Tolak Terbitkan Perppu, Jokowi: Disinformasi Picu Penolakan UU Cipta Kerja
2020.10.09
Jakarta

Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Jumat (9/10) tetap mempertahankan Undang-Undang Cipta Kerja yang disebutnya akan tetap melindungi pekerja, dan mengatakan disinformasi dan hoaks di media sosial telah menyebabkan penolakan atas omnibus law dalam bentuk demonstrasi massal yang berujung vandalisme itu.
Komentar Jokowi merupakan pertama kalinya sejak ribuan mahasiswa, buruh dan pelajar selama tiga hari sejak Selasa (6/10) turun ke jalan di berbagai kota di Indonesia untuk menentang legislasi yang disahkan DPR awal minggu ini yang menurut banyak kalangan merugikan buruh dan berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan demi mengejar investasi.
Jokowi mengatakan UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mendukung reformasi struktural untuk mempercepat transformasi ekonomi, menyerap 2,9 juta tenaga kerja baru tiap tahun dan mendukung pemberantasan korupsi.
“Namun, saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoaks di media social,” kata Jokowi dalam telekonferensi.
Kendati demikian, Jokowi mengatakan pemerintah masih membuka ruang diskusi, namun tidak dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) seperti dituntut banyak pihak, tapi dengan dengan menerima masukan masyarakat dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
“Setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat tiga bulan setelah UU berlaku. Pemerintah membuka dan mengundang masukan dari masyarakat, masih terbuka usulan dari daerah,” kata Jokowi.
Sebelumnya, tiga gubernur dan tiga bupati/wali kota di Jawa Barat, Yogyakarta dan Kalimantan Barat meminta Jokowi untuk membatalkan UU Cipta Kerja melalui mekanisme Perppu. Permintaan serupa juga diserukan 15 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atas desakan massa yang berunjuk rasa di depan kantor mereka.
Jokowi menyarankan pihak yang berkeberatan dengan pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan sejumlah federasi buruh serta organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama mengatakan akan mengajukan gugatan terhadap UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden mengatakan informasi yang menyebut bahwa upah minimum regional dihapus adalah tidak benar, begitu juga kabar yang menyebut bahwa upah minimum dihitung per jam.
“Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa semua hak cuti tetap ada dan dijamin.
KontraS: Ratusan masih hilang
Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti, mengatakan ratusan orang dari berbagai kota dilaporkan pihak keluarga dan kerabat karena tidak bisa dihubungi dan belum kembali ke rumah masing-masing sejak Kamis malam.
“Ada ratusan orang yang dinyatakan hilang dan masih banyak orang-orang yang ditahan di kepolisian, baik di Polres maupun di Polda Metro Jaya,” kata Fatia kepada BenarNews, Jumat.
Fatia mengatakan, pihaknya juga kesulitan untuk mengecek orang-orang yang belum diketahui keberadaannya dengan polisi karena pembatasan akses.
“Bahkan keluarga saja sulit untuk menemui. Kita masih sulit untuk mengakses data siapa saja nama-nama yang ada di dalam (tahanan) karena tidak diberikan akses oleh kepolisian,” katanya.
Tiga mahasiswa yang tergabung dalam forum pers GEMA Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) yang sebelumnya dilaporkan hilang dalam aksi unjuk rasa di sekitar Istana Negara, telah ditemukan di tahanan Polda Metro Jaya kata, kata Redaktur Pelaksana GEMA, Indah Sholihati.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan pihaknya telah menahan 3.862 pengunjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja dari sejumlah kota di Sulawesi Selatan, Jakarta, Sumatra Utara dan Kalimantan Tengah.
Argo mengatakan, hingga saat ini polisi masih melakukan pemeriksaan terhadap ribuan orang yang ditahan untuk mengidentifikasi peran masing-masing.
“Dan misal nanti ada pelajar atau anak-anak, kita panggil orang tuanya agar bisa tahu apa yang dilakukan putranya,” kata Argo.
Selain itu, Argo juga menyebut sebanyak 145 dari yang ditahan dinyatakan reaktif COVID-19 berdasarkan hasil tes rapid. Kepolisian akan merujuk mereka yang reaktif untuk mendapat perawatan medis lebih lanjut.
“Seperti di Polda Metro Jaya, ada 27 yang sudah kita kirim ke Wisma Atlet,” tukasnya.
Tuduhan tidak jelas
Sementara itu, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mempertanyakan klaim polisi atas orang-orang yang ditangkap karena dituding sebagai “anarko” yang hendak berbuat kerusuhan.
“Tolak ukur anarko di sini tidak jelas. Atas dasar apa saja mereka dicap demikian?” kata Asfinawati kepada BenarNews, Jumat.
Asfinawati turut mengkritisi cara kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi selama tiga hari terakhir. Menurutnya, tindakan jajaran aparat di lapangan tidak terlepas dari instruksi yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Idham Azis melalui telegram rahasia yang bocor beberapa hari sebelum UU Cipta Kerja disahkan DPR.
“Surat telegram itu menunjukkan adanya rencana untuk menggagalkan aksi. Artinya kepolisian sudah dijadikan alat rezim, bukan alat negara seperti yang diatur dalam konstitusi,” kata Asfinawati.
Pada salah satu poin dalam surat rahasia Kapolri tertanggal 2 Oktober berbunyi perintah mencegah, meredam, dan mengalihkan aksi unjuk rasa yang dilakukan kelompok buruh maupun elemen aksi aliansinya guna mencegah penyebaran COVID-19.
Poin lainnya juga dituliskan arahan untuk melakukan patroli siber pada media sosial dan manajemen media untuk bangun opini publik dengan melakukan kontra-narasi isu yang mendiskreditkan pemerintah.
“Ini polisi apa departemen penerangan zaman Soeharto? Polisi kan tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban, dan seharusnya netral, tidak berpihak,” ujarnya.
KontraS menuduh polisi melakukan tindakan represif hampir di seluruh kota yang menggelar aksi unjuk rasa.
“Kami melihat di beberapa kota seperti Palu, Makassar, Yogyakarta, Surabaya, dan Lampung, juga mendapat kekerasan dari aparat kepolisian, di mana polisi mengeluarkan gas air mata dan memukul menggunakan rotan,” kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti.
“Tembakan itu tidak hanya ditembakan ke udara, tapi langsung ditargetkan ke massa aksi. Jadi langsung dibidik di depan massa aksi,” tambahnya.
Kerugian di DKI ditaksir Rp55 miliar
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan ada sekitar 20 halte transportasi umum di Jakarta yang menjadi korban amukan massa pada aksi protes hari Kamis dengan kerugian dari kerusakan ditaksir mencapai Rp55 miliar.
“Hari ini akan dilakukan review atas kerusakannya. Nanti sesegera mungkin kita susun langkahnya, tapi kita ingin ini berfungsi cepat seperti juga kebersihan,” kata Anies pada Jumat pagi, saat meninjau langsung Halte MRT Bundaran Hotel Indonesia yang rusak dan dibakar massa.
Selain Halte Bundaran HI, kaca pada Stasiun MRT Setiabudi Astra juga dirusak oleh massa sehingga pecahannya berhamburan ke tangga masuk dan keluar halte tersebut.
Kendati demikian, pihak MRT Jakarta memastikan operasional kereta semi-cepat bawah tanah tersebut tetap berjalan normal pada hari ini.
Adapun halte TransJakarta yang habis dibakar massa di antaranya Halte Bundaran HI, Sarinah, Tosari Baru, Tosari Lama, Karet Sudirman, Sentral Senen, Senen arah Pulogadung, dan Senen arah Harmoni Central Busway (HCB).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah akan mengambil langkah tegas bagi pelaku perusakan fasilitas umum dengan cara membakar hingga melukai petugas.
“Tindakan itu jelas tindakan kriminal yang tidak dapat ditolerir dan harus dihentikan,” kata Mahfud, Kamis malam.
Mahfud menambahkan, pemerintah mengizinkan masyarakat untuk memprotes keberadaan UU Cipta Kerja, namun tidak sepakat bila harus diekspresikan melalui jalur-jalur kekerasan.
"Saya ulangi, sekali lagi pemerintah akan bersikap tegas dan melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi atas aksi-aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan kriminal," tukasnya.