Usai “Perang Panjang", Jokowi Akhirnya Temui SBY
2017.03.09
Jakarta
Setelah sempat dikesankan tak memiliki hubungan harmonis, Presiden Joko "Jokowi" Widodo akhirnya bertemu dengan pendahulunya Susilo Bambang Yudhyono (SBY) di Istana Merdeka Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017, sekitar pukul 12.00 WIB.
Sambil tersenyum, mereka terlihat menyeruput teh di beranda belakang istana.
"Seperti yang sering saya sampaikan, saya akan mengatur waktu untuk bertemu Beliau (SBY)," kata Jokowi kepada wartawan, menjelaskan maksud pertemuannya dengan SBY.
Hanya saja, baik Jokowi dan SBY enggan merinci isi pertemuan mereka, yang oleh Jokowi disebut sebagai membahas kondisi politik dan ekonomi nasional.
"Namanya diskusi," kata Jokowi lagi.
Tak berbeda dengan pernyataan Yudhoyono. Menurut Presiden Indonesia ke-6 itu, pertemuan kali ini tak ubahnya ajang tabayyun, ajang untuk mendapatkan penjelasan atau klarifikasi.
"Tidak baik kalau ada miskomunikasi dan misinformasi di antara Beliau (Jokowi) dengan saya yang pernah memimpin negara ini," terang Yudhoyono.
"Saya bersyukur karena hari ini Bapak Presiden bisa menyediakan waktu karena pertemuan ini sudah digagas dan dirancang sejak cukup lama," tambahnya.
‘Perang’ panjang
Hasrat bertemu Jokowi disuarakan SBY, awal Februari lalu, setelah serangkaian "perang" antara kubu Cikeas – kediaman SBY – dengan Istana.
Semua bermula dari kabar yang menyebut Yudhyono berada di balik unjuk rasa akbar pada 14 Oktober 2016 atau dikenal sebagai “Aksi Bela Islam I”, untuk menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas kasus dugaan penistaan Alquran.
Putra SBY, Eddy Baskoro, membantah tudingan tersebut. Pun istri SBY, Ani Yudhoyono lewat akun Instagram pribadinya yang menyebut dugaan SBY sebagai dalang adalah “fitnah keji”.
Adapun SBY, dalam konferensi pers di kediamannya menilai pernyataan bahwa aksi demonstrasi susulan pada 4 November 2016 lalu yang berakhir rusuh dan ditunggangi pihak tertentu, sebagai penghinaan.
Hubungan terkesan kian pelik setelah Jokowi kemudian mengundang sejumlah petinggi partai politik antara lain Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Partai Golkar Setya Novanto, dan Ketua PDIP Megawati Sukarnoputri untuk makan siang di Istana Negara usai aksi 4 November atau “Aksi Bela Islam II”, kecuali SBY yang merupakan Ketua Umum Partai Demokrat.
Ketegangan terus berlanjut saat Yudhoyono mengaku disadap. Ia pun menyebut dirinya dihalang-halangi untuk bertemu Jokowi oleh beberapa pihak di lingkaran dalam Istana.
Dugaan penyadapan itu bermula dari pernyataan kuasa hukum Ahok di persidangan yang mengatakan mereka memiliki bukti SBY pernah menemui Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin untuk meminta MUI menerbitkan fatwa dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta itu.
Istana membalas dengan menyatakan bahwa dugaan penyadapan itu seharusnya tak diarahkan ke pemerintah lantaran merupakan materi persidangan. Mabes Polri juga membantah pernyaatan SBY terkait penyadapan.
Belakangan, SBY menuding pemberian grasi pada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar sebagai "jurus" menyerang dirinya. Setelah bebas terkait kasus pembunuhan, Antasari diundang khusus ke istana dan bertemu Jokowi.
Dalam pernyataan pers pada 14 Februari 2017, Antasari menuding SBY terlibat dalam skenario untuk menjeratnya dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Putra Rajawali Banjaran pada 2009.
Saat itu, KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi beberapa pejabat Bank Indonesia (BI) dan menahan tersangka Aulia Pohan, mantan deputi gubernur BI. Aulia Pohan ialah besan SBY.
‘Permintaan SBY’
Wakil Ketua Partai Demokrat, Syarief Hasan, berharap pertemuan antara SBY dan Jokowi ini bisa mencairkan ketegangan yang ada selama ini.
"Sehingga kita bisa lebih baik membangun bangsa," kata Syarief kepada BeritaBenar.
Perihal isi perbincangan antara kedua tokoh, Syarief menyebut tak jauh dari kabar yang bermunculan selama ini, seperti dugaan mendalangi Aksi Bela Islam, Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta, dan Antasari.
"Klarifikasi seputar itulah," ujarnya lagi, tanpa merinci lebih lanjut.
Serupa dengan Syarief, Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi juga tak menjelaskan detail perbicangan antara Jokowi dan Yudhoyno. Namun yang pasti, kata Johan, inisiatif pertemuan ini datang dari kubu Cikeas.
"Pak SBY yang meminta bertemu Pak Jokowi," kata Johan saat dikonfirmasi.
Pengaruhi Pilkada DKI?
Pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi, menilai pertemuan Jokowi -SBY ini bakal mampu meredam gejolak politik nasional.
"Selama ini, Demokrat, kan, ibaratnya partai yang kerap mengganggu pemerintah," katanya.
"Mereka (Demokrat) oposisi sesungguhnya terhadap pemerintahan Jokowi, bersama dengan PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Tapi kini mungkin akan berbeda."
Beda halnya pernyataan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, yang menilai pertemuan ini memiliki maksud lain. Salah satunya sebagai siasat merebut suara Partai Demokrat di Pilkada DKI Jakarta.
Demokrat sejauh ini memang belum memutuskan kubu yang akan mereka dukung pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, setelah pasangan calon yang mereka usung, yakni Agus Harimurti Yudhoyono – putra tertua SBY – dan Sylviana Murni kandas di putaran pertama.
"Bukan mustahil nanti tiba-tiba SBY mendeklarasikan dukungan kepada Ahok,” kata Siti.
Ahok memang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang notabene partai pengusung pemerintahan Jokowi.
“Kalau cocok, bisa saja deal dan pasti mengubah politik Pilkada DKI Jakarta,” pungkasnya.
Ahok yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat akan bertarung dalam putaran kedua Pilkada DKI Jakarta pada 19 April mendatang, melawan pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno.