Filipina: Pimpinan ISIS Asia Tenggara Tewas

Isnilon Hapilon yang memimpin pengepungan di Marawi terbunuh, kata pejabat setempat.
Jeoffrey Maitem, Froilan Gallardo, Mark Navales & Richel V. Umel
2017.10.16
Marawi, Filipina
111016Terror-620.jpg Panglima militer Filipina Jenderal Eduardo Aṅo menunjukkan foto-foto mayat Isnilon Hapilon, pemimpin ISIS di Asia Tenggara, dan Omarkhayam Maute, kepala militan Maute, yang memimpin serangan militan di Marawi, Filipina selatan, 16 Oktober, 2017.
Richel V. Umel/BeritaBenar

Isnilon Hapilon, warga Filipina pimpinan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) untuk wilayah Asia Tenggara telah terbunuh di Marawi, Filipina selatan, di mana tentara negara itu telah melakukan pertempuran untuk mengusir ISIS dari wilayah itu sejak bulan Mei, demikian pernyataan Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana, Monday, 16 Oktober 2017.

Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok militan bersenjata Abu Sayyaf yang telah berbaiat dengan ISIS, dibunuh bersama Omarkhayam Maute, seorang pemimpin militan lainnya, dalam bentrokan pada hari Senin dini hari, kata Lorenzana.

"Mereka dipastikan tewas," kata Lorenzana kepada wartawan di Manila, menambahkan bahwa kematian Hapilon dapat membantu "mematahkan" ancaman ISIS secara keseluruhan di selatan.

Lorenzana memperingatkan masyarakat untuk bersiap menghadapi lebih banyak serangan, terutama di pulau-pulau terdekat, Basilan dan Sulu, di selatan dimana ISIS memiliki sel-sel teroris yang aktif.

"Kami siap. Pasukan kita dipersiapkan. Kami tahu ini adalah modus operandi musuh, "katanya.

Kematian Hapilon terjadi setelah adanya laporan pertempuran sengit pada akhir pekan di Marawi, kota di Provinsi Lanao del Sur, di mana setidaknya 20 tentara, termasuk seorang kolonel, terluka dan setidaknya 17 sandera dibebaskan.

Lebih dari 160 tentara dan polisi, 822 gerilyawan dan 47 warga sipil telah terbunuh sejak 23 Mei ketika gerilyawan melancarkan serangan mereka di Marawi, seperti dilaporkan sejumlah pejabat.

Emir ISIS Asia Tenggara

Hapilon muncul pemimpin ISIS di Asia Tenggara tahun lalu. Dia adalah salah satu pemimpin kelompok Abu Sayyaf yang bertanggung jawab atas penculikan, pemancungan dan kekejaman lainnya di Filipina selatan sejak tahun 1990an.

Awal tahun ini, kelompok tersebut mengeksekusi seorang sandera Jerman berusia 70 tahun setelah pemerintahnya menolak tuntutan dari para penculiknya untuk membayar uang tebusan sebesar $ 600.000. Tahun lalu, mereka juga memancung dua orang Kanada yang diculik dari sebuah resor pantai di selatan.

Sedikit yang diketahui tentang kehidupan pribadi Hapilon, walaupun informasi dari intelijen Filipina menunjukkan bahwa militan tersebut lahir pada tahun 1966 dan pernah menjadi komandan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), sebuah kelompok pemberontak Muslim yang menandatangani kesepakatan damai dengan Manila di pertengahan 1990-an.

Hapilon, yang dianggap sebagai "emir", pemimpin ISIS di wilayah tersebut, berada dalam daftar teroris yang paling dicari pemerintah Amerika Serikat, dan kepalanya berharga $ 5 juta atas perannya dalam menculik 20 sandera, termasuk tiga warga Amerika, dari sebuah resor di Filipina selatan pada tahun 2001,

Dua sandera Amerika itu kemudian dibunuh, salah satunya dengan dipenggal sementara yang ketiga dibebaskan setelah setahun ditawan di hutan.

Lorenzana mengatakan bahwa pemerintah baru akan mengumumkan diakhirinya pertempuran di Marawi setelah pemerintah mengonfirmasi tidak ada lagi "teroris- berkeliaran" di kota tersebut.

"Masih ada tokoh lain yang ingin mereka dapatkan, Dr. Mahmud, warga Malaysia,yang menurut beberapa laporan masih bersembunyi di beberapa bangunan di sana dan itulah yang mereka coba lakukan sekarang," kata Lorenzana.

Gambar dari sebuah video yang dirilis oleh tentara Filipina menunjukkan Isnilon Hapilon (duduk, tengah), dan pemimpin militan lainnya merencanakan serangan ke kota Marawi, Filipina selatan, di sebuah lokasi yang dirahasiakan, 18 Juni 2017.
Gambar dari sebuah video yang dirilis oleh tentara Filipina menunjukkan Isnilon Hapilon (duduk, tengah), dan pemimpin militan lainnya merencanakan serangan ke kota Marawi, Filipina selatan, di sebuah lokasi yang dirahasiakan, 18 Juni 2017.
AFP

Mahmud Ahmad

Sementara itu dari Malaysia dilaporkan pejabat setempat memastikan militan warga Malaysia, Dr Mahmud atau Mahmud Ahmad, seorang profesor yang kemudian menjadi militan, selamat dalam pengepungan tentara Filipina.

"Dari informasi di tangan kami, Dr Mahmud masih hidup. Dia selamat dari serangan (yang membunuh Hapilon dan Maute)," demikian kata Inspektur Jenderal Polisi Malaysia, Muhamad Fuzi Harun, kepada BeritaBenar.

Mahmud digambarkan sebagai "Manusia Uang" yang mendanai serangan Marawi dan berlatih di kamp-kamp al-Qaeda di Afghanistan pada 1990-an saat belajar di Universitas Islam Islamabad, kata militer Filipina .

Dia adalah mantan dosen studi Islam di Universitas Malaya di Kuala Lumpur, salah satu universitas ternama di Malaysia.

"Apa yang kami kumpulkan sejauh ini menunjukkan bahwa dia kemungkinan besar akan menjadi pemimpin berikutnya dengan kematian Hapilon dan Maute. Dia akan mengambil alih kepemimpinan," kata Fuzi.

Kepala kepolisian Malaysia itu juga menambahkan pihak berwenang Malaysia terutama di negara bagian Sabah sangat waspada terhadap Mahmud jika dia memutuskan untuk melarikan diri dari Marawi dan berusaha untuk kembali ke Malaysia.

"Kami memantau karena dia adalah ancaman keamanan kami, kami sudah waspada terhadapnya (Mahmud)," katanya.

Disambut gembira

Sementara itu warga di Marawi yang mengungsi akibat wilayah mereka menjadi medan pertempuran bersukacita menyambut kematian Isnilon dan Omarkhayam.

Nairah Ampaso, 28, ibu dari lima anak yang tinggal di sebuah pusat evakuasi di ibu kota provinsi Lanao del Sur, mengatakan bahwa Allah menjawab doa mereka.

"Kami berdoa agar para pemimpin ini terbunuh," katanya, "saya senang mereka sudah mati."

"Saya berharap kematian mereka berarti berakhirnya perang dan kita bisa kembali ke rumah kita," tambahnya.

Nafisa Dimaro, 24, yang rumahnya dihancurkan oleh serangan udara di Raya Madaya, salah satu zona pertempuran utama, mengatakan bahwa dia yakin Allah tidak akan menerima jiwa pemimpin militan tersebut ke surga.

Felipe Villamor, Hareez Lee di Kuala Lumpur, dan Colin Forsythe di Kota Kinabalu Sabah turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.