Analis: Jokowi masih berpengaruh di awal pemerintahan Prabowo
2024.11.05
Jakarta
Pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan pendahulunya Joko “Jokowi” Widodo di Solo, Jawa Tengah, akhir pekan lalu menguatkan anggapan bahwa pengaruh mantan presiden tersebut masih cukup kuat di pemerintahan saat ini.
Prabowo menemui Jokowi di kediamannya di Solo pada Minggu (3/11), sekitar 18.30 WIB. Setelah berbincang selama sekitar 30 menit, keduanya kemudian makan malam bersama di salah satu restoran di kota tersebut, berangkat menggunakan kendaraan yang sama.
Sejumlah analis menilai bahwa pertemuan tersebut, di mana Prabowo menghampiri Jokowi di kediaman pribadinya, sebagai sinyal kuat yang menunjukkan bahwa sang Presiden masih memiliki ketergantungan politik terhadap Jokowi.
"Saya kira Prabowo masih di bawah bayang-bayang Jokowi. Masih ada sisa ketergantungan di awal pemerintahan," kata pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor kepada BenarNews pada Selasa (5/11).
Pengajar politik Universitas Padjadjaran, Firman Manan, menambahkan, langkah Prabowo yang notabene presiden, tapi justru mendatangi kediaman pribadi Jokowi, menunjukkan bahwa pengaruh politik pendahulunya itu memang masih sangat kuat.
"Jokowi itu kan kerap bermain simbol yang punya makna tersirat. Maka, kenapa Prabowo yang hadir ke Solo?" kata Manan kepada BenarNews.
"Itu problematik, seakan menunjukkan bahwa presiden (Prabowo) di bawah Jokowi."
Dalam pertemuan selama sekitar satu jam tersebut, Jokowi dan Prabowo juga sempat menemui kandidat gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen, yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM).
KIM merupakan gabungan partai politik pengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka —putra sulung Jokowi, pada pemilihan umum Februari lalu.
Jawa Tengah selama ini merupakan salah satu daerah krusial dalam peta politik Indonesia lantaran tercatat sebagai salah satu provinsi dengan jumlah daftar pemilih tetap terbanyak di Tanah Air, selain Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jakarta.
Provinsi itu selama ini juga dikenal sebagai lumbung suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), bahkan kandidat kepala daerah usungan PDIP kerap memenangkan kontestasi pilkada di provinsi tersebut.
Namun, dominasi PDIP itu runtuh pada pemilihan presiden lalu, di mana kandidat usungan partai tersebut, Ganjar Pranowo, yang juga mantan Gubernur Jawa Tengah, justru kalah di provinsi itu, setelah Jokowi dituding banyak pihak menggerus suara partai yang membesarkan namanya itu dengan beberapa kali menyalurkan bantuan sosial untuk menarik suara pemilih.
Saat ditanya wartawan terkait isi pembicaraan sepanjang makan malam, Prabowo tak merinci dan hanya mengatakan, “(Membahas) masalah ini dan itu.”
Adapun Jokowi hanya bungkam sembari melempar senyum, seperti dilaporkan Antara.
Luthfi mengklaim bahwa Prabowo dan Jokowi hanya memberikan sejumlah nasihat kepadanya dan sang wakil, Taj Yasin Maimoen.
Mantan Kapolda Jawa Tengah itu mengatakan bahwa Prabowo meminta dia dan Yasin tetap solid dan menjaga kondusivitas di tengah dinamika politik yang memanas jelang pilkada.
“Secara pribadi, Bapak Presiden Prabowo memberikan dukungan moral kepada kami berdua,” kata Luthfi, dikutip dari Liputan6.
Luthfi berhadapan dengan mantan Panglima TNI Andika Perkasa yang diusung PDIP.
Sementara Jokowi, terang Luthfi, berpesan agar dirinya dan Taj Yasin memberi perhatian lebih kepada anak muda, pesantren, dan nelayan.
“Itu merupakan wujud kepedulian Beliau (Jokowi) terhadap kebutuhan rakyat,” katanya.
Manan menambahkan bahwa Jokowi memang memiliki kepentingan tersendiri untuk memenangkan kandidat yang diusungnya pada pilkada 27 November mendatang.
Pasalnya, kata Manan, sebagai tokoh politik yang tidak sedang memimpin partai politik, posisi tawar dan pengaruh Jokowi akan sangat bergantung pada kemenangan para kandidat yang diusungnya.
“Maka, Pilkada Jawa Tengah itu penting bagi Jokowi. Kalau yang didukung yang menang, dia bisa tetap kasih pengaruh,” ujar Manan.
“Pertemuan itu juga sinyal kepada elite koalisi bahwa mereka solid. Karena di beberapa wilayah strategis seperti Jakarta dan Jawa Tengah, calon usungan KIM alami stagnansi, bahkan potensi kalah.”
Ketidakselarasan KIM di sejumlah pilkada terlihat, antara lain, saat tujuh politikus pengusung kandidat gubernur Jakarta, Ridwan Kamil, malah mendeklarasikan dukungan untuk kandidat yang diusung PDIP, Pramono Anung.
Hasil survei Litbang Kompas juga menunjukkan bahwa para pemilih yang berasal dari partai koalisi KIM juga berpotensi pindah haluan mendukung Pramono, dengan porsi terbesar dari kalangan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mencapai 60% dan Nasional Demokrat sebesar 40%.
Firman Noor menambahkan meski saat ini dinilai masih di bawah bayang-bayang Jokowi, Prabowo secara perlahan-lahan akan ke luar dari situasi itu dalam beberapa tahun ke depan.
“Sekarang masa konsolidasi. Saya tetap berkeyakinan (pengaruh Jokowi) akan memudar,” pungkas Firman.
Pengajar Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin meragukan anggapan Prabowo dalam bayang-bayang Jokowi.
Ujang berpendapat, kunjungan Prabowo adalah sikap tokoh politik yang tidak melupakan jasa pendahulu yang membantunya memenangkan pilpres.
“Saya menilai itu hubungan personal, bukan lagi kenegaraan. Makanya, Prabowo datang tidak dengan plat RI 1, tapi mobil pribadi,” kata Ujang kepada BenarNews.
“Mereka berteman dan satu frekuensi. Namun, kita lihat saja ke depan.”
BenarNews menghubungi Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi terkait anggapan Prabowo berada dalam bayang-bayang Jokowi serta isi pertemuan dengan pendahulunya di Solo, tapi tak beroleh balasan.