Kisah Pilu Istri Pertama Santoso

Warga desa gempar ketika mengetahui Santoso menjadi pimpinan kelompok militan yang paling diburu, karena menurut mereka dia tak begitu paham agama.
Keisyah Aprilia
2016.10.21
Poso
161021_ID_Suwarni_1000.jpg Suwarni, duduk di pintu rumahnya di Desa Bakti Agung, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso, Sulawesi Tengah, 18 Oktober 2016.
Keisyah Aprilia/Berita Benar

Suwarni (35) alias Umi Wardah sudah harus menafkahi biaya hidup tiga anaknya sejak suaminya, Santoso, pergi empat tahun yang lalu tanpa pesan apapun. Bersama ketiga buah hatinya, Suwarni tinggal di Desa Bakti Agung, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Suwarni adalah istri pertama pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang paling dicari di Indonesia itu, sebelum sang suami tewas ditembak Satuan Tugas Operasi Tinombala pada 18 Juli 2016 di hutan Tambarana, Poso, tidak jauh dari desa kediaman Suwarni.

Penyakit diabetes yang dideritan Suwarni membuatnya tidak bisa bebas beraktivitas selain menjaga warung kecil yang dibukanya didepan rumah.

“Suwarni lagi sakit, makanya tak mau bertemu siapa-siapa. Yang pasti saat ini dia tinggal menunggu bantuan baik dari pemerintah maupun dermawan," tutur Kepala Desa Bakti Agung Yusmanto saat ditemui BeritaBenar, Selasa, 18 Oktober 2016.

Yusmanto –dipercaya Suwarni sebagai juru bicaranya jika ada wartawan hendak mewawancarainya. Menurut Yusmanto, Suwarni enggan untuk bertemu wartawan apalagi setelah kematian Santoso.

"Kalau bertemu warga desa tidak masalah. Hanya saja dia tidak mau ditemui orang baru, apalagi wartawan," jelas Yusmanto.

Tak tahu aktivitas Santoso

Menurutnya, sejak ditinggal Santoso tahun 2012, Suwarni tidak tahu-menahu kegiatan suaminya, demikian juga dengan warga Bakti Agung yang tidak mengetahui aktivitas Santoso, lelaki yang telah dimasukkan dalam daftar teroris global oleh pemerintah Amerika.

“Sejak ditinggalkan empat tahun lalu, Santoso tidak pernah pulang,” tutur Yusmanto.

Suwarni terkejut mengetahui suami yang menikahinya pada 1998 itu ada dalam di baliho Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dipasang polisi di sejumlah titik di Poso.

"Tentu Suwarni kaget, begitu juga warga desa. Tapi kami sebagai pemerintah desa tidak bisa diam dan tetap menguatkan hati Suwarni," kisah Yusmanto, yang menjadi Kepala Desa Bakti Agung sejak 2012.

Sejak 2014, Suwarni kerap didatangi aparat keamanan. Ia hanya bisa menjawab tak tahu aktivitas Santoso, laki-laki kelahiran 21 Agustis 1976 itu.

"Dulu banyak yang datang, tanya di mana Santoso bersembunyi dan apa yang dilakukan Santoso. Suwarni hanya menjawab tidak tahu, karena memang dia tak tahu," kata Yusmanto.

Setelah mendapat kabar Santoso tewas tertembak dalam operasi, Suwarni makin terpukul dan sering melamun sendiri.

Suwarni mungkin memang tidak mengetahui sepak terjang suaminya. Namun tidak demikian dengan istri kedua Santoso, Jumiatun Muslimayatun, atau Umi Delima, yang sejak 30 Juli 2016 telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri.

Perempuan kelahiran 1994 itu bergabung bersama MIT pertengahan 2014 lalu, setelah suami pertamanya, seorang anggota MIT asal Bima, tewas di tangan aparat. Jumiatun ditangkap di pegunungan Desa Tambarana lima hari setelah Santoso tewas.

Tidak dikucilkan

Meski menjadi istri mantan pimpinan MIT yang paling diburu, Suwarni dan keluarganya tidak dikucilkan warga desa.

"Seperti kalau ada bantuan dari desa, Suwarni diutamakan. Termasuk kemarin Suwarni dan anak-anaknya diberi Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP)," kata Kepala Babin Kamtibmas Desa Bakti Agung, Brigadir Kepala Kahar.

Menurutnya, warga Desa Bakti Agung adalah masyarakat yang majemuk. Dengan jumlah 1.650 jiwa, tidak pernah terjadi gejolak. Mereka saling menghargai satu sama lain meski berbeda agama yaitu Islam, Kristen dan Hindu.

"Di sini, warga saling menghargai satu sama lain. Termasuk dengan istri Santoso, meski mereka tahu dia istri pimpinan kelompok radikal, tetap dirangkul dan didampingi untuk hidup dengan baik," ungkap Kahar.

"Mereka (anak-anak Suwarni) sekolah dengan baik. Aktif di taman pengajian desa. Tidak dijauhi anak-anak di sini. Aktivitas mereka berjalan seperti biasa, meski mereka memang diketahui anak dari Santoso," tambah Kahar.

Santoso di mata warga

Meski sering mabuk dan bermain judi, Santoso dikenal sebagai warga biasa di Desa Bakti Agung, yang tidak pernah membuat onar di desa.

Santoso dikenal sebagai pekerja keras dan baik kepada warga. Berbagai pekerjaan pernah dilakoninya seperti menjual buku, perajin merk sendok, piring, dan terakhir sebagai tukang kayu serta batu.

Di Bakti Agung, Santoso pernah membangun sebuah pura yang hingga saat ini masih digunakan umat Hindu. Bahkan beberapa rumah warga juga pernah dikerjakannya.

"Dia orangnya kreatif dan sudah sekitar 20 tahun tinggal di sini. Dia juga menikah sama Suwarni di desa ini," kenang Daeng Ala, kawan Santoso semasa remaja.

Kala itu, Santoso belum begitu tahu soal agama. “Jangankan shalat lima waktu, shalat Jumat pun Santoso tidak pernah lakukan,” ujar Daeng.

Setelah diketahui sebagai pimpinan militan di Poso, warga Bakti Agung pun gempar.

"Kaget kami setelah tahu dia pimpinan MIT dan menjadi buronan nomor satu. Apalagi pengetahuan dia soal agama tidak begitu baik," tutup Daeng.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.