Jokowi Perintahkan Copot Pejabat yang Tak Mampu Atasi Kebakaran Hutan

Berdasarkan temuan lapangan BNPB, 99 persen kasus Karhutla disebabkan faktor kesengajaan manusia untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.
Putra Andespu
2019.08.06
Jakarta
190806_ID_Forestfire_1000.jpg Seorang petugas berusaha memadamkan api di sebuah perkebunan sawit di Pekanbaru, Riau, 20 Juli 2019.
AFP

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencopot pejabat jajaran institusinya di daerah jika tidak mampu mencegah serta menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Aturan main kita tetap masih sama. Saya ingatkan kepada pangdam, danrem, kapolda, kapolres, aturan yang saya sampaikan 2015 masih berlaku,” ujar Jokowi merujuk pada penanganan bencana karhutla besar pada tahun 2015, saat memimpin Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Karhutla di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2019.

“Saya kemarin sudah telepon Panglima TNI, saya minta copot yang tidak bisa mengatasi (karhutla). Saya telepon lagi tiga atau empat hari yang lalu Kapolri, copot kalau enggak bisa mengatasi kebakaran hutan dan lahan,” lanjutnya.

Jokowi juga meminta gubernur, kapolda, pangdam berkolaborasi, bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) dalam menanggulangi karhutla.

“Jangan sampai ada kejadian, baru bergerak. Api sekecil apapun segera padamkan. Kerugian gede sekali kalau kita hitung,” tegasnya.

“Saya enggak bisa nyopot gubernur, enggak bisa nyopot bupati atau walikota. Jangan sampai ada yang namanya status siaga darurat.”

Pemerintah, katanya, punya infrastruktur organisasi sampai ke bawah, termasuk TNI ada bintara pembina desa (Babinsa) di tiap kampung, harus dimanfaatkan untuk mendeteksi Karhutla.

Presiden juga meminta jajarannya serius mengatasi karhutla.

“Jangan meremehkan adanya hotspot. Jika api muncul langsung padamkan jangan tunggu sampai membesar,” ujarnya.

Ada empat instruksi yang disampaikan Jokowi dalam rapat koordinasi untuk mengatasi karhutla.

Pertama, memprioritaskan pencegahan melalui patroli terpadu atau deteksi dini.

Kedua, meminta BRG menata dengan baik ekosistem gambut dalam kawasan hidrologi gambut.

“Kalau musimnya panas gini cek yang benar dan harus lakukan secara konsisten. Tinggi permukaan air, tanah agar gambut tetap basah, dijaga terus, terutama di musim kering,” katanya.

Ketiga, sesegera mungkin melakukan pemadaman jika api muncul.

“Terakhir, saya minta langkah penegakan hukum. Saya lihat sudah berjalan cukup baik. Saya pantau, saya monitor di lapangan, dilakukan tanpa kompromi,” kata Jokowi.

Dia mengingatkan asap kebakaran hutan di Indonesia kini sudah masuk ke Malaysia dan Singapura.

“Hati-hati, malu kita kalau enggak bisa menyelesaikan ini. Mereka udah senang empat tahun enggak pernah ada cirebu (asap), tahun ini meskipun tidak dalam skala yang seperti 2015 tetapi mulai ada lagi,” imbuhnya.

Bulan lalu Mahkamah Agung (MA) memvonis Presiden Jokowi melanggar hukum dalam kasus kebakaran hutan pada 2015, setelah sebelumnya MA menolak permohonan kasasi Jokowi dan sejumlah menteri dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan.

Penggugat yang berasal dari kalangan aktivis lingkungan mengatakan sejumlah kewajiban yang harus dieksekusi pemerintah antara lain menuntut perusahaan-perusahaan pelaku pembakaran hutan ketika itu, pembangunan rumah sakit paru di Kalimantan Tengah dan memberikan pembiayaan gratis untuk masyarakat korban asap.

Namun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan pemerintah kemungkinan besar akan menempuh peninjauan kembali (PK) setelah kalah di tingkat kasasi.

Diklaim turun

Jokowi mengklaim Karhutla di Indonesia tahun ini turun drastis dari empat tahun lalu.

“Tahun ini memang turun 81 persen, kalau dibandingkan dengan 2015. Tetapi, kalau dibandingkan dengan 2018, tahun ini naik lagi. Ini yang tidak boleh. Harusnya tiap tahun turun, turun, turun terus. Menghilangkan total memang sulit, tapi harus ditekan terus,” katanya.

Pada 2015, Karhutla terjadi hampir di semua provinsi di Indonesia dan berdampak ke sejumlah negara tetangga berupa kabut asap.

“Saya ingat kerugian saat itu mencapai Rp221 triliun dengan lahan yang terbakar kurang lebih seingat saya 2,6 juta hektare,” papar Jokowi.

KLHK mencatat bahwa hutan dan lahan terbakar dalam tahun 2019 mencapai 42.740 hektar lebih dengan rincian Riau seluas 27.683 hektar, Kalimantan Timur 5.153 hektar, Kepulauan Riau 4.970 hektar dan Kalimantan Barat 2.274 hektar.

Plt Direktur Pengendalian Karhutla KLHK, Raffles B. Panjaitan, mengungkapkan 27.538 hektar yang terbakar adalah lahan gambut dan 15.202 hektar tanah mineral.

Januari-Juli 2019, ada 975 titik api atau hotspot di Indonesia berdasarkan pemantauan satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika.

Jumlah itu turun dibandingkan semester pertama tahun 2018 yang mencapai 1.077 titik.

"Ada penurunan 102 titik," kata Raffles dalam pernyataan tertulis.

Darurat

Enam provinsi sudah menetapkan status keadaan darurat atas kebakaran hutan, yakni Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

“Yang paling terakhir menyatakan siaga darurat adalah Jambi,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Agus Wibowo.

Sebanyak 5.679 personel dikerahkan untuk menangani karhutla di enam provinsi itu yang disebar ke desa-desa untuk berpatroli menemukan titik api, sambil membantu pemadaman dan mengampanyekan bahaya Karhutla.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan potensi Karhutla dan kekeringan karena sejumlah daerah diperkirakan dilanda kemarau hingga Oktober 2019 dan puncaknya pada Agustus .

Kepala BNPB Doni Monardo menyatakan pihaknya mengupayakan langkah pencegahan Karhutla melalui pendekatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Berdasarkan temuan lapangan, ungkapnya, 99 persen kasus karhutla disebabkan faktor kesengajaan manusia untuk mendapatkan keuntungan besar dan sisanya karena faktor alam.

Dia mencontohkan karhutla di Kalimantan Tengah.

"Titik api di Kalimantan Tengah ini bersaf atau lurus. Ada indikasi dibakar dan pembakar sudah mengerti tata letak dan arah angin. Sudah berpuluh-puluh tahun terjadi seperti ini," ujar Doni.

"Kita harus bisa temukan pelakunya. Setelah itu dekati pelan-pelan lalu ajak bergabung ke pihak kita menjadi Satgas pencegahan api. Kita beri kesejahteraan mereka seperti yang telah BNPB lakukan kepada 1.215 Satgas dengan Rp145.000 per kepala."

Cara lain, tambahnya, adalah manfaatkan lahan ekonomis seperti budidaya berbagai tanaman sehingga tidak perlu membakar lahan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.