Angkatan Laut Indonesia dan Jepang Latihan Bersama di Perairan Natuna
2020.10.07
Jakarta

Tentara Angkatan Laut (AL) bersama dengan pasukan maritim Jepang menggelar latihan bersama di Laut Natuna Utara, kata komandan TNI AL pada Rabu (7/10), di tengah ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan dan klaim sejarah Tiongkok atas perairan itu.
Latihan yang digelar pada Selasa (6/10) menggunakan rute di Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia (ZEEI) dari mulai Pulau Jemaja hingga keluar dari perairan Natuna Utara, yang merupakan ujung bagian selatan dari Laut Cina Selatan, tulis rilis resmi Komando Armada (Koarmada) I TNI AL.
Panglima Koarmada I Laksamana Muda Abdul Rasyid K mengatakan latihan gabungan ini adalah bagian dari diplomasi militer Indonesia dengan negara-negara sahabat di tengah pandemi COVID-19.
“Salah satunya melaksanakan latihan bersama dengan negara-negara sahabat menggunakan metode passing exercise untuk mempererat hubungan internasional dan menjaga stabilitas di kawasan,” kata Rasyid dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Dalam latihan tersebut, TNI AL menerjunkan pasukan dari unsur Gugus Tugas Laut Koarmada I (Guspurla Koarmada I) yang terdiri dari Kapal RI (KRI) John Lie-358 dan KRI Sutanto-377.
Sementara, pasukan Japan Maritime Self-Defense Force (JMSDF) melibatkan kapal pengangkut helicopter JS KAGA dan kapal penghancur JS Ikazuchi.
Di Pulau Jemaja, kedua pasukan melaksanakan Rendezvous (RV) atau tugas patroli dilanjutkan dengan penghormatan dan saling sapa antara Komandan Guspurla Koarmada I Laksma Dato Rusman dengan Commander of Escort Flotilla 2, Rear Admiral Konno Yasushige.
Latihan kemudian dilanjutkan dengan komunikasi menggunakan isyarat bendera (flaghoist) yang dipimpin KRI John Lie-358 dan latihan RAS Approach (RASAP) atau prosedur manuver dalam pemindahan logistik yang dipimpin helikopter JS Kaga.
Materi latihan kemudian dilanjutkan dengan manuver taktis/tactical manuver yang dipimpin KRI Sutanto dan diakhiri dengan salam perpisahan (farewell pass).
“Kami sangat senang bertemu dan latihan bersama dengan JMSDF, berlatih dengan Angkatan Laut negara sahabat yang profesional untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam menjaga stabilitas kawasan,” kata Komandan Guspurla, Dato Rusman.
TNI AL terakhir kali melakukan latihan militer di Laut Natuna Utara pada akhir Juli 2020, di tengah ketegangan antara Cina dan Amerika Serikat (AS) di perairan yang menjadi sengketa di kawasan itu.
Latihan itu melibatkan 2.000 personel, 26 kapal perang (KRI), 15 pesawat tempur TNI AL, dua pesawat tempur milik TNI AU, dan 18 kendaraan tempur maritim. Adapun unsur yang terlibat antara lain Koarmada I, Kolinlamil (Komando Lintas Laut Militer), Marinir dan Puspenerbal (Pusat Penerbangan Angkatan Laut).
“Ini dalam rangka latihan perang, sesuai program kita, dan ini latihan rutin bertingkat dari latihan perorangan, kelompok, (dan) satuan,” kata Kadispen Koarmada I TNI AL, Letkol Laut Fajar Tri Rohadi ketika itu.
Tangkap dua kapal ikan asing
Akhir pekan lalu, patroli TNI AL menangkap dua kapal ikan asing berbendera Vietnam yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Laut Natuna Utara.
Komandan Guspurla Koarmada I Dato Rusman mengatakan patroli yang dilakukan oleh KRI John Lie-358 mendeteksi dua kontak dari kapal ikan asing pada Jumat (2/10), pada sekitar pukul 2 dini hari.
Kedua kapal asing sempat berusaha melarikan diri melalui upaya mengelabui dengan mematikan semua lampu kapal, melepaskan jaring, dan menambah kecepatan dengan berpencar menjauh ke arah utara untuk menghindari KRI John Lie-358.
Setelah nyaris dua jam pengejaran, dua kapal bernomor BV0908TS dan BV4977TS berhasil dicegat KRI John Lie-358 dan dikawal menuju Pangkalan AL Ranai, Natuna.
“Dari pemeriksaan awal kedua KIA (kapal ikan asing) berbendera Vietnam tersebut diduga melakukan penangkapan ikan di Perairan Landas Kontinen Indonesia tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah, serta menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai dengan aturan,” kata Dato.
Jika terbukti melakukan penangkapan ilegal, maka kedua kapal yang membawa 14 kru tersebut berpotensi dikenakan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar karena melanggar Pasal 93 UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
“TNI AL, utamanya Koarmada I, tidak pernah merubah komitmen, secara rutin dan terus menerus hadir di perairan Yurisdiksi nasional Indonesia untuk menegakkan hukum dan kedaulatan Indonesia. Penangkapan 2 KIA berbendera Vietnam ini merupakan salah satu wujud nyata yang dikerjakan jajaran Koarmada I atas komitmen tersebut," tukas Dato.
Meski Indonesia tidak menganggap memiliki klaim di Laut Cina Selatan, Jakarta kerap memprotes masuknya kapal ikan dan patrol laut Cina ke wilayan zona ekonomi eksklusif di perairan Natuna.
Cina bersikeras bahwa mereka memiliki hak sejarah atas perairan itu, namun Jakarta menganggap klaim itu tidak sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Dalam pernyataan baru-baru ini, AS menyebut Cina melakukan “agresi” di Laut Cina Selatan. Sebaliknya, Cina menyebut AS sebagai pemicu terbesar militerisasi di laut yang disengketakan tersebut.
Pernyataan bersama usai pertemuan setingkat menteri luar negeri ASEAN bulan lalu, para diplomat di kawasan itu meminta semua pihak untuk menahan diri, menghindari tindakan yang membuat situasi rumit, dan mengupayakan cara-cara damai dalam penyelesaian konflik di perairan yang kaya sumber daya alam dan mineral tersebut.