Iran Bebaskan 2 Pelaut Indonesia di Kapal Tanker Korea Selatan
2021.02.03
Jakarta
Dua pelaut asal Indonesia yang bekerja di tanker Korea Selatan diizinkan meninggalkan perairan Iran setelah pemerintah di Tehran sepakat untuk membebaskan seluruh awak yang ditahan sejak satu bulan terakhir karena dugaan pencemaran laut dari ribuan ton minyak yang dibawa kapal tersebut, kata Kedutaan Besar Indonesia, Rabu (3/2).
Sementara kapten beserta tanker MT Hankuk Chemi akan tetap berada di Pelabuhan Bandar Abbas karena proses hukum masih akan dilanjutkan, sebut keterangan Kementerian Luar Negeri Iran.
Pihak KBRI saat ini tengah melakukan komunikasi intensif dengan pihak-pihak terkait di kota pelabuhan Bandar Abbas terkait proses pembebasan kedua warga negara Indonesia itu.
“Dua WNI awak kapal Hankook Chemi, atas nama Aji Winursito dan Muhammad Amin, telah dibebaskan oleh Pemerintah Iran pada tanggal 2 Februari 2021,” tulis rilis kedutaan kepada BenarNews.
Kedutaan mengatakan, dengan mengutip pernyataan pers juru bicara Kemlu Iran, bahwa keputusan pembebasan awak kapal tanker tersebut, kecuali kapten kapal, didasarkan atas alasan kemanusiaan.
“Selama masa penahanan di atas kapal, kedua WNI dalam kondisi baik dan sehat serta dalam pemantauan dan upaya perlindungan KBRI Tehran,” lanjutnya.
Pada Selasa (2/2), juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan pihaknya telah mengabulkan permohonan Pemerintah Korea Selatan untuk membebaskan seluruh kru di tanker MT Hankuk Chemi.
“Menyusul permintaan dari pemerintah Korea Selatan, awak kapal yang ditahan atas tuduhan menyebabkan pencemaran lingkungan di Teluk Persia, telah mendapat izin untuk meninggalkan Iran atas dasar kemanusiaan,” kata Khatibzadeh dalam keterangan pers di televisi lokal yang dikutip Reuters.
Selain dua WNI, MT Hankuk Chemi juga memperkerjakan 18 awak kapal berkewarganegaraan Myanmar, Vietnam, dan Korea Selatan.
Korps Garda Revolusi Iran menyita MT Hankuk Chemi yang tengah melintas di Teluk Persia pada 4 Januari lalu karena tudingan pencemaran laut. Korps kemudian menggiring kapal dan menahan 20 kru di Bandar Abbas.
Indonesia ketika itu langsung mengirimkan nota diplomatik ke Iran untuk meminta informasi perihal penahanan serta akses kekonsuleran untuk dua WNI yang bekerja di kapal itu.
Iran hingga saat ini belum memberikan keterangan lengkap perihal dugaan pencemaran yang ditudingkan ke MT Hankuk Chemi. DM Shipping, perusahaan yang mengoperasikan MT Hankuk Chemi, mengatakan kepada jurnalis di Korea Selatan bahwa kapalnya tidak melanggar protokol lingkungan seperti yang dituduhkan Garda Revolusi Iran.
Insiden penahanan kapal terjadi selang beberapa hari setelah Korea Selatan membekukan dana di bank Iran di negara mereka menyusul sanksi terbaru Amerika Serikat (AS). Pembekuan dana tersebut membuat Iran mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan obat-obatan dan perlengkapan medis di tengah pandemi COVID-19, sebut pejabat negara terkait.
Kendati demikian, Iran meminta penahanan kapal tersebut tidak dipolitisasi, pasca-tekanan yang muncul dari AS dan Perancis.
Pada 10 Januari, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan Choi Jong-kun tiba di Tehran, Iran, untuk membahas perihal pembebasan 19 kru kapal serta pembukaan akses dana setara U.S.$7 miliar tersebut.
“Kedua pihak berbagi pandangan bahwa pembebasan para kru kapal adalah langkah penting untuk memulihkan kepercayaan antara kedua negara dan kami juga akan menemukan solusi bersama untuk menyelesaikan masalah aset Iran yang dibekukan di bank-bank Korea Selatan,” tulis pernyataan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.
“Choi juga mengatakan pemerintah Korea Selatan akan mengupayakan segala hal yang bisa dilakukan dengan cepat sambil berkonsultasi dengan AS,” sambung pernyataan itu.
Kantor berita Korea Selatan, Yonhap, melaporkan Iran meminta Korea Selatan membuka akses sebagian dananya untuk membayar tunggakan keanggotaan negara itu ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tetapi uang itu perlu dikonversi dari won Korea menjadi dolar AS, sementara sanksi AS melarang transaksi berbasis dolar dengan Iran.
Pejabat Korea Selatan pada Rabu mengatakan pembicaraan dengan AS perihal pembukaan akses dana itu memasuki tahap final.
“Pembahasan tentang pembayaran iuran (dengan AS) hampir selesai, saat ini kami perlu melakukan diskusi tentang bagian yang sangat teknis," kata pejabat tersebut kepada Yonhap. "Ada kemajuan yang cukup besar dalam masalah iuran dan saya pikir ini adalah peluang (bagi Iran) dalam menerima ketulusan kami."
Pemerintah Iran harus membayar sekitar U.S.$16 juta untuk memperpanjang keanggotannya di PBB. “Kami mengusulkan agar utang ke PBB ini dibayar menggunakan aset yang dibekukan di Korea Selatan dengan izin dari Bank Sentral,” kata Khatibzadeh pekan lalu, dikutip dari TehranTimes.
“Mengingat AS telah membekukan aset Iran, Republik Islam Iran bersikeras PBB tidak menggunakan bank perantara AS untuk menerima transfer biaya keanggotaan ini,” sambungnya.