Badan amal dari Indonesia kirim 11 anggota medis ke Gaza
2024.03.19
Jakarta
Tim medis badan amal dari Indonesia telah tiba di Jalur Gaza yang tengah dilanda perang untuk memberikan perawatan medis kepada hampir 73.000 warga Palestina yang terluka di fasilitas kesehatan yang ditunjuk World Health Organization, kata ketuanya pada Selasa (19/3).
Tim medis beranggotakan 11 orang dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) yang berbasis di Jakarta sebagai bagian dari inisiatif darurat WHO, dan akan bekerja selama minimal dua minggu di Gaza selatan di mana beberapa rumah sakit masih berfungsi di tengah serangan Israel.
Tim tersebut, yang terdiri dari para profesional medis termasuk ahli bedah ortopedi, dokter umum, perawat, dan bidan, memasuki Gaza melalui Penyeberangan Perbatasan Rafah pada Senin, Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad.
“Mereka akan bekerja di fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh WHO dan Kementerian Kesehatan Palestina. Kita tim medis pertama dari Indonesia yang masuk,” kata Sarbini kepada BenarNews pada Selasa.
Menurut dia, wilayah kerja para anggota tim akan berada di Jalur Gaza bagian selatan, karena rumah sakit di wilayah ini masih berfungsi, di tengah lumpuhnya sebagian besar fasilitas kesehatan di sepanjang Jalur Gaza.
“Kami tidak memiliki akses ke Gaza Tengah maupun Gaza Utara karena Israel membuat koridor sehingga warga selatan tak bisa ke tengah dan utara. Siapa yang nekat bakal ditembak,” ujar Sarbini.
Fikri Rofiul Haq, juru bicara MER-C di Jalur Gaza mengatakan selama gencatan senjata permanen belum tercapai, jalur Gaza masih sangat sulit, baik untuk bantuan medis maupun bahan pangan.
“Rumah sakit yang beroperasi juga hanya sisa 12 saja dari total 36 rumah sakit. Dari jumlah ini, tim medis juga berkurang. Obat-obatan menipis. Bantuan sangat sulit masuk,” ujar Fikri kepada BenarNews dari Gaza Selatan melalui pesan singkat.
Sarbini mengatakan Rumah Sakit Indonesia di Gaza masih diduduki tentara Israel sehingga mereka juga sulit untuk mencapainya guna mengecek kondisi terakhir.
“Rumah Sakit Indonesia yang letaknya di utara Gaza masih dikuasai Israel. Makanya tim fokus di rumah sakit-rumah sakit yang ada di selatan (Gaza),” kata dia.
Sarbini juga mendorong rumah-rumah sakit di bawah naungan pemerintah untuk membentuk konsorsium besar bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Nasional Perawat Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia, guna mengirim tenaga medis ke Gaza.
“Karena ini masalah besar, kerja besar, makanya ini harus melibatkan semua elemen anak bangsa. Tidak bisa dikerjakan sendirian,” ucapnya.
BenarNews telah meminta keterangan kepada Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kesehatan terkait usulan ini, tapi tidak memperoleh balasan.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo dua pekan lalu mengatakan Indonesia akan mengirim bantuan kemanusiaan untuk korban perang di Palestina di tengah konflik antara kelompok Hamas dan tentara Israel.
Pemberian bantuan tersebut akan dilakukan melalui udara dengan menerjunkan kotak bantuan dari pesawat Hercules dan helikopter.
Presidium MER-C Faried Thalib mengatakan pihaknya berencana membangun kembali Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara yang banyak mengalami kerusakan akibat serangan Israel.
“Kami mencoba untuk melakukan assessment selain alat-alat rumah sakit, bagian apa saja yang kita perbaiki. Dan itu yang sedang kami lakukan,” kata Faried dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa.
Namun demikian, dia belum bisa memastikan kapan pengerjaan itu dapat dilakukan karena masih menunggu gencatan senjata.
“Nanti dari assesment itu akan timbul angka, yang saya yakin jumlahnya sangat besar sekali,” katanya.
Lebih dari 31.000 warga Palestina telah tewas menurut Kementerian Kesehatan Palestina akibat serangan Israel di Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober lalu ke wilayah Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menawan lebih dari 250 orang lainnya. Hingga kini lebih dari 100 orang sandera diyakini masih ditawan Hamas.
Dalam 24 jam terakhir, tentara Israel melakukan sembilan pembantaian di Jalur Gaza, menewaskan 93 orang dan melukai 142 lainnya, terang kementerian.
“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan dan tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” tulis pernyataan Kementerian Kesehatan Palestina.
Butuh lebih banyak relawan medis
Ryantori, Direktur Eksekutif the Indonesia Society for Middle East Studies, sebuah wadah pemikir soal Timur Tengah, mengatakan usulan agar pemerintah bisa mewadahi anggota tim medis lintas organisasi profesi untuk bisa masuk ke Gaza merupakan proposal yang terukur.
“Lobi pemerintah sangat dibutuhkan saat ini untuk bisa terus melakukan langkah diplomatis agar dunia semakin memperhatikan apa yang sedang di derita di Gaza,” kata Ryantori yang juga pengajar Hubungan Internasional Universitas Prof. Dr Moestopo kepada BenarNews.
Dia mengatakan langkah MER-C yang akhirnya berhasil menembus Gaza untuk membantu para korban setidaknya menunjukkan dua hal penting. Pertama, bahwa semangat kemanusiaan tidak akan pernah bisa dikalahkan oleh kekuatan menindas termasuk militer.
“Ini kemudian semakin meningkatkan semangat bagi para relawan yang lainnya dari seluruh dunia,” imbuhnya.
Kedua, kata Ryantori, peran Indonesia secara langsung maupun tidak langsung semakin terlihat nyata. “Ini bisa menjadi modal besar bagi kita sebagai bangsa untuk menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang berani membela mereka yang tertindas,” katanya.
Ramdhan Muhaimin, pengamat Hubungan Internasional Universitas Al Azhar Indonesia, mengatakan ada dua persoalan yang terjadi di Gaza sekarang yakni bencana kelaparan dan serangan Israel di wilayah Rafah, Gaza Selatan yang merupakan titik konsentrasi pengungsi saat ini. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia maupun masyarakat sipil.
“Saya kira ini harus menjadi perhatian pemerintah kita bukan sekedar bagaimana MER-C atau IDI bisa masuk, tapi bagaimana kemudian pemerintah kita itu memecah kebuntuan ini, masalah bencana kelaparan yang terjadi di Gaza,” ujarnya kepada BenarNews.
Ramdhan menambahkan pekerjaan rumah pemerintah tidak cukup sekedar mengakomodasi beberapa kelompok ataupun para relawan untuk bisa ke sana.
“Tapi bagaimana Jakarta harus bisa menembus blokade Israel di Gaza, salah satunya dengan melobi Mesir yang ikut mengendalikan pintu perbatasan Rafah,” kata dia.
“Kapal bantuan kesehatan dari pemerintah kita yang beberapa waktu yang lalu juga tidak berhasil masuk ke perairan Gaza, cuma sampai ke Mesir saja, jadi kuncinya di Mesir,” jelasnya.
Menurut Ramdhan, kalau dalam beberapa bulan ke depan masalah kelaparan tidak teratasi, maka warga Gaza akan menghadapi kematian massal.
“Jadi senjata baru yang dilakukan Israel sekarang adalah menciptakan bencana kelaparan di Gaza,” jelasnya.
Dia juga menilai gencatan senjata masih jauh akan terwujud di Gaza, Palestina, walaupun perundingan sedang berlangsung saat ini.
“Saya pesimistis karena Israel sudah berulang kali tidak menghiraukan kecaman internasional, melanggar resolusi, dan perjanjian,” terangnya.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada Minggu (17/3) bahwa dia akan melanjutkan operasi militer melawan Hamas di Gaza meskipun badan-badan bantuan mengingatkan soal bencana kelaparan yang akan terjadi, lansir Reuters.
Afrika Selatan, akhir tahun lalu, meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mengeluarkan perintah darurat yang menyatakan bahwa Israel melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida 1948 terkait tindakan kerasnya terhadap kelompok Hamas di Gaza.
ICJ menganggap tindakan Israel sebagai genosida dan memerintahkan negara Yahudi itu untuk mengambil semua tindakan untuk mencegah genosida, serta memastikan bantuan dan layanan menjangkau warga Palestina yang terkepung di Gaza.