Ungkap ‘Teror’ atas Novel Baswedan, Jokowi Didesak Bentuk Tim Pencari Fakta
2017.07.26
Jakarta

Pegiat antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkap kasus teror air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
Desakan itu dilontarkan dalam jumpa pers, Rabu, 26 Juli 2017, karena belum terungkap pelaku dan otak peneror penyiraman air keras ke wajah Novel, meski telah berselang 106 hari sejak insiden itu terjadi.
"Dari awal, beliau (Jokowi) sudah mengatakan akan memimpin langsung pemberantasan korupsi," kata pegiat dari Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak.
"Dan penyerangan ini, menurut kami, bukan hanya tentang Novel (Baswedan), tapi juga tentang upaya penghadangan pemberantasan korupsi."
Pembentukan TGPF, diakui Dahnil, juga telah disetujui Novel saat mereka bertemu di Singapura, beberapa hari lalu.
"Novel sudah bilang dia akan membuka semuanya jika ada tim gabungan. Makanya, kami mendesak Jokowi agar tim itu segera hadir," tambah Dahnil.
Juru bicara Kepresidenan, Johan Budi, saat dikonfirmasi terkait desakan pembentukan tim pencari fakta tersebut terkesan enggan berkomentar. Dia meminta semua pihak memercayakan proses hukum yang tengah berlangsung.
Pegiat dari Lembaga Bantuan Hukum Lokataru, Haris Azhar, menilai, pengungkapan teror terhadap Novel selama ini terganjal karena saling sandera kepentingan di tubuh KPK dan kepolisian.
Hal itu, kata Haris, diakui Novel Baswedan. "Novel menyampaikan bahwa dalam dua institusi tersebut, ada kubu yang tidak ingin agar kasusnya terungkap," kata Haris.
"Kalau ada yang berani buka kasus Novel, maka orang yang membuka akan dicari kesalahan-kesalahannya."
Hanya saja, Haris tidak merincikan pihak-pihak yang disebut Novel yang menginginkan pengusutan kasus tersebut mandek.
Maka, tambah Haris, Presiden Jokowi lah sosok yang bisa meredam insiden saling sandera kepentingan tersebut. Salah satunya dengan menginstruksikan pembentukan tim pencari fakta yang independen dengan melibatkan berbagai pihak.
"Polisi kan atasannya presiden. Pun KPK yang atasannya presiden," ujarnya.
Tak takut
Teror terhadap Novel terjadi pada Selasa, 11 April 2017. Ia disiram air keras oleh dua orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor seusai menunaikan salat Subuh di masjid yang terletak tak jauh dari kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat siraman air keras itu, sepupu Gubernur Jakarta terpilih Anies Baswedan tersebut mengalami luka serius di bagian mata.
Ia sempat dirawat di rumah sakit di Jakarta selama beberapa hari, sampai akhirnya diterbangkan ke Singapura untuk mendapatkan perawatan intensif.
Mengenai kondisi matanya, dalam sebuah video yang diunggah Dahnil, Novel mengakui pemulihan matanya belum berjalan maksimal.
"Masih perlu waktu dan perlu tahapan operasi agar bisa kembali melihat," kata Novel.
Dalam video berdurasi dua menit itu, Novel mengenakan kaos hitam dan peci putih. Mata kirinya terlihat berwarna putih, dengan pupil berwarna kelabu menghadap ke atas. Sedangkan mata kanannya berwarna gelap.
Novel juga mengaku tak takut untuk kembali terlibat dalam pengusutan kasus korupsi seusai program pemulihan.
"Saya ingin menunjukkan bahwa harapan orang itu (pelaku dan otak penyerangan) akan sia-sia dan tidak ada gunanya. Saya tegaskan bahwa itu tidak bisa (berjalan) sebagaimana yang mereka harapkan," ujarnya.
Media mencatat Novel berada di balik pengungkapan berbagai kasus korupsi besar yang melibatkan sejumlah pejabat.
Dia mengungkap kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan salah satu pejabat senior Polri, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen. Djoko Susilo. Ia juga menangani kasus dugaan suap perizinan kebun sawit yang menyeret seorang Bupati Buol, Sulawesi Tengah, ke penjara.
Novel dan KPK juga membuka kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang, kasus suap pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia, dan kasus suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Terpisah dari teror air keras, Novel pada Selasa, 25 Juli 2017, dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Nico Panji Tirtayasa alias Miko, keponakan terpidana kasus suap Muchtar Effendi. Novel dilaporkan atas dugaan pemalsuan, keterangan palsu, dan penyalahgunaan wewenang.
Laporan ini sendiri dinilai pegiat antikorupsi dari LBH Jakarta, Al Ghifari Aqsa, sebagai teror lain kepada Novel Baswedan dan pengungkapan kasus korupsi.
50 saksi
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri,Brigjen. Pol. Rikwanto, membantah lembaganya terbelenggu kepentingan tertentu sehingga menghambat pengungkapan kasus Novel.
Menurut Rikwanto, penyidik kepolisian telah bersikap profesional dengan memeriksa setidaknya 50 orang saksi, termasuk saksi ahli. Hanya saja, kata Rikwanto, keterangan para saksi belum mengarah kepada pelaku.
"Bahkan keterangan yang terduga pelaku atau saksi yang mengatakan tahu pelaku, akhirnya hanya berupa dugaan saja," kata Rikwanto ketika dikonfirmasi BeritaBenar.
Dia menambahkan, kasus penyiraman air keras terhadap Novel memiliki kesulitan tersendiri lantaran minimnya bukti yang ditemukan di lapangan.
“Belum bisa dipastikan,” katanya, ketika ditanya target penyelesaian pengungkapan kasus itu.
Ia juga enggan mengomentari soal desakan pegiat antikorupsi untuk membentuk tim pencari fakta
Sedangkan juru bicara KPK, Febri Diansyah, menyambut baik rencana tersebut.