Kereta cepat pertama di Indonesia akan beroperasi 18 Agustus
2023.04.10
Jakarta
Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung akan mulai beroperasi pada 18 Agustus setelah negosiasi tentang pembengkakan biaya diselesaikan, kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, Senin (10/4).
Luhut menerangkan pemerintah dan China telah menyepakati masalah cost overrun atau pembengkakan biaya kereta cepat yang dinegosiasikan kedua negara sebesar US$1,2 milyar.
"Kita harapkan mulai operasional 18 Agustus 2023 sebagai hadiah HUT ke-78 RI," ujar Luhut dalam keterangan pers di kantornya.
”Tim teknis dari kedua negara telah menyepakati cost overrun sebesar US $1,2 miliar,” ujarnya.
Menurut Luhut, angka itu bersumber dari audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan auditor Pemerintah China.
Selain itu, Luhut mengatakan berharap ada pimpinan tinggi China yang hadir untuk menyaksikan operasional Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ini.
Luhut juga menyampaikan seluruh jalur KCJB telah tersambung sempurna dari Tegalluar di Jawa Barat hingga Halim Perdanakusumah di Jakarta, dengan total panjang rel terpasang 304 km untuk kedua sisinya.
"Trial akan dimulai Mei akhir paling lambat sudah mulai digunakan," beber Luhut.
Bunga pinjaman 3,4%
Luhut mengungkapkan China tetap mematok suku bunga pinjaman sebesar 3,4% karena negosiasi pemerintah agar mau menurunkan menjadi 2% ditolak Beijing.
"Kita maunya 2%, tapi kan gak mungkin juga terus tercapai," ungkap Luhut.
Luhut menambahkan bahwa keputusan itu harus dia terima mengingat China meminjamkan dana pada negara lain untuk pembangunan infrastruktur dikenakan bunga yang lebih tinggi, yaitu pada kisaran 6%.
Luhut menegaskan Indonesia masih memiliki kemampuan membayar yang cukup kuat untuk melunasi pinjaman proyek KCJB.
"Gak ada masalah. Kamu kok ragu dengan negara kita. Jangan underestimate negara kita ini Indonesia semakin baik lho. Benar!” kata Luhut.
“Kamu lihat penerimaan pajak kita naik 48,6% (penerimaan pajak pada Januari 2023) karena banyak Indonesia ini batu bara segala macam tadi."
Dalam rapat dengan DPR pada Februari lalu, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo merinci porsi pinjaman total dari China Development Bank adalah 75 persen dari nilai US$1,2 miliar yaitu sekitar US$ 900 juta, sementara porsi pembiayaan Indonesia 60 persen dari nilai tersebut, sementara sisanya 40 persen dari pihak China.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, mengatakan negosiasi tersebut juga membahas mengenai tenor pinjaman sekitar 30 sampai 40 tahun.
“Kalau kita bisa bayar 30 tahun, untuk apa diperpanjang 40 tahun, karena kan kita bayar bunga terus. Kita minta range-nya 30 sampai 40 tahun," ujar Septian.
Indonesia masih melakukan negosiasi agar bisa memperoleh grace period pembayaran hutang tersebut sekitar 10 sampai 15 tahun.
Grace period adalah periode waktu yang diberikan pada pinjaman di mana peminjam tidak perlu membayar uang kepada penerbit pinjaman, dan peminjam tidak dikenai denda karena tidak membayar.
"Yang paling penting grace period-nya, kita lagi minta 10 sampai 15 tahun," kata dia.
Masa konsesi tidak ditentukan
Seto menambahkan pinjaman untuk biaya proyek kereta cepat yang bengkak tak ada hubungannya dengan rencana perpanjangan konsesi. Dia mengatakan konsesi diperpanjang karena urusan pengembalian investasi, tak ada hubungannya dengan tambahan pinjaman yang dilakukan ke pihak China.
"Konsesi dipengaruhi terkait biaya pengembalian investasi, konsesi seperti yang diminta mau ditambah 80 tahun," kata Seto.
Menyambung hal itu, Luhut menyatakan urusan penyediaan transportasi publik memang tidak menguntungkan, tetapi memberikan manfaat bagi masyarakat.
Oleh karena itu, Luhut mempersilahkan apabila konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung mau diperpanjang, mau berapa puluh tahun pun tak ada masalah.
Asalkan, kata dia, Indonesia tetap menjadi pemilik terbesar dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dikerjasamakan dengan pihak China.
"Dari dulu saya sebenarnya mau bikin (konsesi) berapa puluh tahun silakan, kalau dia majority dia yang kontrol tapi kan kita yang jadi (mayoritas)," ungkap Luhut.
KCJB merupakan bagian dari Belt and Road Initiative, program pemerintah China senilai US$1 triliun lebih untuk membiayai pembangunan infrastruktur di seluruh dunia - rencananya rampung pada 2019.
Layanan kereta ini diklaim akan mampu melaju dengan kecepatan 350 kilometer perjam dan akan melayani sebanyak 68 perjalanan setiap hari serta berhenti di lima stasiun, dengan waktu tempuh antara 34-45 menit, dibanding 2,5 jam dengan kereta biasa.
Pemerintah Indonesia mendanai US$200 juta dari pembengkakan biaya tersebut melalui penyertaan modal pada 2021, bertentangan dengan janji Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada tahun 2015 yang melarang penggunaan dana negara untuk pembangunan proyek.
"Hanya untungkan kreditur China"
Ekonom Bhima Yudhistira mengatakan pengajuan pinjaman baru untuk menutup pembengkakan hanya untungkan kreditur China.
Karena pembengkakan biaya juga dimulai dari kesalahan proses perencanaan di awal yang terlalu optimistis dan kreditur menawarkan bunga murah.
“Apa semua full tanggung jawab BUMN dan pemerintah Indonesia? Ini kan kurang fair,” ujar dia.
Menurut dia, beban utang dari kereta cepat juga akan semakin menimbulkan efek berantai ke defisit APBN. Hal ini menimbulkan pengaruh pada operasional kereta cepat jadi makin dilematis, demi mempercepat pelunasan utang maka harga tiket harus dinaikkan.
“Begitu harga tiket naik maka jumlah penumpang bisa di bawah proyeksi ideal. Situasi ini justru memperberat subsidi negara ke kereta cepat,” ujar dia.
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana mengatakan konsekuensi dari penyertaan modal negara dalam proyek ini tidak hanya pembengkakan APBN hingga puluhan tahun mendatang, namun juga moral hazard bagi pemangku proyek strategis lainnya di Indonesia.
“Mereka menjadi semakin tidak bertanggung jawab karena mengetahui bahwa jika pun terjadi cost overrun, maka pemerintah Indonesia pada akhirnya akan memberikan PMN (Penyertaan Modal Negara,” ujar dia.
“Akan jauh lebih bijaksana jika pemerintah Indonesia menelan rugi hari ini dibandingkan meneruskan proyek yang jika dilanjutkan sekalipun risiko keberlangsungannya sudah tidak rasional,” ujar Andri.