Roda Ekonomi di Kampung Ilmu, Perlahan tapi Pasti

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mendukung pengembangan lokasi penjualan buku bekas itu sebagai tempat wisata buku kuno.
Yovinus Guntur
2017.08.21
Surabaya
170821_ID_book_1000.jpg Seorang warga berada di antara jejeran buku di Kampung Ilmu, Jalan Semarang, Surabaya, Jawa Timur, 19 Agustus 2017.
Yovinus Guntur/BeritaBenar

Kampung Ilmu di jalan Semarang, Surabaya, Jawa Timur, terlihat ramai pada akhir pekan, Sabtu, 19 Agustus 2017.

Lahan untuk tempat parkir motor dan mobil penuh. Pengunjung yang datang ke pusat buku bekas dan murah ini untuk mencari buku pelajaran mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Ramainya pengunjung hari itu, membuat para pedagang siaga di depan kios masing-masing. Mereka tak segan menjemput bola dengan bertanya kepada pengunjung tentang kebutuhan buku atau bahan bacaan.

Pengunjung yang datang ke Kampung Ilmu tak hanya berasal dari Surabaya saja, melainkan ada yang berasal dari Sidoarjo dan Gresik.

Ratih (15) mengaku, ia sengaja datang ke tempat itu untuk mencari buku pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Dia memilih Kampung Ilmu dengan pertimbangan harga relatif murah.

“Setiap tahun ajaran baru atau kalau membutuhkan buku, saya selalu ke sini. Selain murah, koleksi buku juga termasuk lengkap,” ujar siswi sebuah SMA di Gresik kepada BeritaBenar.

Doni (16), pengunjung asal Ketintang, Surabaya, juga menempatkan Kampung Ilmu sebagai salah satu jujugan (tujuan) ketika membutuhkan tambahan bahan bacaan selain dari buku dari sekolah.

Dia mengatakan setiap sebulan sekali selalu menyempatkan diri datang ke lokasi itu.

“Meski kadang tidak membeli buku, tapi lihat-lihat saja sambil membaca di sini,” katanya.

Sejarah

Kampung Ilmu yang dimasukkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sebagai wisata edukasi sebenarnya baru berdiri sejak 11 tahun lalu. Sebelumnya, para pedagang buku di sini adalah mereka yang menjual buku bekas di pinggir Jalan Semarang, Surabaya.

Koordinator Paguyuban Pedagang Kampung Ilmu, Budi Santoso, mengatakan Kampung Ilmu berdiri tahun 2008 setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan penggusuran pedagang kaki lima (PKL) di jalan Semarang.

Setelah digusur mereka melakukan berbagai macam, cara termasuk lobi dan negoisasi agar bisa berjualan kembali.

Melalui negosiasi yang panjang, akhirnya PKL dan Pemkot Surabaya sepakat jika pedagang diperbolehkan berjualan di lahan tidur milik Dinas Pekerjaan Umum seluas 6000 meter persegi.

“Prosesnya tidak mudah. Kami beruntung, karena dibantu oleh teman-teman dari organisasi mahasiswa dan masyarakat,” ujar Budi.

Usai mendapat persetujuan, dilakukan pendataan PKL yang bersedia menempati lahan baru.

“Total ada 84 PKL bersedia pindah ke lahan baru dan itu bertahan sampai saat ini,” katanya, seraya menambahkan butuh waktu setahun untuk membangun Kampung Ilmu.

Ekonomi mandiri

Persaingan sebagai pusat berjualan buku di Surabaya, membuat para pedagang di situ harus memutar otak dan mencari jalan keluar agar roda ekonomi mereka tak berhenti. Jika hanya mengandalkan berjualan buku semata tentunya akan “membunuh” ekonomi mereka secara perlahan.

“Di Surabaya, banyak toko buku dengan suasana yang lebih nyaman dibanding kami. Untuk itu kami harus berpikir agar Kampung Ilmu bisa tetap eksis,” ujar Budi.

Salah satu cara yang disepakati mereka adalah mendirikan Bank Kampung Ilmu tahun 2010, yang berfungsi untuk menabung dan sebagai sarana permodalan anggotanya.

Tiap anggota diharuskan menyetor tabungan wajib sebesar Rp100.000/bulan dan tabungan tidak wajib yang nilai tak ada batasan.

Bank Kampung Ilmu tak memberikan bunga kepada anggotanya. Sistem kerja mereka adalah kepercayaan sesama anggota.

“Seluruh PKL di kampung ilmu ini menjadi anggota Bank. Jika ada anggota yang meminjam modal, kami memberikan batasan maksimal peminjaman dan pembayaran angsuran,” kata Budi.

Namun, Bank Kampung Ilmu saat ini harus berhenti dengan alasan yang tak mau disebutkan Budi dan para pedagang di tempat itu. Mereka berharap, Bank Kampung Ilmu dapat kembali beroperasi, karena banyak memberikan manfaat bagi anggotanya.

“Sudah setahun ini, Bank Kampung Ilmu terhenti. Saat ini, bersama pengurus Kampung Ilmu lain, kami sedang berupaya untuk kembali mengaktifkan Bank Kampung Ilmu,” kata Budi.

Untuk tambahan kas, Paguyuban Pedagang Kampung Ilmu menyewakan ruangan di gedung serbaguna bagi masyarakat. Biaya sewa tidak semahal gedung pada umumnya. Masyarakat hanya disyaratkan mengganti biaya kebersihan saja.

Di samping pendopo, paguyuban juga mendirikan cafe yang dikelola anggota secara bergantian. Hasil yang diperoleh setiap bulan selalu disisihkan untuk kas.

Sedangkan untuk menarik minat masyarakat, Kampung Ilmu bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain menyelenggarakan les tari dan bahasa Inggris. Seluruh les tidak dipungut biaya alias gratis.

Dukungan pemkot

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berkomitmen memberi dukungan pada pengembangan Kampung Ilmu. Ia mengaku, telah memiliki konsep untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai tempat wisata buku kuno.

Menurutnya, program wisata buku kuno tidak hanya di Kampung Ilmu, melainkan di sekitar Jalan Semarang.

“Saat ini, pedestrian di Jalan Semarang sudah diperlebar dengan box culvert sehingga dapat meningkatkan keleluasaan pengunjung untuk mencari buku yang diiinginkan. Nanti, penjual buku lawas dan buku bekas akan berjajar,” kata Risma.

Hari telah memasuki sore. Satu persatu warga mulai meninggalkan Kampung Ilmu. Sebagian pengunjung menenteng kantong plastik berisikan buku yang mereka beli.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.