KBRI Belum Bisa Bertemu WNI 'Perekrut ISIS' di Malaysia

Arie Firdaus
2015.12.09
Jakarta
gegana-620 Tim Gegana dan polisi antiteror mengecek lokasi Institut Perancis Indonesia di Surabaya pada 16 November 2015 sebagai bagian dari peningkatan kesiagaan setelah serangan ISIS di Paris.
Photo: Benar

Diplomat Indonesia di Kuala Lumpur masih belum memperoleh akses untuk mendampingi seorang warga Indonesia yang kini tengah ditahan Kepolisian Diraja Malaysia Sabtu lalu atas dugaan memfasilitasi perekrutan anggota kelompok Negara Islam Irak dan Suriah.

Hal itu disampaikan Wakil Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono.

"Kami sudah mengajukan nota meminta akses kekonsuleran, tapi belum ada respons dari otoritas Malaysia," kata Hermono lewat pesan singkat kepada BeritaBenar, Rabu, 9 Desember.

Hermono tak merinci lebih lanjut kapan nota tersebut dikirim kepada otoritas Malaysia. Yang pasti, lanjutnya, staf kedutaan Indonesia di Malaysia belum diperkenankan menemui WNI tersebut sampai saat ini.

Belum adanya tanggapan otoritas Malaysia atas nota yang dikirim kedutaan, kata Hermono, disebabkan karena jeratan berat yang kemungkinan melilit warga Indonesia itu.

"Dia ditangkap berdasarkan Security Offence Special Measure Act (SOSMA) 2012. So, treatment-nya berbeda," ujar Hermono lagi. Akibatnya, kata Hermono, kedutaan bahkan belum mendapat info soal identitas warga Indonesia yang ditahan. "Belum diberitahu detailnya."

SOSMA 2012 adalah beleid yang disusun Pemerintah Kerajaan Malaysia untuk menggantikan Internal Security Act 1960. Dengan aturan ini, kepolisian Malaysia memiliki kewenangan khusus untuk menahan seseorang yang dipercaya bisa membahayakan keamanan nasional tanpa didakwa atau diadili selama 28 hari.

WNI Berinisial AM

Ketika dihubungi BeritaBenar Kepala Bagian Penerangan Umum Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Brigadir Jenderal Agus Rianto, Pemerintah Indonesia, kata Agus, masih menunggu respons otoritas Malaysia.

Namun dia belum memastikan apakah warga negara Indonesia itu bakal dipulangkan. "Itu wilayah dan otoritas hukum mereka (Malaysia). Kita tunggu saja," kata Agus.

Namun Agus mengaku telah mendapat informasi soal latar belakang warga Indonesia yang ditahan. "Inisialnya AM," kata Agus.

"Ia ditangkap beserta empat warga negara asing lainnya oleh otoritas Malaysia. Ada yang dari Bangladesh juga. Begitu informasi yang kami dapat dari Interpol."

Sebelumnya kepolisian Malaysia mengatakan pemimpin kelompok itu adalah seorang WNI yang berprofesi sebagai mekanik yang ditangkap di Johor atas dugaan memfasilitasi orang-orang yang ingin bergabung dengan ISIS di Suriah atau kelompok teroris lain di wilayah itu.

WNI dideportasi dari Korsel

Sebelumnya pada hari Selasa, 8 Desember, kantor berita Korea Selatan, Yonhap, melaporkan bahwa seorang WNI berusia 32 tahun dideportasi setelah sempat ditahan karena diduga terkait kelompok Front al-Nusra yang terafiliasi dengan al-Qaida di Suriah.

WNI itu ditangkap di rumahnya di Provinsi Chungcheong atas tuduhan melanggar aturan keimigrasian dan pemalsuan dokumen. Yonhap tak merinci identitas WNI tersebut.

Namun dikutip dari laman Viva.co.id, WNI itu disebut sebagai seorang laki-laki bernama Carsim yang masuk ke Korea Selatan pada 2007.

"Adapun dari identitas kartu tanda penduduknya, WNI itu diketahui bernama Abdullah Hasyim," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal 20 November lalu.

Menurut Kepolisian Korea Selatan, pria itu didapati menyimpan pisau, senapan M16, dan beberapa buku Islam fundamentalis. Ia juga diketahui pernah mengunggah sebuah video dirinya mengibarkan bendera kelompok al-Nusra di atas sebuah gunung setempat pada April lalu. Dilaporkan juga bahwa ia pernah menulis jika ia ingin ikut bergabung dalam perang Suriah.

Selain itu, ia juga pernah didapati mengunggah foto dirinya tengah memakai topi berlogo kelompok itu saat berkunjung ke Gywongbok Palace, istana kuno yang menjadi lokasi wisata favorit di Seoul.

Selain Carsim alias Abdullah Hasyim, terdapat dua WNI lain yang juga ditangkap atas dugaan kejahatan serupa. Menurut The Korea Herald, ketiganya kini telah dideportasi ke Indonesia.

Tetapi ketika dikonfirmasi perihal deportasi ketiga WNI tersebut dari Korea Selatan, Agus Rianto memberi jawaban singkat.

"Kami belum tahu."

Sementara pejabat Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tidak menjawab ketika dihubungi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.