Jokowi Minta Barat Hilangkan Persepsi Islam Sebagai Musuh
2017.05.22
Jakarta
Presiden Joko “Jokowi” Widodo secara khusus menyampaikan harapan kepada dunia Islam untuk membantu mengirim pesan kemitraan agar Amerika Serikat (AS) dan Barat menghilangkan persepsi mereka melihat Islam sebagai musuh.
“Sejarah mengajarkan kita bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme. Pemikiran keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar,” katanya saat berbicara di Arab Islamic America Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika di Riyadh, Arab Saudi, Minggu, 21 Mei 2017.
Pertemuan itu dihadiri Presiden AS Donald Trump serta sekitar 30 kepala negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan tuan rumah Raja Salman dari Arab Saudi.
Menurut Jokowi, ancaman radikalisme dan terorisme terjadi di mana saja, tak terkecuali di Indonesia.
Jokowi menambahkan dunia seharusnya juga sangat prihatin atas jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libya.
“Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme,” ujarnya, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima BeritaBenar di Jakarta, Senin.
Jutaan generasi muda, lanjutnya, harus keluar dari negaranya akibat perang sehingga kehilangan harapan masa depannya untuk mencari kehidupan lebih baik.
“Kondisi ini membuat anak-anak muda frustasi dan marah. Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya bibit baru ektremisme dan radikalisme,” tegasnya.
Soft power
Dalam melawan terorisme, jelas Jokowi, selain pendekatan hard power, Indonesia juga meyakini pentingnya mengutamakan soft power lewat pendekatan agama dan budaya.
“Untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat keluarga, termasuk keluarga mantan narapidana terorisme yang sudah sadar, dan organisasi masyarakat,” ujarnya.
Untuk kontra radikalisasi, lanjutnya, antara lain merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.
“Lebih penting lagi pertemuan harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia,” harapnya.
Di akhir sambutannya, Jokowi menyampaikan empat pemikirannya. Pertama umat Islam sedunia harus bersatu untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah.
“Persatuan umat Islam merupakan kunci untuk keberhasilan memberantas terorisme; janganlah energi kita habis untuk saling bermusuhan,” katanya.
Kedua, kerja sama pemberantasan radikalisme dan aksi terorisme harus ditingkatkan, termasuk dalam pertukaran informasi intelijen, pertukaran penanganan FTF (Foreign Terrorist Fighters), dan peningkatan kapasitas.
“Semua sumber pendanaan harus dihentikan. Kita semua tahu banyaknya dana yang mengalir sampai ke akar rumput di banyak negara dalam rangka penyebaran ideologi ekstrem dan radikal,” tuturnya.
Ketiga, upaya menyelesaikan akar masalah harus terus ditingkatkan, ketimpangan dan ketidakadilan harus diakhiri dan pemberdayaan ekonomi yang inklusif perlu diperkuat.
“Terakhir, saya berharap setiap kita harus berani menjadi part of solution dan bukan part of problem dari upaya pemberantasan terorisme. Setiap kita harus dapat menjadi bagian upaya penciptaan perdamaian dunia,” ujarnya.
Disambut baik
Anggota Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin, menilai pernyataan Jokowi di KTT Arab Islam Amerika sebagai tindakan berani dan mewakili banyak negara Islam.
“Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Donald Trump yang hadir, pernyataan Jokowi sangat terbuka karena memang perlu disampaikan ke negara barat kalau terorisme itu bukan Islam dan Islam tak perlu dianggap sebagai musuh,” katanya kepada BeritaBenar.
Sejak serangan di gedung kembar World Trade Center (WTC) di New York, AS, 11 September 2001, ujar Tubagus, Barat – terutama AS — menganggap Islam sebagai musuh karena aksi teror yang membunuh ribuan orang itu sehingga banyak muslim dicurigai sebagai teroris.
“Perlu menjelaskan ke masyarakat AS dan Eropa kalau ajaran Islam tidak setuju dengan kekerasan. Islam membawa kedamaian di dunia, Islam itu rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam),” jelas politisi PDI Perjuangan tersebut.
Dia menambahkan, pernyataan Jokowi secara eksplisit mengajak dunia untuk bersama dan bersatu melawan terorisme.
Meskipun dianggap positif, anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, berharap pernyataan Jokowi terkait pendekatan soft power tidak hanya retorika semata.
"Semoga bisa direalisasikan di dalam negeri untuk lebih mengutamakan soft approach kecuali memang teroris memakai senjata api dan menebarkan ketakutan masyarakat," katanya kepada BeritaBenar.
Menurut politisi PKS ini, pendekatan soft power belum seperti diharapkan karena masih banyak kasus terorisme di Indonesia yang menyebabkan pelakunya tewas di tempat.
"Kerjasama kementerian juga harus dilakukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan sehingga ada harapan bagi pelaku teroris bertobat " ujar Nasir.
Sedangkan, pakar Hubungan Luar Negeri Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Reza Widyarsa, mengatakan pengaruh Arab Saudi dalam dunia Islam sangat besar terutama dalam bidang pendidikan.
“Banyak Muslim dunia dan WNI kuliah ke negara Arab dan membawa pengaruhnya ke Indonesia dengan mendirikan yayasan dan sekolah. Jadi menyebarkan Islam moderat sangat bagus untuk ideologi dunia Islam ke depan,” katanya saat dihubungi.
Menurut Reza, Arab Saudi adalah salah satu negara paling keras melawan terorisme.
“Banyak ulama moderat di sana. Foreign policy Arab Saudi juga anti ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah),” paparnya.
Meski diakui beberapa dari ulama Arab Saudi juga radikal, Reza mengatakan mayoritas mereka berada dalam pengawasan pemerintah kaya minyak itu.
“Masalahnya mazhab kita beda dengan Arab Saudi. Itu mungkin ada perbedaan dalam pengertian mana yang moderat dan mana yang radikal,” pungkas Reza.