Penunjukan Komjen. Pol. Iriawan Sebagai Penjabat Gubernur Jabar Tuai Polemik

Mendagri menyatakan tidak mungkin pihaknya mengajukan nama jika melanggar undang-undang.
Rina Chadijah
2018.06.19
Jakarta
180619_ID_PJGub_1000.jpg Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengambil sumpah Komjen. Pol. M. Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat di Bandung, 18 Juni 2018.
Dok. Humas Pemprov. Jawa Barat

Pelantikan Komjen. Pol. M. Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jawa Barat (Jabar) masih terus memantik polemik karena mekanisme penunjukannya dinilai mengganggu netralitas Polri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan sarat kepentingan partai politik penguasa.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan pemerintah tidak menghitung dampak dari penunjukan yang menurutnya kontraproduktif bagi Pilkada Jawa Barat.

Pasalnya, sejak awal rencana penunjukan perwira tinggi Polri aktif di daerah yang sedang menggelar Pilkada, telah ditentang banyak kalangan.

“Akhirnya ini menimbulkan kontroversi dan spekulasi baru dan juga kritik dari banyak aktivis prodemokrasi,” kata Titi kepada BeritaBenar, Selasa, 19 Juni 2018.

Iriawan yang sebelumnya menjabat Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dilantik sebagai Penjabat Gubernur Jabar oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Gedung Merdeka, Bandung, Senin, 18 Juni 2018.

Iriawan menggantikan calon gubernur petahana Ahmad Heryawan alias Aher yang habis masa jabatan pada 13 Juni 2018.

Dia akan bertugas sebagai Pejabat Gubernur Jabar hingga ditetapkannya kepala daerah hasil Pilkada yang digelar serentak di 17 provinsi – termasuk Jabar, 39 kota dan 115 kabupaten, pada 27 Juni 2018.

Ketika wacana penunjukan Iriawan bergulir Januari lalu, penolakan bermunculan karena hal itu dinilai mengganggu netralitas Polri.

Apalagi ada mantan perwira tinggi Polri Anton Charlian, yang maju sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Barat, mendampingi calon gubernur Tubagus Hasanuddin. Pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini akan bertarung dengan tiga pasangan calon lain.

Polemik itu sempat meredup, lantaran pemerintah melalui Menteri Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto berjanji tidak akan menunjuk perwira Polri maupun TNI sebagai penjabat gubernur di daerah yang sedang menggelar Pilkada.

Belakangan Iriawan yang tidak memegang jabatan di Polri, diperbantukan di Lemhanas, sebagai Sekretaris Utama.

Menurut Titi, pemerintah seolah mencari cara untuk melegitimasi penunjukan Iriawan, dengan memindahkannya dari Mabes Polri ke Lemhanas, sehingga legalitasnya sebagai penjabat Gubernur tidak bertentangan dengan Undang-undang.

“Akhirnya malah membuat masa akhir kampanye gaduh dan penuh narasi yang jauh dari kepentingan publik. Alih-alih mewujudkan stabilitas politik, malah mengakibatkan kegaduhan politik baru,”ujarnya.

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, mengatakan tak ada aturan yang dilanggar baik Undang-undang (UU) Pilkada, UU Kepolisian maupun aturan Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait penunjukan Iriawan.

Apalagi pangkat Iriawan di kepolisian setara dengan pejabat tinggi madya, sebagai syarat penunjukan penjabat gubernur.

“Dari sisi hukum tata negara, hal semacam ini biasa saja. Kalau kemudian memang tidak ingin lagi ada Polri yang memegang jabatan sipil berarti kita harus ubah undang-undang untuk melarang secara tegas mereka menduduki jabatan sipil,” katanya saat dihubungi.

Tetapi, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, menilai bahwa pelantikan itu melabrak tiga undang-undang yakni UU Polri, UU Pilkada, dan UU Aparatur Sipil Negara.

“Anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” katanya, mengutip salah satu pasal dalam UU Polri.

Agar tidak memperuncing keadaan, Margarito berharap pemerintah menjelaskan secara rinci alasan penunjukan Irawan, baik dari segi aturan hukum maupun alasan logis lain.

“Orang kan kemudian berpikir, kenapa musti Iriawan? Apakah di polisi hanya ada Iriawan atau kenapa tidak pejabat sipil lain di Kemendagri yang bisa diambil sebagai penjabat gubernur? Ini yang harus dijelaskan pemerintah,” katanya.

Wacanakan hak angket

Polemik penunjukan Iriawan juga memunculkan wacana penggunaan hak angket di DPR yang disuarakan Partai Demokrat, Gerindra, dan PKS.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Didik Mukrianto, menyebut pelantikan Iriawan telah melanggar konstitusi.

“Kami berpandangan tepat bagi Fraksi Demokrat dan DPR RI menggunakan hak angket untuk mengingatkan dan mengoreksi pemerintah agar tidak terkoreksi oleh rakyat dan sejarah," katanya kepada wartawan.

Hal senada dikatakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang menyebutkan partainya akan menjadi motor pengusulan hak angket tersebut.

Menurutnya, kebijakan mengangkat Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jabar tidak sesuai dengan tuntutan reformasi, yang salah satunya menuntut penghapusan fungsi polisi dan TNI dalam struktur pemerintahan sipil.

"Tak sepatutnya preseden yang salah dijadikan yurisprudensi. Pansus hak angket ingin mengoreksi hal ini," katanya kepada wartawan.

Sementara itu politisi PKS, Nasir Djamil, mengatakan selain usul hak angket, pihaknya mendorong masyarakat untuk menggugat Peraturan Presiden yang menjadi landasan hukum penunjukan Iriawan ke Pegadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Tentu selain langkah politik, harus ada langkah hukumnya. Perlu diuji dasar hukum penunjukan Iriawan ke pegadilan, agar jelas bahwa itu cacat hukum,” katanya kepada BeritaBenar.

Sudah sesuai

Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan tidak mungkin pihaknya mengajukan nama jika melanggar undang-undang.

“Keppres (Keputusan Presiden) tidak akan keluar begitu saja tanpa telaah terlebih dulu dari tim hukum Setneg. Jika melanggar, maka pengajuan nama untuk Pj [Penjabat] Gubernur tidak akan disepakati,” katanya kepada wartawan.

Dia juga menampik isu yang menyebutkan ada permintaan dari Presiden Joko Widodo dan partai tertentu yang meminta Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jabar.

Tjahjo menjelaskan bahwa sebenarnya ada dua nama yang disiapkan, yaitu Iriawan dan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Hadi Prabowo.

"Semua tanggung jawab saya sebagai Mendagri," tegasnya.

Menanggapi berbagai kritik atas penunjukan dirinya, Iriawan mengatakan tidak akan mengorbankan kariernya dengan menyalahgunakan kekuasaan.

Ia juga menegaskan akan netral dalam Pilkada Jabar.

"Kalau itu saya lakukan, pasti akan bocor dan ramai. Sangat besar risikonya untuk jabatan dan karier saya," ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.