Densus 88 Tembak Tewas 1 Terduga Teroris di Jateng, Tangkap 3 Lainnya
2020.03.26
Jakarta
Polisi menembak mati satu terduga anggota kelompok militan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan menangkap tiga lainnya di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, kata juru bicara Kepolisian Republik Indonesia, Kamis (26/3).
Tim Densus 88 melakukan penggerebekan di sebuah rumah di Dukuh Ngepung, Subah, Rabu (25/3), sekitar pukul 15.30 WIB dan menangkap empat terduga anggota JAD, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Prabowo Argo Yuwono.
“Ada salah satu dari terduga teroris yang melakukan perlawanan dengan pedang samurai sehingga ditindak tegas Densus 88,” kata Argo kepada BenarNews.
Ketiga orang yang ditangkap di Batang diindentifikasi dengan inisial MF, MS, dan MW sementara terduga yang ditembak disebut dengan inisial MT, kata Argo.
Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti yang terdiri dari beberapa senjata tajam, beberapa catatan, 10 bungkus korek api, 10 buah resistor, 4 unit ponsel, 24 botol berisi cairan, dan satu jerigen berisi minyak.
“Jenis cairan sedang dicek oleh petugas,” sambung Argo.
Dari pemeriksaan awal, Argo menyebut ketiga terduga teroris yang berhasil diamankan adalah bagian dari jaringan JAD cabang Makassar (Sulawesi Selatan), Semarang, Temanggung dan Kendal (Jawa Tengah).
Pada tanggal 11 Maret, tim Densus 88 juga menangkap salah seorang warga Payakumbuh, Sumatra Barat, karena diduga terlibat dengan JAD cabang Pekanbaru. JAD adalah kelompok militan Indonesia yang terafiliasi dengan Negara Islam (ISIS).
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengatakan Sumatra Barat dan Jawa Tengah adalah dua dari sepuluh provinsi yang rawan tindakan terorisme.
Delapan provinsi lainnya adalah Aceh, Sumatra Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Ancaman serius
Peneliti dari Program Studi Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Garnadi Walanda Dharmaputra, menyebut terorisme adalah ancaman terhadap keamanan yang tidak kalah serius dari wabah corona saat ini.
“Kita tahu bahwa pengawasan terhadap jaringan-jaringan terorisme di Indonesia ini belum maksimal. Dalam skala kecil, beberapa kelompok masih melakukan pergerakan-pergerakan,” kata Garnadi kepada BenarNews.
“Maka pengawasan tidak boleh lengah, sebenarnya ini ancaman yang tak kalah serius dari virus corona,” tambahnya.
Kedok badan amal
Dari studi yang baru-baru ini disusunnya, sejumlah kelompok teroris kerap menjaring dana dengan menggunakan kedok badan amal keagamaan.
Setidaknya ada 20 badan amal keagamaan di Indonesia yang mentransfer sebagian dana yang terhimpun untuk kelompok-kelompok radikal yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah (JI) dan JAD. Bahkan, porsi dana yang ditransfer bisa mencapai 63 persen dari keseluruhan yang diterima melalui donasi.
Efektivitas program deradikalisasi dipertanyakan
Penasihat Hukum Residen Departemen Kehakiman AS, Bruce Miyake, dalam sebuah diskusi di Jakarta, awal Maret 2020, menyarankan Pemerintah Indonesia untuk bersikap transparan atas program deradikalisasi terhadap para narapidana terorisme.
Hal ini lantaran masih banyak residivis terorisme yang kembali melakukan aksi yang sama.
“Mereka seperti dibiarkan begitu saja, tidak ada pengawasan. Pemerintah perlu melakukan sesuatu agar mereka tidak menemukan kembali ideologi radikal itu,” kata Miyake.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, mengklaim sampai awal Maret 2020, telah ada 117 mantan narapidana kasus terorisme yang berhasil dideradikalisasi.
Puluhan di antaranya menjalankan program deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah.
“Informasinya di Nusakambangan sudah ada 48 mantan napi teroris yang sekarang sudah kembali ke NKRI,” kata Mahfud.
Saat ini terdapat hampir 200 narapidana kasus terorisme yang menjalani hukuman di lapas di Pulau Nusakambangan dengan tingkat keamanan super maximum security, maximum security, dan medium security.