Pemimpin JAD Kecam Aksi Terorisme yang Membawanya ke Hukuman Mati
2022.04.04
Klaten, Jawa tengah
Pemimpin kelompok militan pro-ISIS yang sedang menunggu hukuman mati, Aman Abdurrahman, mengecam aksi terorisme yang dilakukan pengikutnya, terlebih lagi yang melibatkan perempuan dan anak-anak.
Dalam video yang diunggah ke sebuah akun YouTube pada 31 Maret, Aman mengatakan Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan syariat Islam tapi umat Islam harus bersabar dan tidak melakukan peperangan.
“Dalam buku-buku Ibnu Taimiyah, ketika orang hidup di Darul Kufri itu menggunakan ayat-ayat sabar... ayat-ayat komitmen dengan tauhid, menahan dari mengganggu orang lain dengan tindakan apapun,” ujar Aman.
“Apalagi perempuan melibatkan jihad itu tuntunan bukan Islam. Islam itu tidak ada jihad bagi perempuan, jihad perempuan itu adalah haji mabrur,” tambahnya.
Aman merupakan ideolog Jamaah Ansharut Daulah (JAD), jaringan militan yang menyatakan dukungannya kepada kelompok ekstrim Negara Islam, atau ISIS.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Aman pada 2018 setelah dia dinyatakan bersalah sebagai aktor intelektual dibalik serangkaian kasus terorisme, termasuk serangan bom di Jakarta Pusat tahun 2016 yang menewaskan 8 orang.
Dalam video di akun Cek Ombak Channel, Aman berbicara dengan nafas berat karena dia sedang dirawat di rumah sakit di Cilacap setelah menderita COVID-19, kata Hendro Fernando, pemilik akun YouTube itu.
Perekam video menolak untuk disebutkan namanya, ujarnya.
Aman juga mengatakan anak-anak tidak diwajibkan untuk melakukan jihad.
“Kalian mau mengikuti tuntunan siapa? Tuntunan nabi atau tuntunan hawa nafsu kalian? Kalian ikuti nafsu kalian seolah-olah nyawa milik kalian, bukan milik Allah,” ujarnya.
Ustaz itu mengeluhkan bahwa dia harus menanggung akibat dari tindakan pengikutnya yang tidak mengindahkan ajarannya.
“Dari dulu saya sudah ngajarin apa susahnya buat kalian. Tapi hanya segelintir orang saja yang paham yang mau baca,” ujarnya, “Semuanya hanya denger dari orang lain, sambil dari saya sedikit, mudharatnya buat saya semua. Ngerti gak?”
Tidak ada paksaan
Hendro, pemilik Cek Ombak Channel yang juga mantan narapidana terorisme karena keterlibatan dalam menyuplai senjata untuk kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), yang terafiliasi ISIS, meyakini bahwa Aman bersungguh-sungguh dalam ucapannya.
“Ada banyak orang yang menggunakan namanya padahal perintah itu tidak datang darinya, membuat Aman yang tidak tahu apa-apa terkena mudharatnya,” ujar Hendro kepada BenarNews.
Masih menurut Hendro, secara struktural JAD sudah bubar.
“Sekarang kiblatnya langsung ke Suriah ke Abu Hasan. Tetapi dalil-dalil yang dipakai masih punya Aman karena dia aktif menerjemahkan dakwah, sehingga Ustaz Aman yang kena.”
Hendro yang juga pernah menjadi simpatisan ISIS, mengakui bahwa pengikut kelompok itu merujuk ke Aman, namun menurutnya mereka sudah terpecah.
Ada kelompok yang mengkafirkan semuanya yang oleh Hendro disebut dengan kelompok non-rinci.
“Kelompok non-rinci inilah yang melakukan amaliyah (serangan) bom-bom bunuh diri ini, selain itu metodenya sudah berubah, sekarang lebih ke individu sehingga sulit dilacak, tetapi mereka masih menggunakan Ustaz Aman sebagai rujukan dan membaca buku-buku seperti buku yang saya baca dulu,” ujarnya.
“Selain memang mereka masih memakai perintah (ISIS) di tahun 2014 lalu untuk membuka front-front jihad di wilayah masing-masing dan memfatwakannya sebagai fardhu’ain (wajib) selayaknya sholat,” ujar Hendro menambahkan.
Buku Aman yang pernah dibaca Hendro (Ya Mereka Memang Thaghut) memang tidak berisi anjuran untuk melakukan penyerangan, tetapi ada penyebutan status-status tentang TNI, polisi dan sebagainya serta alasan kenapa mereka dibenci.
“Secara konteks Aman Abdurrahman tidak mewajibkan amaliyah, tetapi secara pemikiran mewajibkan,” ujar Hendro, tanpa merinci perbedaan keduanya.
Di pengadilan, Aman juga membantah tuduhan dia memerintahkan penyerangan.
Aman juga pernah menjalani masa hukuman sembilan tahun penjara karena keterlibatannya dalam pelatihan paramiliter kelompok Jemaah Islamiyah (JI) di Aceh pada 2010.
Aman pertama kali dibui dengan hukuman 7 tahun penjara pada tahun 2004 kerena terbukti bersalah merencanakan aksi terorisme yang gagal karena bom rakitannya meledak di rumah kontrakannya di Cimanggis, Depok.
Pada Januari 2017, pemerintah AS menetapkan Aman sebagai “teroris global,” menuduhnya sebagai pendiri JAD, yang terdiri puluhan anggota pro-ISIS. Amerika juga menggambarkannya sebagai “pemimpin de facto pendukung ISIS di Indonesia.”
JAD terlibat dalam bom bunuh diri yang menyasar tiga gereja dan markas kantor polisi serta peledakan di sebuah rumah kontrakan di Surabaya pada tahun 2018, yang melibatkan tiga keluarga termasuk di dalamnya perempuan dan anak-anak, demikian menurut pejabat terkait.
Sebanyak 27 orang tewas dalam kejadian tersebut termasuk 13 tersangka. Namun demikian Aman belum didakwa dalam serangan itu.
“Tidak diragukan bahwa Aman Abdurrahman adalah ideolog ekstrimis Indonesia yang paling utama, yang tulisan dan ceramahnya, disebarluaskan secara online dan melalui media sosial, mempengaruhi ribuan orang,” Sidney Jones, pengamat militansi Islam di Indonesia, waktu itu.
Memecah kelompok
Video tersebut saat ini menurut Hendro masih menjadi perdebatan di antara para pengikutnya, termasuk mempertanyakan pesan-pesan yang diucapkan oleh Aman.
Meski video ini mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap tindakan para pengikutnya, Hendro mengatakan ada kemungkinan video ini bisa membuat kelompok semakin terpecah belah.
“Kalau kepalanya sudah berubah, mungkin saja anak buahnya juga berubah. Bisa saja nanti tidak ada jihad atau amaliyah di Indonesia, kalau mau amaliyah ke Suriah langsung,” ujarnya.
Analis dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Dyah Ayu Kartika, berpendapat bahwa teguran tersebut mungkin akan berdampak, tetapi sifatnya sementara karena para pengikut selalu mempunyai cara untuk menjustifikasi aksi-aksinya.
“Dan perlu diingat juga kalau keterlibatan perempuan dalam terorisme sangat bervariasi, tidak hanya aksi jihad secara langsung, tetapi peran penting lainnya,” ujar Dyah.
Ardi Putra Prasetya, analis pemasyarakatan Direktorat Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan bahwa mungkin tidak ada korelasi garis lurus antara apa yang dinyatakan oleh Aman ini dengan berkurangnya jihad dan amaliyah di Indonesia.
“Tetapi secara tidak langsung bisa berpengaruh, karena akan muncul fraksi-fraksi dalam kelompok JAD yang sudah terpecah sehingga semakin kecil kelompoknya,” ujarnya.
“Tetapi untuk amaliyah, bisa saja ada anggota yang tidak setuju dengan Aman atau semakin benci dengan Aman dan memutuskan keluar kelompok dan melakukan amaliyah sendiri,” ujar Ardi.