Indonesia Dukung Tapi Tak Bergabung dengan Aliansi Militer Arab Saudi

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2015.12.16
Jakarta
arabsaudi-620 Menteri Pertahanan Arab Saudi, yang juga Wakil Putera Mahkota, Mohammed bin Salman mengumumkan koalisi 34 negara untuk melawan terorisme, 15 Desember 2015.
AFP

Indonesia menegaskan hingga saat ini belum memutuskan untuk bergabung dengan koalisi negara-negara Islam yang dibentuk Arab Saudi untuk memerangi terorisme dan kelompok bersenjata.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa Indonesia belum punya posisi karena Arab Saudi belum bisa menunjukkan kerangka acuan kerjasamanya yang dapat dipelajari oleh pemerintah Indonesia.

Arrmanatha mengatakan bahwa sebagai negara demokratis yang menjunjung pemerintahan yang akuntabel, Indonesia perlu mempelajari apakah modalitas tersebut sesuai dengan prinsip politik luar negeri Indonesia. "Indonesia tidak bisa melakukan komitmen terhadap suatu kerjasama internasional sebelum tahu kerangka acuan dan lingkupnya seperti apa," ujar Arrmanatha dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Rabu 16 Desember.

Arrmanatha mengakui bahwa Menteri Luar Negeri Arab Saudi sudah menghubungi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengenai ajakan kerjasama ini, namun menurutnya Retno telah mengatakan bahwa kedua menteri luar negeri harus bertemu terlebih dahulu.

Indonesia 'terkejut' dikatakan akan bergabung

Siaran pers Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada 15 Desember menyebutkan bahwa 34 negara yang namanya disebut dalam pernyataan tersebut sudah memutuskan untuk "membentuk aliansi militer untuk melawan terorisme yang dipimpin oleh Kerajaan Arab Saudi."

Selanjutnya, aliansi tersebut akan membentuk pusat operasi di Riyadh yang akan mengkoordinasikan dan mendukung operasi militer melawan terorisme.

Negara-negara yang disebutkan dalam pernyataan itu adalah Jordania, United Arab Emirates, Pakistan, Bahrain, Bangladesh, Benin, Turki, Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone, Somalia, Gabon, Guinea, Palestina, Comoros, Qatar, Pantai Gading, Kuwait, Lebanon, Libya, Maladewa, Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Nigeria Mauritania dan Yemen.

"Lebih dari sepuluh negara Islam lainnya telah menyatakan dukungan terhadap aliansi ini dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk hal ini, termasuk Indonesia," ujar Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam pernyataannya.

Arrmanatha mengatakan bahwa Indonesia "terkejut" dengan pernyataan itu karena ajakan  yang disampaikan kepada Indonesia bukan untuk membentuk aliansi militer.

Arrmanatha menegaskan bahwa Indonesia selalu mendukung upaya memerangi ekstremisme dan terorisme, namun dukungan ini seharusnya tidak diartikan sebagai dukungan terhadap aliansi militer atau pembentukan pusat operasi tersebut.

"Saya rasa tidak ada negara yang tidak mendukung upaya perangi ekstremisme, namun masing-masing punya cara yang berbeda," ujar Arrmanatha.

MUI mendukung tidak bergabung

Kepala Bidang Kerjasama dan Hubungan Internasional Majelis Ulama Indonesia, Muhyiddin Junaidi, mendukung sikap pemerintah Indonesia yang tidak bergabung dengan aliansi tersebut karena Indonesia sudah punya pusat serupa atau institusi seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memerangi terorisme.

Dia juga menambahkan bahwa ada indikasi langkah Saudi itu ditujukan untuk memerangi kelompok tertentu, mengingat ada konflik antara Arab Saudi dan Iran.

"Kita tidak boleh berpihak pada salah satu pihak yang bertikai. Indonesia mempunyai politik luar negeri bebas dan aktif. Langkah ini sudah tepat dan Indonesia agar tetap aktif ikut menjaga perdamaian di dunia dan di kawasan," ujar Muhyiddin kepada BeritaBenar.

Muhyiddin menambahkan bahwa mereka yang bergabung dengan kelompok teroris Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS) lebih banyak yang berasal dari Eropa dibanding dengan yang dari Indonesia.

"Masyarakat Indonesia harus paham betul bahwa konflik di Timur Tengah tidak ada kaitannya dengan Shiah dan Sunni. Itu hanya murni politik," ujar Muhyiddin yang juga kepala bidang kerjasama luar negeri Muhammadiyah.

Menurutnya, ada beberapa cara untuk memerangi terorisme termasuk di Indonesia, yaitu dengan menghapuskan serta menghilangkan ketidakadilan, kemiskinan, kebodohan dan penegakan hukum yang lemah.

"Dan yang terakhir adalah dengan menghapuskan standar ganda negara-negara maju, termasuk Perserikatan Bangsa Bangsa yang tidak berpihak kepada negara-negara berkembang," ujar Muhyiddin.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.