Jokowi Resmikan Bank Syariah Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan mencatat BSI sebagai lembaga keuangan dengan posisi aset terbesar ke-7 di Indonesia.
Ronna Nirmala
2021.02.01
Jakarta
Jokowi Resmikan Bank Syariah Indonesia Seorang karyawan menunggu nasabah di sebuah cabang Bank Syariah Mandiri di Jakarta, 17 Februari 2010.
Reuters

Bank syariah terbesar dari gabungan tiga perbankan pelat merah resmi beroperasi pada Senin (1/2), dengan misi mengoptimalkan potensi keuangan serta menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia, demikian kata Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Peresmian Bank Syariah Indonesia (BSI) menandai rampungnya proses merger tiga bank syariah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)—Bank BRISyariah, Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah—yang dimulai sejak tahun lalu. 

“Saya menaruh harapan besar agar Bank Syariah Indonesia memberikan kontribusi besar dalam pengembangan ekonomi syariah yang menyejahterakan umat dan seluruh rakyat Indonesia,” kata Jokowi dalam pidato peresmian di Jakarta. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Bank Syariah Indonesia sebagai lembaga keuangan dengan posisi aset terbesar ke-7 di Indonesia dengan nilai mencapai Rp240 triliun dan pembiayaan sebesar Rp157 triliun. 

Sebagai bank hasil penggabungan, BSI memiliki lebih dari 12.000 kantor cabang dan 20.000 karyawan di seluruh Indonesia. 

Dengan jaringan yang tersebar luas, Jokowi berharap diharapkan mampu memaksimalisasi penggunaan teknologi digital dalam memberi pelayanan juga menarik minat generasi muda untuk menjadi nasabah. 

“Sebagai barometer perbankan syariah di Indonesia, insyaAllah nantinya regional dan dunia, saya harapkan BSI jeli dan gesit menangkap peluang, harus mampu menciptakan tren-tren baru dalam perbankan syariah dan bukan hanya menciptakan tren yang sudah ada,” katanya.

Jokowi menambahkan, meski memiliki sistem syariah, manajemen BSI juga harus menyambut nasabah non-Muslim yang ingin melakukan transaksi. "Semua yang mau transaksi, investasi, secara syariah harus disambut sebaik-baiknya," ucap Jokowi. 

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, indeks literasi keuangan syariah di Indonesia masih sangat rendah dengan berada di angka 8,93 persen pada 2019, sementara tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 9,1 persen, sebut data OJK. 

Kendati demikian, per November 2020, aset keuangan syariah berhasil melonjak 21,48 persen dari tahun sebelumnya dengan meraih Rp1.741,8 triliun. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan BSI bisa menggenjot tingkat literasi keuangan syariah yang lebih besar dengan berfokus pada segmen usaha kecil dan menengah serta industri halal.  

“Bank Syariah Indonesia diharapkan meningkatkan inklusi keuangan syariah dan pendalaman pasar keuangan syariah melalui berbagai platform, ekosistem keuangan syariah yang sedang dibangun dengan teknologi dan sejalan dengan industri halal, serta pembinaan masyarakat kecil di daerah,” kata Wimboh dalam kesempatan sama. 

Sementara itu, Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, mengatakan pihaknya akan berupaya mewujudkan visi menjadi bagian dalam top 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar dalam kurun waktu lima tahun ke depan. 

“Kami sadar, tugas kami bukan hanya sekadar menggabungkan tiga bank ini, melainkan dalam waktu bersamaan juga melakukan transformasi,” kata Hery, seraya menjelaskan perubahan yang dimaksud dimulai dari perbaikan proses bisnis, penguatan manajemen risiko, penguatan dari sisi sumber daya manusia hingga teknologi digital. 

“Namun tetap menjunjung prinsip-prinsip syariah,” lanjutnya. 

Universal

Peneliti Ekonomi Syariah Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fauziah Rizki Yuniarti mengingatkan agar BSI tetap fokus pada tujuan awal pendirian yakni meningkatkan daya saing dan pangsa pasar keuangan syariah di kancah persaingan yang selama ini didominasi perbankan konvensional. 

“Bank ini harus bisa menyusun materi pemasaran yang baru, tidak hanya fokus menjual agama, tapi lebih menonjolkan nilai-nilai universal sehingga bisa diterima masyarakat yang lebih luas,” kata Fauziah dalam keterangan tertulisnya. 

Langkah yang bisa dimaksimalkan adalah dengan melakukan transformasi dan investasi yang masif pada infrastruktur teknologi informasi serta digitalisasi model bisnis dan layanan, lanjut Fauziah.

“Sehingga, BSI bisa dengan serius masuk ke digital banking dan tidak tertinggal dengan bank-bank lain.”

Dalam mengembangkan produk syariah, BSI juga disarankan memberi porsi yang lebih merata kepada produk berakad musyarakah atau keuntungan dan kerugian yang dibagi sesuai dengan porsi investasi dibanding murabahah atau berdasarkan akad jual beli antara bank dan nasabah. 

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menambahkan, meski total aset keuangan syariah tumbuh pesat pada 2020, namun sektor ini tetap tertinggal jauh dari industri keuangan konvensional yang lebih sigap menghadapi berbagai perubahan.

Wimboh menyarankan, industri keuangan syariah untuk menambah variasi produk dengan menjangkau saham syariah, sukuk korporasi, reksa dana syariah, surat berharga negara, hingga asuransi syariah. “Di mana nasabah bisa mengakses dengan masif, cepat dan murah,” kata Wimboh. 

Upaya pemerintah menggenjot ekonomi syariah dimulai empat tahun lalu melalui pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang dipimpin langsung oleh Jokowi. 

KNKS baru resmi berjalan pada Januari 2019, melalui penunjukkan Ventje Rahardjo Soedigno, bankir senior, sebagai Direktur Eksekutifnya. Lembaga ini berperan menyinergikan regulator, pemerintah, dan pemangku industri keuangan untuk menciptakan ekonomi syariah yang progresif. 

Pada tahun yang sama, pemerintah juga meresmikan Bank Wakaf Mikro yang menyediakan akses keuangan bagi pelaku UMKM dengan nilai maksimal Rp3 juta tanpa agunan.

Sepekan sebelum peresmian BSI, Menteri BUMN Erick Thohir ditunjuk sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) periode 2021-2024, organisasi nirlaba yang bertujuan mempercepat penerapan sistem ekonomi dan etika bisnis syariah. 

Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Ketua DPR RI Puan Maharani ditunjuk menjadi Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pembina MES.

Menampung investasi global

Direktur Riset Center Of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan BSI memiliki peluang menarik institusi pengelola dana Islam global masuk ke Indonesia melalui lembaga pengelola investasi (sovereign wealth fund) untuk menanamkan modal. 

“Pemerintah bersama bank syariah hasil merger ini bisa menerbitkan sukuk global dengan dukungan proyek-proyek infrastruktur pemerintah,” kata Piter. 

“Ini akan sangat menarik bagi investor global yang berorientasi pada instrumen syariah,” lanjutnya. 

Dalam sesi webinar di Jakarta pekan lalu, Direktur Utama BSI, Hery Gunadi, mengakui pihaknya mengincar investasi dari negara-negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, dan Arab Saudi, yang masuk melalui Indonesia Investment Authority (INA) untuk membantu memperkuat permodalan perbankan.

“Kita ingin kukuhkan juga investasi dan kemitraan sehingga kami sambut kebijakan SWF. Mana tahu ada investor global yang ingin memiliki saham atau kepemilikan di BSI,” kata Hery, dikutip dari AntaraNews. 

Pemerintah baru-baru ini mengumumkan pembentukan INA yang bertujuan sebagai penggalang dana bagi beragam proyek, khususnya infrastruktur, dalam negeri melalui dukungan investasi dari luar negeri. 

Dalam waktu dekat, pemerintah juga akan mengumumkan direktur utama serta dewan pengawas untuk lembaga ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.