Jokowi kunjungi 4 negara Afrika untuk solidaritas Global South, hadiri pertemuan BRICS

Indonesia belum memutuskan kemungkinan ikut keanggotaan BRICS.
Dandy Koswaraputra
2023.08.21
Jakarta
Jokowi kunjungi 4 negara Afrika untuk solidaritas Global South, hadiri pertemuan BRICS Presiden Indonesia Joko Widodo meninjau regu kehormatan dari pasukan militer Kenya sebelum mengadakan pertemuan dengan Presiden Kenya William Ruto untuk pengesahan perjanjian kerja sama perdagangan bilateral di Gedung Negara di Nairobi, Kenya, 21 Agustus 2023
[Monicah Mwangi/Reuters]

Presiden Indonesia Joko "Jokowi" Widodo pada Senin mengunjungi Kenya sebagai bagian dari lawatan ke empat negara di Afrika untuk memperkuat solidaritas dan kerja sama di antara negara-negara Global South sekaligus menjadi tamu istimewa pertemuan puncak lima negara berkembang terdepan dunia, BRICS.

Dalam lawatan pertama Presiden Jokowi ke Benua Afrika, ia juga akan menghadiri pertemuan konferensi tingkat tinggi BRICS, beranggotakan Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan, yang dihelat di Johannesburg, Afrika Selatan, dari 22 hingga 24 Agustus, menurut Kantor Staf Presiden (KSP).

“Indonesia hadir karena diundang Afrika Selatan. Undangan balasan, sewaktu KTT G20 (di Bali) Afrika Selatan juga diundang sebagai Ketua BRICS,” kata Theo Litaay, tenaga ahli KSP, kepada BenarNews, Senin (21/8).

Indonesia dan Afrika memiliki hubungan sejarah yang panjang sejak Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika 1955 dan memainkan peran kunci dalam Gerakan Non-Blok, kata Presiden Jokowi dalam laman Twitter-nya kemarin.

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan bahwa dirinya berharap dapat menjamu Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva pada perhelatan puncak tiga hari tersebut.

Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin akan menghadiri KTT melalui daring karena ada surat perintah penangkapan dari Mahkamah Internasional terhadap dirinya terkait konflik di Ukraina, kata Ramaphosa dalam laman resmi BRICS merujuk pada perang yang dipicu oleh invasi militer Rusia ke negara tetangganya Ukraina.

BRICS didirikan sebagai kelompok informal pada 2009 guna menyediakan platform bagi anggotanya untuk menantang tatanan dunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutu Baratnya. Rusia memprakarsai terbentuknya kelompok ini, seperti dikutip di Reuters.

BRICS mencakup lebih dari 40 persen populasi dunia dan seperempat dari ekonomi global. Selain geopolitik, fokus grup ini mencakup kerja sama ekonomi dan peningkatan perdagangan dan pembangunan multilateral.

Perluas keanggotaan

Salah satu agenda pertemuan puncak BRICS ke-15 ini adalah memperluas keanggotaan blok tersebut, Anil Sooklal, duta besar Afrika Selatan untuk Asia dan BRICS, mengatakan kepada AFP.

Dalam laporannya pada 20 Juli, kantor berita Rusia, TASS, mengungkapkan lebih dari 20 negara, termasuk Indonesia, tertarik menjadi anggota BRICS.

Menanggapi kemungkinan Indonesia masuk menjadi anggota BRICS, Tenaga Ahli Utama KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan bahwa pemerintah perlu membuat kajian komprehensip lintas sektor terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menjadi anggota.

“Indonesia sebagai the emerging power dengan legasi non-block yang mengakar tentu leluasa melakukan hubungan internasional dengan pihak mana pun, termasuk memenuhi undangan KTT BRICS,” kata Ruhaini kepada BenarNews.

Ruhaini menambahkan undangan BRICS kepada Indonesia menunjukkan semakin menguatnya posisi strategis negara ini di forum tersebut.

“Ini menjadi arahan Presiden agar kita berupaya mengembalikan posisi strategis Indonesia di peta dunia,” kata dia.

Namun, ketika ditanya jurnalis awal bulan ini tentang spekulasi bahwa Indonesia menjadi anggota BRICS, Jokowi menunjukkan bahwa Jakarta belum memutuskan. "Nanti kita putuskan," kata Presiden, seperti dikutip kantor berita Antara.

Politik bebas aktif

Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati mengatakan implikasi strategis kehadiran Indonesia pada forum BRICS menunjukkan kepada dunia bahwa posisi geopolitik-ekonomi negara ini adalah bebas dan aktif.

“Jika Indonesia menjadi member BRICS maka Indonesia tidak lagi pada posisi bebas dan aktif secara netral,” kata Ninasapti kepada BenarNews.

Artinya, kata dia, dengan menjadi anggota BRICS maka Indonesia menghadapi resiko kehilangan dukungan AS dan Eropa dalam hal ekonomi.

Yusuf Rendy, analis ekonomi Center of Reform on Economics (CORE), mengatakan bahwa BRICS merupakan negara emerging market yang menguasai sekitar 30 persen dari total produk domestik bruto (PDB) global sehingga pemerintah melihat strategisnya kelompok negara tersebut untuk digunakan Indonesia mencapai beberapa agenda penting.

“Untuk perdagangan global, misalnya, Indonesia bisa memperkuat hubungan dagang dengan Rusia, Brasil kemudian juga Afrika Selatan yang kalau kita lihat secara share sebenarnya belum begitu besar,” kata Rendy kepada BenarNews.

Artinya, tambah dia, masih ada ruang bagi Indonesia untuk meningkatkan share hubungan dengan internasional, dengan kedua negara tersebut, terutama hal ini relevan dengan upaya Indonesia untuk melakukan diversifikasi pangsa pasar ekspor di luar China itu sendiri.

Menurut Rendy, bergabungnya Indonesia juga secara politik internasional global bisa menjadi contoh agar negara-negara mulai mengedepankan hubungan yang menguntungkan kedua belah pihak, apalagi di tengah memburuknya kondisi geopolitik global yang dipicu konflik di Ukraina.

“Saya kira bisa menjadi semacam jalan tengah untuk menurunkan tensi dari konflik geopolitik itu sendiri,” kata Rendy.

Ekonom Universitas Padjadjaran Yayan Satyaki mengatakan bahwa secara geopolitik, Indonesia melakukan hal ini masih dianggap netral, karena Indonesia masih merupakan bagian dari Non-Aligned Movement (NAM), forum 120 negara yang tidak secara resmi memperlihatkan dukungan atau kecaman terhadap blok utama manapun.

Dalam konsep perdagangan Internasional, pendekatan kepada BRICS merupakan hal yang wajar, kata Yayan, karena Indonesia mencoba mengembangkan ekonomi ke pasar masih belum tergali secara maksimal, seperti pasar Amerika Latin dan Afrika.

“Dan secara karakteristik struktur ekonomi negara BRICS ini mirip dengan Indonesia,” kata Yayan kepada BenarNews.

“Tetapi ada catatan, bahwa jika Indonesia bergabung dengan BRICS, kita harus melihat bahwa motif Indonesia terhadap kerja sama ini adalah motif ekonomi. Sehingga dengan kondisi seperti ini saya kira wajar.”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.