Indonesia Sedang Melakukan Investigasi Dua Pilot Yang Diduga Mendukung ISIS
2015.07.09
Pejabat Indonesia sedang melakukan investigasi dua mantan pilot anggota TNI Angkatan Udara (AU) yang dilaporkan kepolisian Australia telah teradikakisasi dan menjadi pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Kami baru mengetahui informasi ini juga dari berita tadi pagi. Saat ini kami sudah menghubungi pihak keamanan seperti BIN (Badan Intelijen Negara), Kepolisian, dan BNPT (Badan Penanggulangan Terorisme) dan Densus 88 untuk konfirmasi kedua kasus ini,"kata Juru Bicara Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) Arrmanatha Nasir di Jakarta hari Kamis.
“Kita akan terus berupaya berkoordinasi. Menghadapi warga negara yang ikut paham radikal merupakan tantangan kita."
Laporan Kepolisian Federal Australia
Berita tentang dua pilot Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga terlibat ISIS ini pertamakali dimuat oleh The Intercept, media milik Australia, dalam situsnya yang memuat laporan Dokumen Kepolisian Federal Australia (AFP) Rabu tanggal 8 Juli.
Dokumen tersebut berjudul "Identifikasi pilot Indonesia dengan kemungkinan pandangan ekstremis.”
"Kedua [pilot] tampaknya dipengaruhi oleh elemen pro-IS [Negara Islam] termasuk propaganda online oleh para ekstrimis dan radikal terkemuka Indonesia dan diduga sebagai pejuang teroris di luar negeri yang kemungkinan berada di Suriah atau Irak," kata laporan itu seperti dikutip oleh The Intercept.
"Pilot, awak udara dan lain-lain dengan akses ke dan di dalam lingkungan penerbangan dapat menimbulkan ancaman jika mereka telah menjadi radikal. Akses dan pengetahuan mereka tentang keamanan dan keselamatan penerbangan telah memberikan ketrampilan untuk melakukan penyerangan seperti beberapa peristiwa dunia yang telah terjadi," laporan tersebut memperingatkan dengan tegas.
Majalah yang diterbitkan oleh al-Qaeda, Inspire, telah mendorong mereka (radikal/militan secara umum) yang terlibat dalam penerbangan untuk melakukan penyerangan, kutip The Intercept.
Penelusuran jejaring sosial
Dua orang pilot yang tertulis dalam laporan AFP adalah Ridwan Agustin dan Tomi Abu Alfatih.
Keduanya diduga kuat telah bergabung dengan ISIS paska investigasi AFP terhadap akun jejaring sosial Facebook milik keduanya.
"Berdasarkan peninjauan isi akun keduanya, diketahui bahwa mereka kemungkinan telah terpengaruh unsur radikal – lewat online – dan hasilnya, bisa mengancam keamanan," tulis AFP.
Laporan AFP secara rinci menuliskan bahwa Ridwan pernah menjadi anggota TNI AU dan menjadi pilot AirAsia sejak tahun 2010, berpengalaman di taraf internasional termasuk Hong Kong dan Singapura.
Sebelum akun Facebooknya ditutup awal tahun ini Ridwan mengunggah beberapa foto dirinya menggunakan seragam pilot di depan pesawat AirAsia.
Ridwan diduga membuat akun baru dengan nama Ridwan Ahmad Indonesiy tanggal 17 Maret 2015 dengan Raqqa, Suriah, sebagai tempat tinggalnya
Jejak Ridwan ini pun tercium oleh AFP. Informasi itu langsung disebarkan pada mitra penegak hukum AFP di Turki, Yordania, Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa, tulis The Intercept.
Gejala radikalisme
Laporan AFP menunjukkan bahwa kalimat yang dituliskan Ridman dalam akun Facebooknya telah mengalami perubahan drastis.
Sejak September 2014, dia mulai membagikan materi yang menunjukkan dukungan terhadap ISIS.
Ridwan juga mulai berinteraksi dengan pendukung ISIS lainnya, salah satunya adalah Heri Kustyanto alias Abu Azzam Qaswarah al Indonesy.
Abu Azzam diduga sebagai anggota Jemaah Islamiyah (JI), dan sekarang diduga sudah berada di Irak atau Suriah, menurut laporan AFP.
Dengan interaksi ini, Ridwan kenal tersangka pilot kedua Tomi Abu Alfatih (nama asli Tommy Hendratno).
Tommy dikenal sebagai lulusan Jeanne d’Arc Navy Officer Training College di Perancis tahun 2005 dan ia juga lulusan Universitas Merdeka di Surabaya pada 2008, kata Kepala Badan Reserse Kriminal [Kabareskrim] Polri, Budi Waseso di Jakarta, Kamis.
“Tahun 2009 ia lulus dari sekolah penerbangan TNI. Ia berhenti tahun 2010 untuk bergabung dengan Garuda Indonesia,” kata Budi.
Tahun 2011 Tommy meninggalkan Garuda Indonesia dan bekerja sebagai instruktur Akademi Penerbangan Internasional di Bali.
“Kepolisian menduga ia masih di Indonesia,” kata Budi.
Dan pada pertengahan 2014, Tommy mengunggah material tentang ISIS. Salah satu status media sosialnya adalah tentang polisi yang ia sebut sebagai “ansharu thagut” artinya polisi adalah pihak yang membantu pemerintahan kafir, AFP melaporkan.
Terlalu Dini
Budi juga mengatakan bahwa terlalu dini untuk menyimpulkan kebenaran laporan yang ditudingkan Kepolisian Australia tersebut.
"Kita tetap menyelidiki permasalahan itu karena harus diungkap, tapi kita harus bijaksana, jangan sampai menuduh orang yang tidak bersalah sebelum ada bukti,” katanya lanjut.
Meskipun demikian Budi mengatakan bahwa nama Ridwan cukup familiar dikalangan Kepolisian, BNPT dan BIN.
“Nama Ridwan sudah tercatat dalam daftar BIN sebagai salah satu WNI yang sudah berada di Suriah berperang untuk ISIS. Tapi kita masih menyelidiki tentang Tommy,” terang Ridwan.
Nama Ridwan sempat tercantum dalam National Counter Terrorism Center Weekly sebagai salah satu WNI yang tergabung dalam sebuah grup pendukung ISIS bernama Majmu’ah al’Arkhabiliy bulan Maret lalu, menurut Laporan AFP.
Tommy menyanggah
Melihat situasi yang memanas di Indonesia tentang cerita ini, portal online Detik.com mengatakan telah menerima sebuah email dari seorang yang mengaku bernama Abu Alfatih Hendratno (aka Tommy) beberapa jam lalu.
“Saya tidak ada kaitan dengan kelompok ISIS seperti mereka duga, itupun Anda muat sebelum ada klarifikasi,” kata penulis email tersebut seperti dikutip Detik.
“Saya sebagai WNI yang berusaha menaati aturan dan kewajiban muamalah saya sebaik mungkin dalam hidup di negeri ini. Apakah dengan hanya memberikan like pada status seseorang menjadikan kita serupa dengan mereka?”
Indonesia Waspada
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Fuad Basya mengaku belum tahu salah seorang pilot yang diduga bergabung dengan ISIS pernah jadi bagian dari TNI AU.
"Jangan terlalu dipercaya dulu. Hubungan Indonesia dan Australia sekarang ini masih dalam perbaikan jadi jangan mudah percaya sebelum ada bukti karena bisa lebih merusak hubungan kenegaraan" kata Fuad kepada BeritaBenar hari Kamis tanggal 9 Juli.
"Kita pasti akan cek kebenaran berita itu," kata Fuad.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno akan menindak lanjuti informasi ini.
“Karena itu penting sekali mengantisipasi tumbuh dan berkembangnya radikalisme di Indonesia sedini mungkin. Seseorang bisa teradikalisasi hanya melalui jejaring sosial,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 9 Juli sambil mengatakan bahwa pemikiran radikal bisa mengubah pola pemikiran seseorang.
“Bahkan meninggalkan kehidupan mereka di Indonesia yang sudah baik. Saya akan membahas masalah ini dengan BIN dan BNPT,” katanya lanjut.