Survei: ISIS tak Boleh Hidup di Indonesia

Pakar mengatakan walaupun hampir semua warga menolak ISIS dan konsep khilafah, pemerintah dan masyarakat diminta untuk tidak lengah.
Zahara Tiba
2017.06.05
Jakarta
170605_ID_SaifulMujani_1000.jpg Saiful Mujani dari Saiful Mujani Research and Consulting ketika memaparkan hasil survei Penilaian Publik tentang NKRI dan ISIS di Jakarta, 4 Juni 2017.
Zahara Tiba/BeritaBenar

Mayoritas rakyat Indonesia menyatakan tidak setuju dengan perjuangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan menolak pendirian khilafah. Mereka juga menyatakan siap membela negara apabila dibutuhkan. Demikian hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SRMC) yang dilakukan Mei lalu terhadap 1.350 responden dari keseluruhan 34 provinsi di Indonesia.

Hasil survei bertajuk “NKRI dan ISIS, Penilaian Massa Publik Nasional” dipaparkan dalam sebuah diskusi yang menghadirkan nara sumber dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan akademisi di Jakarta, Minggu sore, 4 Juni 2017.

Menurut survei itu, sebanyak 89,6 persen responden tak setuju dengan perjuangan ISIS, 91,3 persen meminta untuk negara melarangnya, serta 92,9 persen menyatakan bahwa kelompok teroris tersebut tidak boleh hidup di Indonesia.

Selain itu, sembilan dari 10 warga Indonesia atau 89,3 persen menganggap ISIS sebagai ancaman pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan 84,5 persen menyatakan siap membela negara jika dibutuhkan serta 99 persen warga merasa bangga pada NKRI, yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

"Hampir semua warga menolak cita-cita ISIS dan konsep khilafah. Tidak ada toleransi terhadap ISIS. Ini dikarenakan rasa nasionalisme merupakan faktor paling menentukan,” ujar Saiful Mujani, peneliti utama SMRC, dalam paparan hasil survei.

Terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang juga memiliki ideologi pendirian khilafah, sebanyak 68,8 persen responden menolak rencana itu dan 78,4 persen setuju organisasi tersebut dibubarkan. Pemerintah belum lama ini menyatakan akan mengambil jalur hukum untuk membubarkan HTI.

“Jika sikap publik dianggap sebagai sikap kebanyakan orang, maka ISIS, HTI, dan lain-lain adalah musuh semua. Jika pemerintah membutuhkan bantuan publik untuk bela negara, tinggal minta saja, karena sumber daya tersedia," tambahnya.

ISIS mengklaim bertanggung jawab terhadap aksi teror di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016 yang menewaskan delapan orangtermasuk empat pelakunya, dan serangan bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, 24 Mei 2017 yang membunuh tiga polisi dan pelakunya.

Polisi menyebutkan, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafilisasi dengan ISIS sebagai pelaku aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu.

Selain JAD, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) –yang anggotanya tersisa tujuh orang – juga telah berbaiat kepada ISIS. Mereka yang beroperasi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, terus diburu pasukan TNI dan Polri meski pimpinannya Santoso sudah tewas pada 18 Juli 2016.

Dinilai positif

Dalam diskusi setelah pemaparan hasil survei, Rais Syuriah NU, Masdar Farid Mas'udi, mengatakan Pancasila adalah bentuk ideologi yang sangat sempurna untuk Indonesia.

"Dalam Islam disebutkan jangan sampai sentimen negara kamu mencederai kelompok lain. Karena Islam itu inklusif," jelasnya.

Konsep khilafah, menurut Masdar, juga dijelaskan dalam Islam, dimana Alquran memerintahkan agar pemimpin mampu menjalankan mandat untuk memerintah dalam keadilan.

"Dalam konsep lebih universal, disebutkan bahwa semua manusia adalah khalifah di bumi untuk memakmurkan bumi. Jokowi dan para gubernur juga khalifah di Indonesia, yang dituntut memerintah tanpa diskriminasi," ujarnya.

Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mukti, mengatakan temuan survei SMRC itu menegaskan kepercayaannya.

"NKRI terlalu kuat untuk tumbang dan umat Islam tidak berniat mengganti demokrasi. Makanya masyarakat menyikapi (isu ISIS) enteng-enteng saja," katanya.

Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, juga mengatakan hasil itu memperkuat argumennya tentang NKRI.

"Banyak yang bilang saya terlalu optimistis. Saya bilang Indonesia tak mungkin mengalami ‘Syrianisasi’. Islamnya saja beda, yakni Islam Nusantara, Islam yang distinctive, flowery, dan embedded," katanya.

Dia memberi contoh keunikan Islam Nusantara lewat berbagai tradisi yang digelar dalam menyambut Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, menambahkan bahwa hasil penelitian tersebut sangat membesarkan hati.

"Rakyat yang berdiri menolak ISIS. ISIS tidak memiliki pijakan subur di negara ini karena mereka eksplosif, menarik garis batas tegas dengan kita yang biasa mereka sebut kafir," ujarnya.

Jangan lengah

Namun, pemerintah dan publik diminta agar tidak lengah. Saiful mengatakan komitmen kuat untuk mendukung demokrasi dan kondisi positif dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, hukum dan keamanan, mampu mencegah pengaruh ISIS.

"Jika kondisi negatif, dukungan dapat menguat terhadap ISIS," katanya.

Abdul Mukti juga mengatakan masyarakat tidak terlalu peduli tentang isu-isu ideologis karena rakyat lebih peduli pada isu-isu pragmatis yang membantu mereka bertahan hidup, terutama ekonomi.

"Ada kawan yang berkelakar, masyarakat tidak takut kepada teroris. Mereka lebih takut kepada Satpol PP," ujarnya.

"Karena itu ketika elit merasa ada masalah, masyarakat biasa-biasa saja. Ini fenomena yang sebenarnya tidak boleh terjadi, dimana polisi sibuk sendiri, namun masyarakat biasa saja.”

Azyumardi menambahkan ide pendirian khilafah tidak pernah menjadi pembicaraan NU dan Muhammadiyah – selaku dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.

“Yang penting saat ini, organisasi-organisasi massa dapat lebih mengkonsolidasikan diri. Waspadai infiltrasi ISIS dalam buku-buku dan organisasi-organisasi kampus. Jangan sampai lembaga kampus dikuasai," pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.