang dilakukan kelompok bersenjata dekat perairan Filipina Selatan akan meluas seperti terjadi di Somalia. Sementara itu, ada perusahaan terpaksa menghentikan ekspor batu bara dari Kalimantan ke Filipina atau mengubah jalur pelayaran.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkpolhukam), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dalam waktu dekat akan digelar pertemuan tripartit antara Indonesia, Malaysia dan Filipina untuk membahas tentang pengamanan jalur pelayaran kapal dekat Filipina Selatan.
"Kita akan melakukan pertemuan di Jakarta. Ada Menlu Filipina, Malaysia dan Menlu Indonesia membahas apa yang perlu dilakukan untuk pengamanan di jalur perairan perdagangan Malaysia, Filipina dan Indonesia," katanya di Jakarta, Kamis, 21 April 2016.
"3 Mei, akan ada pertemuan antara petinggi militer Filipina dan Malaysia di Jakarta. Agendanya yaitu kemungkinan patroli gabungan di area tersebut," tambah Luhut.
Dia menambahkan pertemuan digagas Indonesia untuk membicarakan langkah-langkah dapat ditempuh dalam mengamankan jalur strategis bagi perdagangan dan pelayaran bagi kepentingan ketiga negara dari aksi perompakan.
"Kita ingin menghindari adanya perompakan di rute itu, sama seperti yang terjadi di Somalia. Kita tidak ingin area ini menjadi the New Somalia," tegas Luhut kepada para wartawan.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa 14 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia dan empat warga Malaysia diculik kelompok bersenjata di perairan Filipina Selatan dalam tiga pembajakan selama empat pekan terakhir. Para pelaku diduga kelompok militan Abu Sayyaf.
10 ABK Indonesia yang diculik akhir Maret lalu diminta tebusan senilai 50 juta peso atau sekitar Rp14,3 milyar. Sedangkan, empat ABK yang disandera Jumat pekan lalu belum diketahui kelompok penculik.
Selasa lalu, Luhut menyatakan perusahaan tempat 10 ABK bekerja telah setuju untuk membayar uang tebusan, tapi proses negosiasi masih berlangsung. Tebusan itu akan diserahkan di satu tempat. Hingga kini belum jelas kapan mereka dibebaskan.
TNI latihan perang
Pasukan khusus TNI terus melakukan latihan perang di Tarakan, Kalimantan Utara, yang berbatasan dengan perairan Filipina Selatan. Sebanyak 500 personel melakukan latihan menembak, navigasi, taktik perang, terjun payung, selam dan pertempuran darat di Pangkalan Utama Angkatan Laut Tarakan.
“Agar siap bila sewaktu-waktu negara memerintahkan pasukan untuk bergerak,” jelas Kepala Penerangan Kodam Mulawarman, Kolonel Andi Gunawan kepada BeritaBenar
Menurutnya, Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) bersiaga penuh dan menunggu perintah untuk membebaskan para sandera. Tetapi, sejauh ini Pemerintah Filipina belum memberikan lampu hijau bagi TNI untuk masuk ke wilayahnya.
Mabes TNI, menurut Andi, sudah memerintahkan agar latihan di Tarakan digelar tertutup bagi media massa. Strategi ini agar lawan tidak mengetahui kesiapan latihan personel yang akan diterjunkan.
“Sebelumnya latihan dibuka untuk media massa, namun sekarang kebijakannya tertutup untuk publikasi,” tegas Andi.
Hentikan sementara
PT Patria Maritim Lines, operator kapal tugboat Brahma 12 dan tongkang Anand 12 yang dibajak Abu Sayyaf telah menghentikan sementara ekspor batu bara ke Filipina sambil menunggu membaiknya kondisi perairan Tawi-tawi.
“Pihak penjual yang menghentikan pengiriman batu bara, kami hanya operator pengiriman ke Filipina,” jelas Humas PT Patria Maritim Lines, Sara Lubis ketika dihubungi BeritaBenar, Jumat.
PT Patria Maritim Lines langsung menghentikan rutinitas pengiriman batu bara ke Filipina sejak penyanderaan 10 pekerjanya, 29 Maret lalu. Sebelumnya, perusahaan ini rutin mengirim tongkang bermuatan hingga 7 ribu ton batu bara ke Filipina.
“Kalaupun ada perusahaan tambang lain meminta pengiriman batu bara ke Filipina, sementara ini kami tolak dulu,” ujar Sara.
Lain halnya dengan PT Kideco Jaya Agung yang menyiasati pelayaran tidak terganggu. Perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, itu masih terikat kontrak pengiriman 200 ribu metrik ton batu bara ke Filipina.
“Kami mengubah jalur distribusi kapal batu bara ekspor ke Filipina. Rute yang dipilih perairan Selat Makassar – Laut Jawa mengitari Sulawesi hingga masuk Filipina,” kata Siswoko, Manager Umum External dan Internal Kideco.
Jalur baru itu, tambahnya, terhindar dari ancaman perompak laut yang marak terjadi di perairan Tiwi Tiwi, Filipina Selatan – wilayah sangat rawan karena Abu Sayyaf sering melancarkan pembajakan.
Siswoko menambahkan perusahaannya menggunakan kapal pengangkut batu bara kapasitas besar ke Filipina. Setiap bulannya, Kideco mengirimkan 200 ribu metrik ton batu bara kepada lima pembeli di Filipina yakni PANAY, STEAG, ABITIZ, SLTEC, IL dan FS.
“Kapal tongkang dari Kalimantan langsung ke Filipina biasanya untuk menghindari ombak besar. Sedangkan kapal kami ukuran besar sehingga mampu menghadapi terjangan ombak,” tuturnya.
Siswoko memastikan kelangsungan distribusi batu bara dan keselamatan awak kapal tetap prioritas utama perusahaannya. Kideco hanya menempuh jalur pelayaran yang sudah dinyatakan aman oleh pihak terkait, katanya.