Arif Hidayatullah, ‘Orang Kepercayaan Bahrun Naim’ Divonis 6 Tahun Penjara
2016.10.03
Jakarta

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis enam tahun penjara Arif Hidayatullah bin Soekarno alias Abu Mushab, pria yang disebut aparat kepolisian sebagai orang kepercayaan Bahrun Naim, tokoh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Indonesia yang kini berada di Suriah.
"Unsur pemufakatan jahat dan mencoba membantu aksi terorisme terbukti secara sah," kata Ketua Majelis Hakim, Siti Jamzanah, ketika membacakan putusan terhadap Arif, Senin, 3 Oktober 2016.
Kepastian pemufakatan jahat dan perbantuan aksi teror itu, kata Siti, didapat majelis hakim setelah memeriksa delapan saksi dan mendengarkan keterangan terdakwa sepanjang berlangsungnya persidangan.
Hasilnya, Arif diketahui pernah berhubungan lewat aplikasi Telegram dengan Bahrun Naim bulan Juni tahun lalu, membicarakan soal rencana teror bom di Indonesia.
Beberapa target pun ditetapkan, seperti kelompok Yahudi dan Syiah di Bogor, Jawa Barat; serta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian yang ketika itu masih menjabat Kapolda Metro Jaya.
Melalui aplikasi itu, Bahrun juga menginstruksikan Arif untuk menjemput warga etnis Uighur bernama Nur Muhammet Abdullah alias Ali di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Dari hasil pengembangan polisi diketahui kalau Ali disiapkan untuk calon "pengantin", sebutan bagi pelaku bom bunuh diri.
"Perbuatan terdakwa itu meresahkan dan membahayakan masyarakat sehingga layak dijatuhi sanksi pidana," ujar hakim Siti lagi.
‘Masih pikir-pikir’
Vonis Arif sejatinya lebih rendah dua tahun dari tuntutan jaksa, yang menginginkan pria 32 tahun tersebut dihukum delapan tahun penjara.
Dalam pertimbangan meringankan yang dibacakan di persidangan, majelis menyatakan rekam jejak Arif yang belum pernah tersangkut kasus pidana sebelumnya.
Usai persidangan, Arif mengatakan masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau menerima vonis hakim. Keputusan terkait vonis ini paling lambat harus diserahkan Senin pekan depan.
"Pikir-pikir dulu karena ada beberapa pernyataan majelis yang dirasa janggal," kata Arif kepada BeritaBenar seusai persidangan.
Kejanggalan itu, menurut dia, seperti terkait dirinya yang dikatakan sebagai orang kepercayaan Bahrun dan dikatakan telah menyiapkan serangkaian aksi teror.
"Tidak ada itu," tegasnya.
Arif mengaku memang mengenal Bahrun sejak menempuh pendidikan jenjang sekolah menengah atas di Solo. Ia pun tak menepis pernah berbicara dengan Bahrun lewat aplikasi Telegram.
“Tapi, ia (Bahrun) hanya bilang agar saya istiqamah. Tak ada membahas rencana pemboman,” kata Arif, memberikan pembelaan.
“Itupun komunikasi saya pertama setelah sempat terputus sejak masa sekolah.”
Kuasa hukum Arif, Khadafi, mengatakan serangkaian kejanggalan soal target tadi bisa jadi akan menjadi poin-poin pembelaan jika pihaknya memutuskan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Sekarang masih pikir-pikir," tutur Khadafi.
Banyak tersenyum
Mengenakan baju koko panjang berwarna putih dan kafiyeh merah, Arif terlihat tenang sejak memasuki ruang sidang.
Bahkan, ia sempat melambaikan tangan dan berulang kali tersenyum ke arah istrinya yang mengenakan cadar hitam, yang duduk di barisan pengunjung.
Kepada BeritaBenar, istri Arif yang bernama Leni mengatakan, suaminya memang tenang melalui proses persidangan kali ini.
"Awal-awal saja tertekan," katanya, “sekarang sabar saja.”
Arif ditangkap aparat Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri pada 23 Desember 2015 di Bekasi, Jawa Barat.
Ia ditangkap bersamaan dengan anggota kelompok lain, seperti Andika Bagus Setiawan dan Ali.
Andika telah dijatuhi pidana lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sedangkan persidangan Ali masih berlangsung di pengadilan yang sama.
Dalam berkas dakwaan yang disusun jaksa penuntut, Arif Cs dijerat Pasal 15 juncto Pasal 9 dan Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aturan itu menyebutkan tentang pemufakatan jahat dan perbantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Seorang anggota lain belum tertangkap sampai kini, yaitu Sumardi Nurdin Abdurahman.
Adapun satu anggota lain, yaitu Nur Rohman, tewas saat melakukan bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Surakarta pada 5 Juli lalu, sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri.