Jokowi Disebut Belum Serius Tuntaskan Pelanggaran HAM

Meski keluarga korban dan sejumlah aktivis pesimis, Ketua Komnas HAM mengatakan optimis akan keseriusan pemerintah.
Arie Firdaus
2018.06.08
Jakarta
180608_ID_HAM-1000.jpg Keluarga para aktivis yang hilang dalam tragedi politik Mei 1998 melakukan unjuk rasa “Aksi Kamisan” di depan Istana Merdeka, Jakarta, 17 Mei 2018.
Reuters

Presiden Joko "Jokowi" Widodo disebut belum memiliki komitmen serius menuntaskan kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu meski telah mengundang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) ke Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 8 Juni 2018.

"Saya khawatir ini hanya sebuah ‘gimmick’ di tahun politik," ungkap pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Muhammad Isnur kepada BeritaBenar, mengomentari pertemuan Jokowi dan komisioner Komnas HAM.

Indikasi itu, tambah Isnur, merujuk dari lambannya respons Jokowi atas pengungkapan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM selama empat tahun menjadi presiden.

Padahal, pengungkapan kasus-kasus itu telah diagendakan Jokowi dalam janji kampanye ketika dia maju sebagai calon presiden pada 2014.

Namun demikian Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, meyakini pemerintah bakal mampu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Sinyalnya sangat positif," ujar Taufan usai pertemuan dengan Jokowi di Istana Merdeka.

Dalam kesempatan ini, Taufan menyebut Komnas HAM memberikan sejumlah masukan kepada Presiden Jokowi, yang didampingi Jaksa Agung Mohammad Prasetyo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Hanya saja, Taufan tidak merinci lebih lanjut pertemuan itu, termasuk soal kemungkinan adanya instruksi dari Jokowi agar hasil penyelidikan Komnas HAM ditindaklanjuti.

"Presiden memang tidak menginstruksikan langsung. Tapi saya percaya Presiden akan mengamanatkan sesuatu kepada anak buahnya," tambah Taufan. "Serius, ada keinginan serius dari Presiden (menyelesaikan kasus)."

Menurutnya, dalam pertemuan itu dibicarakan tentang cara penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah diusut Komnas HAM dan berkasnya sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.

Pesimis

Desakan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM terus disuarakan aktivis dan keluarga korban dalam berbagai kesempatan.

"Bahkan, Aksi Kamisan telah berlangsung bertahun-tahun. Tapi sebelumnya tak pernah direspons," ujar Isnur, merujuk unjuk rasa yang digelar di seberang Istana Merdeka setiap hari Kamis.

Setelah berunjuk rasa selama 11 tahun sejak jaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, keluarga korban dan aktivis Aksi Kamisan akhirnya diundang Jokowi untuk bertemu pada 31 Mei 2018 di Istana Negara.

"Kebijakan Jokowi selama ini terlihat mundur, seperti mengangkat Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan," ujar Isnur, merujuk pada Wiranto yang banyak disebut aktivis terlibat dalam pelanggaran HAM masa lalu.

Hal sama disampaikan Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Bernardinus Realino Norma Irawan alias Wawan -- salah seorang korban tragedi Semanggi I pada November 1998.

Wawan tewas usai terkena peluru tajam yang dilepaskan anggota Tentara Nasional Indonesia saat kerusuhan meletus tak jauh dari kampusnya, Universitas Atmajaya.

"Saya tidak percaya penuh Presiden Jokowi mampu menyelesaikannya," ujar Sumarsih, saat dihubungi.

"Buktinya, Jaksa Agung masih terlihat menghindari penyelesaian kasus, dengan menyebut penyelidikan Komnas HAM sebagai opini."

‘Sulit mencari bukti’

Selain menyebut penyelidikan Komnas HAM sebatas opini, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo juga sempat menyebutkan bahwa pengungkapan kasus terhitung sulit karena minim bukti hukum.

"Sulit mencari bukti," katanya kepada wartawan, beberapa hari lalu.

Maka, tambah Prasetyo, solusi yang paling memungkinkan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pendekatan non-yudisial yakni rekonsialiasi, dimana salah satunya dengan membentuk Dewan Kerukunan Nasional (DKN).

Sejumlah kasus telah dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, seperti tragedi 1965-1966, peristiwa Talangsari 1989, penembakan misterius (petrus), kekerasan di Aceh dan Papua, Semanggi I dan II menjelang tumbangnya Presiden Soeharto, dan penghilangan paksa aktivis pada 1998.

Menyangkut rencana pembentukan DKN, baik Isnur atau Sumarsih menanggapi negatif karena langkah itu justru kian menunjukkan bahwa pemerintah sejatinya tidak serius.

"Dasar hukumnya apa?" ujar Sumarsih lagi.

Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, penyelesaian kejahatan HAM harus diselesaikan dengan pembentukan Pengadilan Ad-Hoc HAM.

"Jadi, kalau memaksakan non-yudisial, pemerintah justru tidak menghormati undang-undang yang ada," tambah Isnur.

Penilaian senada disampaikan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, yang menyebut tidak ada dasar hukum penyelesaian HAM lewat jalur non-yudisial.

"Enggak pernah ada," ujar mantan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.

Haris malah menyatakan bahwa Jokowi yang menemui perwakilan korban pelanggaran HAM berat itu sebagai “sandiwara dan politis” karena dilakukan menjelang berakhirnya masa pemerintahan Jokowi.

Atas pandangan aktivis dan keluarga korban itu, juru bicara Istana Kepresidenan, Johan Budi Sapto Pribowo memberi tanggapan.

Menurutnya, Presiden Jokowi selama ini serius berupaya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia pun menepis anggapan langkah Jokowi akhir-akhir ini bermuatan politis.

"Semua ini dilakukan dalam rangka Presiden mendengarkan cerita dan versi mereka," kata Johan saat dihubungi.

"Soal penyelesaian non-yuridis atau yuridis, nanti kan akan dipelajari terlebih dahulu," ujarnya.

Belum ada komentar dari Jaksa Agung Mohammad Prasetyo terkait perkembangan terbaru penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Telepon dan pesan singkat dari BeritaBenar tidak beroleh balasan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.