Indonesia Ratifikasi Perjanjian Paris

Pakar lingkungan menilai ratifikasi Perjanjian Paris sebagai langkah positif menuju penyelamatan iklim.
Tia Asmara
2016.10.19
Jakarta
161019_ID_ParisAgreement_1000.jpg Suasana sidang paripurna DPR saat pengesahan RUU Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim di Jakarta, 19 Oktober 2016.
Tia Asmara/BeritaBenar

Indonesia meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement) terkait perubahan iklim dalam upaya mengurangi emisi karbon dan melawan pemanasan global.

Keputusan meratifikasi pakta itu disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang paripurna di Jakarta, Rabu, 19 Oktober 2016, dengan menetapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai perubahan iklim menjadi undang-undang.

Dengan demikian, Indonesia menjadi negara ke-85 yang meratifikasi Perjanjian Paris.

“Terima kasih untuk seluruh anggota DPR RI yang telah membahas hingga disetujuinya Paris Agreement ini,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, di ruang Nusantara DPR usai pengesahan RUU itu.

Sidang paripurna itu dihadiri 314 dari total 560 anggota dewan. Sebanyak 10 fraksi DPR sepakat atas pengesahan tersebut.

“Ini sudah 30 tahun menjadi perhatian internasional dan ditunggu-tunggu. Ini hasil kerja keras kita,” tambahnya.

Perjanjian Paris adalah hasil kesepakatan dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 di Paris, Perancis, pada Desember 2015.

Kesepakatan Paris, yang merupakan pengganti Protokol Kyoto, memuat pembatasan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius serta berupaya membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat Celcius.

Secara geografis, menurut Siti, Indonesia adalah negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim karena kenaikan suhunya mencapai 0,5 hingga 3,9 derajat Celsius.

“Intensitas hujan yang tidak menentu, perubahan permukaan air laut dan cuaca ekstrim menjadi dampak nyata yang dirasakan sehingga kita harus berbagi peran untuk mitigasi perubahan iklim,” katanya.

Langkah konkrit

Indonesia termasuk salah satu dari 10 negara penghasil polusi terbesar dunia, menurut data World Resources Institute.

Tempat pertama dan kedua diduduki oleh China dan Amerika, dua negara yang juga telah mengumumkan akan meratifikasi Perjanjian Paris dalam waktu dekat. Seperti diketahui, kedua negara itu mewakili hampir 40 persen dari emisi gas rumah kaca global.

Ratifikasi kedua negara itu akan menambah kekuatan untuk mengarahkan Perjanjian Paris ketika mulai berlaku pada 4 November 2016.

Menteri Siti menyebutkan bahwa pemerintah telah memiliki langkah konkrit untuk mewujudkan pengurangan emisi 29 persen sampai tahun 2030.

Salah satunya, fokus dalam menangani kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun.

“Berbagai kebijakan seperti moratorium sudah dijalankan. Tinggal menjaga konsistensi manusianya agar berubah dan peningkatan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca,” jelasnya.

“Presentase yang akan dikenakan bagi setiap sektor di Indonesia sudah ketahuan. Sektor energi itu antara 16-17 persen, kehutanan dan pertanian sekitar 8 persen dan lain-lain berarti di bawahnya,” ujar Siti.

Staf Ahli Menteri LHK Bidang Energi, Arief Yuwono mengatakan sektor utama yang jadi penyumbang emisi terbesar akan turut berkontribusi dengan menggantikan energi fosil ke energi alternatif yang ramah lingkungan.

“Nantinya gunakan energi bio massa, geotermal, energi surya, dan lain sebagainya,” ujarnya,

Setelah disahkan DPR, RUU Perjanjian Paris akan dibawa ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian diserahkan ke Presiden Joko Widodo untuk di tandatangani.

“Secepatnya, minggu ini,” kata Arief kepada wartawan.

Kerjasama antarnegara

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR yang membidangi masalah energi sumber daya mineral, riset teknologi, serta lingkungan hidup, mengatakan kerjasama antarnegara penting untuk menanggulangi dampak perubahan iklim.

“Indonesia sebagai negara kepulauan dan aneka macam sumber daya alam memiliki dampak besar perubahan iklim dan potensi besar untuk ikut andil dalam mitigasi maupun adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim,” ujarnya.

Menurutnya ratifikasi tersebut adalah keputusan yang tepat.

“Manfaat banyak seperti tercipta kelestarian hutan, meningkatkan peran masyarakat adat, dan menjadi pihak memiliki hak suara dan mendapat akses sumber pendanaan,” paparnya.

“Terkait Persetujuan Paris, memperoleh akses sumber pendanaan. Ini langkah tepat dan sesuai kebutuhan Indonesia,” tambahnya saat ditanya wartawan.

Langkah baik

Pakar lingkungan sekaligus Direktur Pusat Pengelolaan Resiko Iklim Institut Pertanian Bogor, Rizaldy Boer, menilai positif ratifikasi tersebut.

“Karena kalau tidak, maka dalam 24 tahun ke depan  atmosfer dipenuhi gas rumah kaca dan membawa petaka bagi umat manusia. Bencana akan terjadi seperti tenggelamnya pulau kecil,” katanya kepada BeritaBenar.

Ia menambahkan, bergabungnya Indonesia dengan negara lain yang telah meratifikasi perjanjian ini juga memudahkan Indonesia dalam melakukan perdagangan ke seluruh dunia.

“Kalau tidak berkontribusi, bisa-bisa hasil ekspor kita ditolak negara yang telah meratifikasi pakta tersebut,” ujarnya.

Hal yang sama dikatakan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Yaya Nur Hidayati saat BeritaBenar meminta tanggapannya.

Menurutnya, ratifikasi itu adalah langkah positif negara karena memberi makna penting ke dalam negeri.

"Ini seharusnya menjadi komitmen politik negara dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim yang telah dialami oleh jutaan warga negara Indonesia," ujarnya.

Namun, tambahnya, ratifikasi saja tidak cukup karena negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi komitmen dalam menurunkan emisi hingga 29 persen di tahun 2030 serta memastikan kebijakan adaptasi yang bisa mencegah bencana ekologis.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.