Hukuman Kebiri Disambut, Namun Bukan Satu-Satunya Cara
2015.10.21
Jakarta
Diperbaharui pada jam 1:33 pm ET pada tanggal 21-10-2015
Publik menyambut hangat pernyataan pemerintah terkait rencana pemerintah memasukkan hukuman tambahan kebiri lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Hukuman kebiri sudah diusulkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sejak tahun lalu setelah kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat.
Sosial media dan pemberitaan media menunjukkan berbagai komentar berisi dukungan terhadap upaya ini.
Hukuman kebiri, menurut Ketua KPAI, Asrorun Niam dipercaya akan membawa dampak menjerakan bagi pelaku.
"Telaah atas keberulangan kasus yang kami lakukan menunjukkan hukuman yang berlaku tidak membawa efek jera. KPAI bahkan sempat mengusulkan ada hukuman maksimal eksekusi mati jika korban menderita kecacatan mental yang tak bisa dipulihkan atau kehilangan nyawa," kata Niam kepada BeritaBenar.
Dalam rapat terbatas yang berakhir Selasa 20 Oktober petang, kebiri disetujui presiden untuk menjadi hukuman tambahan bagi pelaku pedofilia di Indonesia.
Hukuman maksimal yang berlaku untuk kasus tersebut saat ini diatur dalam UU Perlindungan Anak No.35/2014, yang menjatuhkan sanksi penjara selama 15 tahun.
Niam mengatakan rapat terbatas tidak membahas secara rinci apakah hukuman kebiri akan dijatuhkan pada pelaku pemerkosaan yang ketahuan mengulangi kejahatannya.
"Saya kira tergantung konteksnya - tergantung tindak kejahatannya, jenis kriminalitasnya, dampaknya pada korban dan seterusnya."
Menurutnya tim pembantu presiden dari Kementrian Sosial, Politik Hukum dan Keamanan, serta Kementrian Kesehatan yang akan merumuskan ketentuan rinci tersebut.
"Yang jelas kita gembira presiden melihat urgensi terbitnya aturan ini karena kekerasan seksual terhadap anak sangat marak dan karena itu diterbitkan lewat Perppu saja," tambahnya.
Melalui mekanisme peraturan pemerintah pengganti UU presiden dapat langsung meneken aturan baru setingkat UU tanpa perlu lama menunggu persetujuan dan pembahasan DPR seperti layaknya pengubahan UU.
Kebiri kimiawi
Dalam pembahasan sejak tahun lalu, hukuman kebiri yang diusulkan berjenis kebiri kimiawi, chemical castration, dengan memasukkan bahan kimia tertentu yang akan mengubah kinerja hormon yang mempengaruhi dorongan seksual pelaku.
Asupan kimia ini dilakukan secara paksa dapat melalui suntikan maupun bedah kecil. Praktik serupa telah banyak dilakukan di negara lain termasuk sebagian negara bagian di AS, beberapa negara Eropa dan Rusia.
Di Asia kebiri kimiawi sudah menjadi bentuk hukuman bagi pelaku kejahatan seksual di Korea Selatan. Pemerintah India diberitakan juga mempertimbangkan kebiri setelah terjadi peningkatan dalam kasus serangan seksual pada anak dan balita.
Kebiri tidak cukup
Ketua Satuan Tugas Perlindungan Anak M Ihsan mendesak pemerintah menggelar uji publik lengkap tentang upaya penerbitan Perppu hukuman tambahan terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak.
"Kami minta ada diskusi publik tentang langkah-langkah terakhir yang kita siapkan, jangan cuma soal kebirinya saja," kata Ihsan.
Dalam pembahasan dengan presiden menurutnya dibahas macam-macam upaya melawan kekerasan terhadap anak.
"Ada pendidikan karakter di sekolah, pendidikan pra-nikah, sampai penindakan terhadap guru dan kepala sekolah yang menjadi tempat terjadinya kekerasan terhadap anak. Ini jangan diabaikan," tambah Ihsan.
Besarnya sambutan terhadap rencana pemberlakuan hukum kebiri menurutnya tak boleh memunculkan kesan kebiri sudah cukup untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual pada anak.
Kebiri dinilai tidak efektif
Sementara itu lewat pesan pendek kepada BeritaBenar, pakar seksologi dan praktisi pendidikan seksual, dr Boyke Dian Nugraha menilai hukuman kebiri terhadap para pelaku pedofilia tidak akan efektif, karena tidak tepat sasaran.
“Yang sakit itu kan jiwanya. Kastrasi atau kebiri tidak akan menyelesaikan jiwanya. Saya kurang setuju. Yang terbaik adalah mengobati jiwanya, kemudian anak-anak diberikan pendidikan seks sehingga mereka dapat melindungi diri dari monster seksual,” tulis dr Boyke.
Sejumlah lembaga merilis pernyataan Indonesia Darurat Kekerasan Anak sejak 2013 setelah tingginya angka kriminalitas yang melibatkan anak terutama sebagai korban.
Dalam catatan KPAI, tahun 2013 terjadi sedikitnya 2700 kasus kekerasan, 42% diantaranya kekerasan seksual pada anak. Setahun berikutnya angka kekerasan naik menjadi 3339 kasus, lebih dari separuh merupakan kekerasan seksual.
Tahun ini sepanjang Januari-Agustus, KPAI mencatat 1726 kasus, 58% diantaranya kekerasan seksual.
Penerbitan Perppu hukuman tambahan dengan kebiri bukan aturan pertama yang digagas untuk menekan tingginya angka korban kekerasan seksual anak.
Tahun lalu bersamaan dengan munculnya kasus dugaan kekerasan seksual anak dalam lingkungan Jakarta International School (JIS) pemerintah telah menerbitkan Inpers Penanganan Kekerasan terhadap Anak.