Presiden Jokowi beri pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo
2024.02.28
Jakarta
Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberi pangkat jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Rabu (28/2), di tengah kritik dari kelompok hak asasi manusia atas rekam jejak calon penggantinya itu.
Prabowo, yang diberhentikan dari militer dengan pangkat terakhir letnan jenderal atas tuduhan menculik dan menghilangkan aktivis pro-demokrasi, hampir pasti memenangi pemilihan presiden bulan ini.
Prabowo, yang mencalonkan diri bersama putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, memperoleh 58 persen suara, menurut penghitungan sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Jokowi mengatakan pemberian pangkat jenderal kehormatan tersebut merupakan apresiasi dan penegasan atas pengabdian Prabowo kepada bangsa dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dia menepis adanya motif politik di balik pemberian penghargaan tersebut, dan mengatakan bahwa hal itu didasarkan pada usulan dari pimpinan TNI.
"Kalau transaksi politik, kita berikan sebelum pemilu. Ini setelah pemilu, jadi tidak ada asumsi seperti itu," kata Jokowi saat upacara di Mabes TNI di Cilangkap.
Prabowo dua kali kalah dalam pemilihan presiden melawan Jokowi pada pemilu presiden 2014 dan 2019, sebelum akhirnya menerima tawaran mantan seterunya itu menjadi menteri pertahanan.
Prabowo, 72, lulus dari Akademi Militer pada 1974 dan bergabung dengan komando pasukan khusus Angkatan Darat, Kopassus, dan menjadi komandan jenderal pasukan elite tersebut pada 1995.
Prabowo menikah dengan Siti Hediati Hariyadi, putri presiden Soeharto, pada 1983 dan naik pangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 1998, sebelum akhirnya diberhentikan dari dinas militer.
Dewan Kehormatan Perwira menyarankan pemberhentian Prabowo dari dinas militer setelah dia diputus bersalah atas beberapa pelanggaran, termasuk keterlibatan dalam penculikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi selama protes mahasiswa 1998 yang menyebabkan jatuhnya Suharto dari kursi presiden.
Prabowo membantah melakukan kesalahan dan mengatakan dia hanya mengikuti perintah atasannya.
Prabowo, yang belum pernah diadili di pengadilan sipil atas tuduhan kejahatan tersebut, juga mengatakan bahwa dia telah mengembalikan sembilan aktivis yang dia culik dengan selamat ke keluarga mereka dan tidak mengetahui apa yang terjadi pada beberapa aktivis lainnya yang tidak pernah muncul kembali.
Tahun lalu, Jokowi mengakui adanya 12 pelanggaran hak asasi manusia yang parah di negara ini sejak tahun 1960-an, termasuk penculikan aktivis pro-demokrasi pada tahun 1998.
Protes kelompok hak asasi manusia
Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, mengecam pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo tersebut.
“Bagaimana bisa mereka memberikan penghargaan kepada mereka yang digulingkan oleh gerakan reformasi tahun 1998?” kata Usman.
"Prabowo tidak pernah diadili atas kejahatan yang dituduhkan padanya. Dia masih masuk dalam daftar hitam dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan."
KontraS, kelompok hak asasi manusia lainnya, juga keberatan dengan pangkat kehormatan yang diberikan kepada Prabowo, dengan mengatakan bahwa hal itu akan memperkuat budaya impunitas.
“Penghargaan ini akan membuat kejahatan yang dilakukan atau melibatkan aparat militer tampak biasa saja,” kata Andi Rezaldy, Wakil Koordinator KontraS, dalam keterangannya.
“Kami mendesak Presiden untuk mencabut rencana pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo.”
Juru bicara militer Mayjen Nugraha Gumelar membela pemberian pangkat kehormatan tersebut.
“Tidak ada kata-kata 'pemberhentian tidak dengan hormat' dalam keputusan presiden yang memberhentikan Prabowo pada 1998,” kata dia.
Pemberian penghargaan ini semakin kontroversial karena putra sulung Jokowi, Gibran, mendapat keuntungan dari putusan Mahkamah Konstitusi pada Oktober yang memuluskan jalan baginya mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama Prabowo.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, yang menikah dengan saudara perempuan Jokowi, diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua lembaga tersebut pada November karena pelanggaran etika terkait dengan putusan tersebut.
Jokowi dituduh menggunakan langkah-langkah populis, seperti membagikan bantuan sosial lebih awal, dan menaikkan gaji pegawai negeri, polisi, dan militer, yang menurut para kritikus bertujuan untuk meningkatkan peluang Prabowo.
Presiden membantah adanya manipulasi terhadap sistem peradilan atau memihak pada kandidat tertentu.
Jokowi tidak secara terbuka mendukung kandidat mana pun, namun para kritikus menuduh pemerintahannya telah merusak materi pemerintahan dan mempengaruhi sistem peradilan untuk memastikan kemenangan bagi Prabowo dan Gibran yang berusia 36 tahun.
Khairul Fahmi, analis militer di Institute for Security and Strategic Studies, atau ISESS, mengatakan Prabowo tidak kehilangan haknya sebagai perwira militer karena diberhentikan dengan hormat.
Dia masih berhak menerima penghargaan militer dan pangkat khusus, kata Khairul kepada BenarNews.
“Tidak ada fakta hukum dan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang menyatakan dan memvonis Prabowo sebagai pelaku pelanggaran HAM berat,” kata Khairul.
“Sampai hal itu terjadi, Prabowo juga berhak atas asas praduga tak bersalah.”