Negara IORA Sepakat Perangi Terorisme dan Ekstremisme
2017.03.07
Jakarta
Negara-negara yang tergabung dalam Asosiasi Negara Lingkar Samudra Hindia (Indian Ocean Rim Assosiation/IORA) sepakat untuk bekerja sama memberantas terorisme dan kekerasan ekstrim dalam segala bentuk.
Kesepakatan ini merupakan bagian dari 10 kesepakatan bersama yang dicapai 21 negara anggota IORA yang dituangkan dalam Deklarasi Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme dan Kekerasan Ekstrem.
Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, mengatakan dalam sambutan penutupnya bahwa terorisme adalah masalah yang terus tumbuh, karena itu perlu kolaborasi erat antarnegara kawasan Samudra Hindia untuk menanggulanginya.
“Kami sepakat mengutuk terorisme dan menyadari ancaman kekerasan ekstrem baik di kawasan ini maupun di dunia,” ujar Turnbull dalam jumpa pers penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) IORA bersama Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, di Jakarta Convention Center, 7 Maret 2017.
“Kawasan Samudra Hindia harus waspada," tambah Turnbull.
Sebelumnya, dia mengatakan kerja sama pemberantasan terorisme perlu dilakukan juga dengan negara-negara di seberang Samudra Hindia, tidak saja dengan negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, atau India yang posisinya lebih dekat.
“Dapat saya katakan bahwa dalam perang melawan teror, yang kita lakukan di Timur Tengah dan di seluruh dunia terhadap terorisme dan ekstremis Islam,” ujar Turnbull.
“Sekutu kita yang terbaik dan paling penting adalah pemimpin-pemimpin Muslim seperti Joko Widodo, miliaran dan triliunan Muslim yang sepenuhnya berkomitmen pada perdamaian, seperti dikatakan oleh Presiden Widodo atau Perdana Menteri Najib (Tun Razak) dari Malaysia, adalah Muslim yang moderat dan toleran.”
Jakarta Concord
Dalam jumpa pers bersama itu, Jokowi tidak menyinggung sama sekali terkait deklarasi pemberantasan terorisme dan lebih banyak membicarakan tentang kerja sama ekonomi dan dokumen Jakarta Concord yang menginisiasi kerja sama antarnegara di berbagai kawasan seperti Afrika Timur, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Australia, namun sama-sama berada di pinggir Samudra Hindia.
Dokumen itu mencatat komitmen bersama untuk memajukan keamanan dan keselamatan maritim, meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi, memajukan pengembangan dan pengelolaan perikanan yang berkesinambungan.
Selain itu juga untuk memperkuat pengelolaan risiko bencana, memperkuat kerja sama akademis dan ilmu pengetahuan, serta memajukan kerja sama di bidang pariwisata dan kebudayaan.
Jokowi menambahkan IORA juga mendorong kerja sama dalam isu lain, yaitu ekonomi biru (blue economy), pemberdayaan perempuan, dan demokrasi tata pemerintah yang baik, pemberantasan korupsi, serta hak asasi manusia.
“Satu hal yang paling utama yang menjadi keinginan semua pemimpian IORA adalah menciptakan Samudera Hindia sebagai kawasan yang aman dan damai,” kata Jokowi.
Dia menambahkan bahwa para pemimpin IORA juga memiliki komitmen tinggi untuk menghormati hukum internasional, termasuk Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS 1982) yang merupakan konstitusi internasional untuk mengatur samudra.
"Kami meyakini kawasan Samudra Hindia sekarang sudah menjadi salah satu poros utama dalam berbagai peristiwa di dunia, setelah selama berabad-abad Samudra Atlantik mendominasi apa yang terjadi di dunia dan selama 30 tahun terakhir dengan bangkitnya (kawasan) Asia Timur sehingga disebut Abad Pasifik,” ujar Jokowi dalam sambutan pembukaan KTT IORA, Selasa pagi.
Menurutnya, Samudra Hindia merupakan jalur strategis bagi transportasi internasional karena setengah dari seluruh kapal kontainer yang ada di dunia dan dua pertiga dari pengiriman minyak dunia, berlayar melewati Samudra Hindia, namun kawasan ini hanya mencakup 12 persen dari pasar dunia dan 10 persen dari pemasukan domestik bruto global.
Pembagian
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan kepada wartawan bahwa hal itu terjadi karena sudah ada pembagian antara Jokowi, Turnbull dan Zuma mengenai apa yang mesti mereka katakan.
“Pak Jokowi fokuskan pernyataannya pada Jakarta Concord, karena ini merupakan sebuah dokumen strategis, jadi Beliau fokus pada itu. Turnbull fokusnya bukan pada Concord tapi pada yang lain. Kalau kita lihat Afrika Selatan fokusnya pada aspek bisnis,” ujar Arrmanatha setelah jumpa pers penutupan KTT IORA.
Menurutnya, deklarasi antiterorisme adalah usulan bersama dari negara-negara IORA yang menyadari bahwa bahaya itu adalah tantangan harus dihadapi bersama.
“Sudah menjadi pembahasan sejak awal kita menjadi Ketua IORA dan pernah dibahas dalam pertemuan 2016 lalu, salah satu isu yang diangkat adalah terkait terorisme,” ujar Arrmanatha merujuk pada pertemuan tingkat menteri IORA di Bali, Oktober tahun lalu.
Sebelumnya pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa dokumen deklarasi antiterorisme merupakan salah satu dari dua dokumen yang diadopsi dalam pertemuan tingkat menteri pada Senin, 6 Maret, selain Rencana Aksi IORA 2021.
Retno mengatakan deklarasi antiterorisme sebagai langkah tegas dalam menghadapi ancaman terorisme dan kejahatan ekstrem yang belakangan semakin meningkat dan untuk memastikan lingkar Samudra Hindia sebagai kawasan stabil.
“Ini refleksi determinasi setiap negara anggota untuk menjaga stabilitas perdamaian dan mempromosikan pesan positif tentang toleransi dan keberagaman di kawasan,” ujar Retno.