Komnas HAM: Enam Orang Meninggal dalam Kasus Kerangkeng Bupati Langkat

Belum diketahui kenapa mereka di kerangkeng dan belum ada pihak yang menjadi tersangka.
Arie Firdaus
2022.03.02
Jakarta
Komnas HAM: Enam Orang Meninggal dalam Kasus Kerangkeng Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin saat dilantik sebagai Bupati Langkat Periode 2019-2024, di Langkat, Sumatra Utara.
Situs Pemkab Langkat

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Rabu (2/3) menyatakan bahwa total ada enam korban meninggal dalam kerangkeng di kediaman mantan Bupati Langkat yang menjadi terduga kasus korupsi, bertambah dari temuan komisi awal bulan lalu yang menyatakan bahwa korban tewas tiga orang. 

Sang bupati, Terbit Rencana Perangin-angin, yang telah dicopot dari jabatannya karena menjadi tersangka kasus korupsi yang menjeratnya itu, berdalih dua kerangkeng tersebut sebagai tempat pembinaan dan rehabilitasi narkoba.

Namun demikian Komnas HAM menemukan fakta bahwa terjadi beragam bentuk penyiksaan kepada para penghuni.

Sebelumnya organisasi masyarakat yang mengurus hak-hak pekerja migran, Migrant Care, melaporkan ke Komnas HAM adanya "dugaan perbudakan modern" terhadap para penghuni kerangkeng itu yang dipaksa menjadi pekerja sawit di kebun sawit milik Terbit.

Sampai kini belum jelas terungkap kenapa kerangkeng tersebut sampai dibangun di sana dan untuk tujuan apa.

Kepolisian Daerah Sumatra Utara menyatakan sejak berdiri pada 2010, setidaknya dua kerangkeng di kediaman Bupati Langkat telah dihuni 656 orang, tapi saat dikunjungi Komnas HAM pada 27 Januari lalu hanya diisi 57 orang.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam belum merinci penyebab kematian tiga korban terbaru, apakah disebabkan penyiksaan atau faktor alamiah. Perihal tersebut, terang Choirul, masih akan didalami kepolisian.

"Kami berproses sendiri sampai dua minggu lalu dan mendapatkan informasi bahwa jumlah korban bertambah tiga orang sehingga total ada enam korban meninggal," kata Anam dalam keterangan pers daring di Jakarta.

"Ketiga orang itu, apakah ada penyiksaan dan kekerasan atau mati karena sendirinya, kami belum mendalami.”

Sejauh ini, lanjut Anam, Komnas HAM baru menemukan fakta bahwa terdapat 26 jenis kekerasan kepada para penghuni kerangkeng itu, seperti pemukulan pada tulang rusuk, perintah bergelayut seperti monyet, hingga memukul kaki dengan palu hingga kuku mengelupas.

Ragam penyiksaan itu bahkan menyisakan tekanan psikologis bagi salah seorang penghuni, hingga menyebabkannya melakukan percobaan bunuh diri.

"Ketika itu (kekerasan) berlangsung terus-menerus dengan berbagai alat, termasuk memanfaatkan hubungan senior-junior, muncul lah trauma sehingga ada yang kepingin bunuh diri akibat melihat dan mengalaminya," ujar Anam lagi.

Berdasarkan investigasi Komnas HAM, setidaknya 19 orang telah diduga terlibat dalam penyiksaan di kerangkeng di kediaman Terbit Rencana. 

Para terduga terdiri dari berbagai latar belakang, termasuk pengurus kerangkeng yang disebut komisi memiliki struktur seperti lembaga pemasyarakatan, anggota TNI dan Polri, hingga anggota keluarga Terbit.

Belum ada tersangka

Sampai saat ini belum seorang pun ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyiksaan dan “pemenjaraan” orang-orang di kerangkeng tersebut, termasuk Terbit Rencana.

Anggota tim penganalisa pelanggaran HAM dalam kasus ini, Yasdad Al Farisi, menambahkan, penyiksaan berintensitas tinggi terhadap penghuni seringkali terjadi pada bulan pertama berada di kerangkeng.

Penghuni baru, terang Yasdad, akan menerima perlakukan yang dilabelinya sebagai “tindakan merendahkan martabat”, seperti dimasukkan ke dalam kolam ikan dan direndam, bergelayut seperti monyet, mencambuk dengan selang, atau menutup mata dengan lakban.

"Ada beberapa istilah kekerasan juga yang dikenal oleh para penghuni, yakni mos, sikap tobat, dua setengah kancing dan dicuci," ujarnya, tanpa menjabarkan lebih lanjut istilah-istilah tersebut.

Beragam medium pun digunakan dalam menyiksa penghuni seperti cabai, selang, ulat gatal, besi panas, lilin, jeruk nipis, garam, plastik yang dilelehkan, palu, rokok, hingga batako.

Akibatnya, kata Yasdad, "Selain luka fisik, ada juga dampak traumatis yang sampai menyebabkan salah seorang penghuni melakukan percobaan bunuh diri."

Juru bicara Polda Sumatra Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi, saat dihubungi, mengatakan pihaknya masih mendalami dan mengumpulkan fakta serta bukti sebelum nanti mengumumkan tersangka.

Hingga kini, terang Hadi, polisi telah memeriksa 70 orang orang --termasuk Terbit Rencana dan keluarga-- serta mengamankan sejumlah barang bukti. 

Polisi juga telah membongkar dua makam eks penghuni kerangkeng yang diduga tewas akibat penganiayaan.

"Hasil gelar perkara, kasus sudah naik ke penyidikan. Kami masih mendalami, mohon ditunggu (tersangka). Kami akan bekerja transparan dan profesional," ujar Hadi.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang mendampingi eks penghuni kerangkeng mendesak kepolisian segera menetapkan tersangka dalam kasus ini. 

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menilai, kepolisian semestinya dapat bergerak lebih cepat lantaran lokasi dan terduga pelaku masih bisa ditemukan. 

"Tidak ada yang misterius. Kenapa sampai lama?" ujar Edwin kepada BenarNews.

Per Maret, setidaknya empat mantan penghuni kerangkeng telah mengajukan perlindungan kepada LPSK karena takut akan ancaman dan tekanan dari pihak Terbit.

"Mereka khawatir akan keselamatan, karena bagaimana pun pengaruh Terbit masih sangat kuat di Langkat," pungkas Edwin.

BenarNews mencoba menghubungi kuasa hukum Terbit, Mangapul Silalahi, tapi belum berhasil.

Dikutip dari situs Bisnis.co, Mangapul tak menampik tindak kekerasan terhadap penghuni kerangkeng, tapi ia berdalih kekerasan itu terjadi antara penghuni lama dan baru, tanpa sepengetahuan Terbit dan keluarga. 

"Ketika dimasukkan ke tempat pembinaan, ada semacam 'upacara sambutan' lah. Dan itu bukan rahasia umum. Kita tahu persis di beberapa rutan (juga terjadi)," katanya.

Terbongkar dalam OTT

Dugaan penyiksaan berujung kematian dalam kerangkeng bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2022 yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Terbit Rencana dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat.

Belakangan, masalah “manusia kerangkeng” ini berkembang menjadi dugaan penyiksaan dalam kerangkeng dan kepemilikan satwa yang dilindungi --Terbit masih berstatus terlapor dalam perkara ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.