Jokowi desak DPR segera sahkan RUU Perampasan Aset

RUU itu sudah diajukan pihak pemerintah ke DPR sejak 2020 tapi belum kunjung dibahas sampai sekarang.
Arie Firdaus & Tria Dianti
2023.04.05
Jakarta
Jokowi desak DPR segera sahkan RUU Perampasan Aset Presiden Joko Widodo dalam sebuah wawancara di Kehati Sawerigading Wallacea di Sorowako, Sulawesi Selatan, 30 Maret 2023
Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters

Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Rabu (5/4) mendesak parlemen untuk segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dalam upaya memberantas korupsi dan memiskinkan koruptor di Indonesia.

Rancangan undang-undang itu sudah diajukan oleh pihak eksekutif ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 2020 dan dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2023, tapi belum kunjung dibahas sampai sekarang.

Jokowi mengatakan, keberadaan UU Perampasan Aset akan memberikan landasan hukum bagi aparat dalam menyita harta terkait tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, pencurian, hingga penggelapan.

"Kami terus dorong agar segera diselesaikan oleh DPR... UU Perampasan Aset itu akan memudahkan proses, terutama dalam tindak pidana korupsi, karena payung hukumnya jelas," kata Jokowi kepada wartawan di Jakarta.

Pemerintah diminta melobi ketua partai politik
Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) pada Rabu pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD sempat pula meminta dukungan untuk pembahasan RUU Perampasan Aset, di sela-sela pembahasan dugaan transaksi janggal senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.

Namun Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto pada rapat itu justru meminta Mahfud melobi para ketua partai politik karena menurutnya semua anggota DPR hanya mematuhi perintah dari ketua partai masing-masing.

Bambang merupakan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

"Lobinya jangan di sini, Pak. Ini semua menuruti bosnya masing-masing. Di sini boleh ngomong galak. Tapi begitu Bambang Pacul ditelepon Ibu (Megawati), dan beliau mengatakan "Pacul, berhenti!', saya pun akan menjawab 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang, yang disambut gelak tawa anggota DPR lain.

Sejumlah pihak takut
Para pengamat menilai, pembahasan RUU Perampasan Aset yang berlarut-larut di DPR menunjukkan bahwa terdapat sejumlah pihak yang takut jika aturan itu berlaku.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengaku tidak kaget dengan resistensi yang ditunjukkan DPR karena RUU tersebut bakal memberikan kewenangan bagi penegak hukum untuk langsung merampas harta.

"Ketakutanlah. Banyak orang termasuk pejabat dan anggota DPR takut karena negara akan bisa langsung merampas ketika terbukti harta yang didapatkan tidak sesuai dengan profilnya, gaji, dan gaya hidupnya,” kata Abdul Fickar kepada BenarNews.

Hal yang sama disampaikan oleh dosen pidana pencucian uang yang ikut dalam pembahasan RUU Perampasan Aset, Yenti Garnasih, yang menduga terdapat sejumlah pihak yang memang tidak menginginkan keberadaan aturan tersebut.

"Saya menduga ada pihak yang ingin menghambat pengesahan karena kan menjadi rahasia umum bahwa mereka yang terlibat korupsi yang ditangani KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kebanyakan adalah politikus dan penegak hukum," kata Yenti kepada BenarNews.

"Belum lagi pihak di luar eksekutif dan legislatif yang punya kepentingan agar (RUU ini) tidak disahkan."

Mempermudah perampasan harta koruptor
Yenti menambahkan, RUU Perampasan Aset memang bakal mengisi celah yang ada di undang-undang tindak pidana korupsi dan pencucian uang, salah satunya memberi kewenangan kepada aparat hukum untuk menggugat aset yang diyakini hasil kejahatan ke pengadilan tingkat pertama, meskipun tersangka tidak dapat diperiksa baik karena melarikan diri maupun meninggal dunia.

Dalam aturan lama di undang-undang tindak pidana korupsi, perampasan aset baru dapat dilakukan apabila seseorang menerima putusan berkekuatan hukum tetap. Padahal kepastian hukum mungkin memakan waktu bertahun-tahun akibat mekanisme banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

Pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter berharap rancangan undang-undang itu dapat segera disahkan.

"Presiden harus segera mengirimkan surat presiden untuk mendorong percepatan dan pembahasan di DPR untuk menunjukkan keseriusan," kata Lalola, seraya mendesak pemerintah untuk membuka draf terbaru RUU tersebut demi mencegah penyelundupan pasal yang dapat melemahkan RUU.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pernyataan beberapa hari lalu menyatakan sejak 2003 telah mengendus transaksi mencurigakan Rafael Alun Trisambodo, seorang mantan pejabat Direktorat Jendral Pajak, dan menuliskannya dalam laporan analisis pada 2012, tapi tidak pernah ditindaklanjuti sampai akhirnya Rafael berstatus tersangka gratifikasi pada 3 April 2023.

Kasus gratifikasi itu sendiri terungkap setelah putra Rafael, Mario Dandy, yang kerap memamerkan mobil dan sepeda motor mewah, menganiaya seorang remaja hingga koma.

Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil menyangkal parlemen enggan membahas RUU tersebut dan mengatakan, "DPR dalam posisi menunggu".

"Kalau Presiden Jokowi sudah mengatakan dipercepat, maka segeralah buat amanat presiden untuk menunjuk Menkumham dan kementerian terkait lainnya untuk segera mengadakan rapat kerja dengan DPR. DPR tidak mungkin tidak siap kalau pemerintah sudah siap. Jadi Presiden jangan lagi mundur dari rencana ini,” ujar Nasir kepada BenarNews.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.