Jokowi Diminta Utamakan Kesolidan Kabinet Jika Lakukan Reshuffle

Arie Firdaus
2016.04.14
Jakarta
160414_ID_reshuffle_1000.jpg Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin sidang kabinet di Istana Presiden, Jakarta, 4 Maret 2015.
AFP

Terkait kemungkinan reshuffle menteri, pengamat menyerukan agar Presiden mengutamakan kesolidan kabinet yang bisa bekerja sama dengan dirinya dan anggota kabinet lainnya.

Demikian pendapat dua pengamat politik yang diwawancara BeritaBenar secara terpisah, Kamis, 14 April 2016, terkait rencana Presiden Joko “Jokowi” Widodo merombak kabinetnya.

"Enggak usah lagi memperdebatkan apakah ia dari kalangan profesional atau partai politik," kata pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi, kepada BeritaBenar, Kamis 14 Januari.

Hal yang sama diungkapkan J. Kristiadi, pengamat dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang juga mematok kinerja dan kesolidan kabinet sebagai prasyarat jika reshuffle dilakukan.

"Yang penting, reshuffle nanti biar kabinet enggak gaduh, lah," ujarnya, "menteri kontroversial harus dicarikan tempat lain. Jokowi harus memilih menteri yang punya visi dan misi sejalan dengannya agar program-program berjalan baik. Mereka harus mengakui presiden adalah bosnya."

Muradi menambahkan, kesolidan kabinet menjadi penting agar program-program yang digariskan dalam Nawacita bisa berjalan baik. Menurutnya, selama ini beberapa program seringkali terhambat karena para menteri saling ribut dan berdebat di media massa.

"Jadi, enggak penting lagi latar belakangnya. Karena faktanya sekarang, toh, banyak menteri profesional yang enggak lebih baik dari menteri dari partai politik," ujar Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjadjaran ini yang memprediksikan jika terjadi reshuffle, maka Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandi bakal diganti.

Sering bersitegang

Beberapa menteri kabinet Jokowi memang sering terlibat adu argumen di ruang publik. Sejak reshuffle pertama dilakukan Agustus 2015, misalnya, setidaknya ada beberapa silang pendapat diantara para pembantu presiden.

Agustus 2015, Menko Maritim Rizal Ramli yang saat itu baru diangkat bersitegang dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno terkait pembelian 30 unit Airbus A350 oleh Garuda Indonesia.

Rini menilai pembelian itu untuk menggenjot kinerja perusahaan penerbangan plat merah tersebut. Sebaliknya, Rizal justru menilai langkah itu berpotensi merugikan Garuda.

Selang beberapa bulan, Rizal kembali terlibat silang pendapat dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said terkait perpanjangan kontrak Freeport Indonesia.

Rizal mempertanyakan kewenangan Sudirman dan menyebut mantan Direktur Utama PT Pindad itu “keblinger” karena berani membuat keputusan perpanjangan kontrak tanpa persetujuan Presiden Jokowi.

Keributan ini terjadi tak lama setelah Rizal juga bersitegang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyangkut proyek pembangkit listrik 35 ribu watt.

Kalla menilai proyek ini penting untuk memenuhi kebutuhan listrik di masa depan, sedangkan Rizal menyebut proyek tersebut tak masuk akal.

JK - sapaan Kalla- sempat menyindir Rizal dengan meminta dia mempelajari duduk persoalan sebelum berbicara ke publik.

Awal 2016, perbedaan pendapat terjadi antara Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Mereka bersitegang karena manuver Rini dalam proyek yang dinilai Jonan melanggar beberapa perizinan perhubungan.

Minta segera diumumkan

Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratikno enggan berkomentar soal prasyarat reshuffle, seperti yang disampaikan Muradi dan Kristiadi.

Sebagai partai pendukung utama pemerintahan Jokowi, tutur Hendrawan, PDI-P menyerahkan sepenuhnya keputusan reshuffle kepada Presiden.

"Kursi kabinet sepenuhnya urusan Presiden," ujarnya.

"Biarkan Presiden yang melakukan penilaian terhadap kinerja menteri-menterinya. Harapan kami, presiden secepatnya mengumumkan reshuffle agar semua polemik selesai."

Soal desakan segera mengumumkan, Istana tampaknya masih bungkam. Juru bicara presiden, Johan Budi yang dikonfirmasi BeritaBenar tidak menjawab telepon. Pesan yang dikirim juga tak dibalasnya.

Hal serupa juga dilakukan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Ia juga tak menjawab panggilan dan tidak membalas pesan singkat BeritaBenar.

Tapi Pratikno yang dilansir laman Kompas, menyangkal ada pemanggilan sejumlah nama oleh Jokowi ke Istana Bagar untuk membahas masalah reshuffle.

"Tidak ada pemanggilan apapun, tidak ada. Tidak ada yang dipanggil di Bogor. Kami memahami banyak yang penasaran. Kita tunggu saja," ujar Pratikno.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.