Komnas HAM Kecam Perusakan Rumah dan Pengusiran Pengikut Ahmadiyah

Gubernur NTB mengimbau masyarakat untuk menghentikan perbuatan permusuhan, apalagi kekerasan.
Tria Dianti
2018.05.21
Jakarta
180521_ID_Ahmadiyah_1000.jpg Sekelompok umat Islam melakukan protes menuntut dibubarkannya Ahmadiyah dalam sebuah demonstrasi di Jakarta, 1 Maret 2011.
AP

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam keras perusakan rumah dan pengusiran warga Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhir pekan kemarin.

"Karena itu adalah serangan langsung terhadap kebebasan untuk menjalankan ibadah dan keyakinan," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, 21 Mei 2018.

Sekelompok massa merusak delapan rumah serta mengusir 24 pengikut JAI, kebanyakan perempuan dan anak-anak, di Desa Greneng, Sabtu dan Minggu.

Menurut Komnas HAM, sejak 2006 belum ada solusi komprehensif baik dari pemerintah pusat maupun daerah atas masalah yang menimpa komunitas JAI di sejumlah daerah di Indonesia.

"Kami meminta negara untuk melindungi warganya dan menuntut kepolisian menindak tegas terhadap pelanggaran pidana di Lombok Timur, " kata Beka.

Selama ini, menurutnya, aparat memilih jalur damai dibandingkan melalui upaya hukum padahal penegakan hukum bisa memberikan efek jera bagi pelaku.

Komisioner Komnas Perempuan, Khariroh Ali juga mengecam keras vandalisme terhadap JAI.

"Aksi-aksi intoleransi terhadap kelompok minoritas agama menimbulkan dampak yang berkepanjangan buat perempuan,” katanya dalam kesempatan yang sama.

“Perempuan berhadapan dengan kerentanan khusus akibat peran yang dimainkan baik dalam perannya sebagai perempuan,  istri, ibu dan sebagai anggota masyarakat."

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa pihaknya telah membicarakan masalah itu untuk diambil tindakan.

"Segera ngecek, apa benar mereka lari, apakah benar rumah itu dirusak," katanya seperti dikutip dari laman Kompas.com.

Kemendagri, tambahnya, akan menelusuri lebih lanjut untuk mengetahui apa penyebab penyerangan itu.

"Saya segera cek. Saya enggak berani ngomong dulu. Apa motifnya apa?" ujarnya.

Pertanyaan tersebut dijawab oleh juru bicara JAI, Yendra Budiana, dalam jumpa pers tersebut.

"Mereka melakukan penyerangan dan perusakan karena sikap kebencian dan intoleransi pada paham keagamaan yang berbeda, tidak dipicu karena suatu hal," ujarnya.

Yendra memperkirakan, pelaku penyerangan itu dilakukan sekitar 50 warga dari daerah tersebut.

"Target penyerang adalah meratakan seluruh rumah penduduk komunitas Ahmadiyah dan mengusirnya dari Lombok Timur," tambahnya.

Disuruh ‘tobat’

Seorang saksi mata yang suaranya diperdengarkan dalam jumpa pers mengaku serangan terjadi dalam tiga gelombang pada Sabtu siang dan Minggu pagi.

"Para ibu hampir pingsan, sementara anak mereka terus menangis saat melihat banyak orang dan keributan terjadi," kata saksi yang tidak disebutkan namanya.

"Penyerangan terjadi secara tiba-tiba."

Pengikut JAI lain yang namanya juga dirahasiakan mengatakan bahwa mereka menerima intimidasi dari warga dan aparat saat diungsikan ke Mapolres Lombok Timur.

"Kami anggota JAI disuruh bertobat dulu. Kalau tidak, maka kami ngak boleh kembali ke desa," katanya, “kamu jangan pulang, kalau pulang akan dibunuh."

Yendra menjelaskan serangan pertama terjadi pada Sabtu pukul 13.00 WITA, lalu terjadi lagi pada pukul 21.00 WITA dan puncaknya, Minggu pukul 06.30 WITA.

Akibatnya, delapan rumah rusak parah dan empat motor rusak berat. Sejumlah 24 warga yang terdiri dari 12 perempuan, termasuk ibu hamil, anak-anak dan empat pria hingga Senin siang masih diungsikan di Polres Lombok Timur.

Seringkali dipersekusi

Persekusi terhadap warga JAI di Lombok Timur bukan kali pertama terjadi. Yendra mengatakan, peristiwa ini kerap berulang dan menyebabkan penganut Ahmadiyah berpindah tempat bahkan ratusan lainnya tinggal di pengungsian Transito, Mataram, NTB selama belasan tahun.

Ia menyebutkan total terdapat 114 orang JAI masih tinggal di pengungsian Transito milik pemerintah, sementara total Jemaah Ahmadiyah di Lombok mencapai 1.000 orang.

Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menyayangkan penghakiman massa terhadap penganut Ahmadiyah.

"Kami menemukan pola sama. Muncul narasi dan provokasi kebencian yang disebarkan masyarakat dan sangat disayangkan hampir tidak pernah dihukum pelakunya," katanya.

Juru bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia, Yendra Budiana berbicara kepada wartawan di Jakarta, 21 Mei 2018. (Tria Dianti/BeritaBenar)
Juru bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia, Yendra Budiana berbicara kepada wartawan di Jakarta, 21 Mei 2018. (Tria Dianti/BeritaBenar)

Rehabilitasi sosial

Gubernur NTB, Muhammad Zainal Majdi mengimbau masyarakat untuk menghentikan semua perbuatan permusuhan apalagi kekerasan.

"Hormati Ramadhan, hormati hak setiap orang untuk hidup dengan aman dan damai sesuai keyakinannya," katanya melalui pernyataan tertulis.

Dia mengaku, bersama pemerintah kabupaten Lombok Timur telah mengunjungi lokasi kejadian dan mengecek langsung kondisi warga Ahmadiyah.

"Perangkat Pemda bersama TNI dan Polri sudah memulihkan situasi. Sebagian warga Ahmadiyah di lokasi diamankan di Mapolres Lombok Timur, sebagian mengungsi ke tempat keluarga mereka," jelasnya.

Dia menambahkan akan memberi rehabilitasi sosial dan materil terhadap para korban.

"Akan segera dilaksanakan. Pemulihan rumah milik warga segera dilakukan, mediasi juga sudah dimulai," katanya.

Zainal memastikan proses hukum terhadap para pelaku kekerasan akan terus diusut dan diselesaikan.

"Penegakan hukum terhadap pelaku perusakan akan dilakukan oleh pihak kepolisian," pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.