Pasca Kecelakaan di Riau, TNI Hentikan Sementara Operasi Pesawat Hawk 200
2020.06.15
Jakarta
TNI AU mengatakan akan menghentikan sementara operasional pesawat tempur seri Hawk 200 menyusul insiden jatuhnya jet militer tersebut di pemukiman warga di Kampar, Riau, Senin (15/6), menandai kecelakaan terbaru dari berbagai rentetan jatuhnya pesawat militer dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia.
Tidak ada korban jiwa dalam insiden yang merupakan kecelakaan pesawat TNI kedua dalam bulan ini. Pilot pesawat berhasil ke luar dengan selamat mengunakan kursi pelontar, demikian menurut pejabat.
“Setelah kejadian ini saya perintahkan untuk stop flying dulu. Saya tidak menyatakan grounded, tapi kita stop dulu pengoperasiannya untuk melaksanakan proses investigasi,” kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo dalam konferensi pers di Riau yang disiarkan MetroTV.
“Investigasi diperkirakan berlangsung dua minggu,” tambahnya.
Ia menambahkan, pilot pesawat, Lettu Pnb Apriyanto Ismail, berhasil selamat menggunakan kursi pelontar yang terlempar sekitar 1,5 kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat.
“Sehat, baik, kondisi psikis secara visual baik. Tapi akan dilaksanakan tes psikologi. Investigasi sangat lengkap, penerbang dicek kesehatan lagi, psikologis dites lagi,” kata Fadjar, merujuk kondisi terkini Lettu Apriyanto.
Sementara, sambung Fadjar, tiga rumah warga yang tertimpa bangkai pesawat dalam keadaan kosong.
“Saya ingin menyampaikan permintaan maaf kepada pemilik rumah. TNI AU, dalam hal ini Lanud Rusmin Nuryadin, akan bertanggung jawab,” katanya.
Untuk kepentingan penyelidikan, bangkai pesawat akan tetap dibiarkan di lokasi kecelakaan, sambung Fadjar.
Merujuk situs TNI AU, Hawk 200 adalah pesawat buatan British Aerospace (BAE) Inggris dan telah menjadi bagian militer Indonesia sejak tahun 1996.
TNI diketahui memilki 32 pesawat Hawk 200, namun tidak diketahui pasti berapa jumlah yang aktif sejauh ini.
Fadjar memastikan pesawat ini dalam kondisi layak terbang, bahkan beberapa hari sebelum insiden kecelakaan pesawat juga digunakan tanpa ada permasalahan saat terbang maupun pendaratannya.
Pesawat jatuh di jarak sekitar 2 kilometer dari ujung landasan Lapangan Udara Rusmin Nuryadin, Pekanbaru, usai melakukan latihan penembakan di daerah Siabu, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
Fadjar mengatakan pilot Apriyanto melaporkan adanya keanehan pada mesin diikuti dengan lampu peringatan saat hendak melakukan pendaratan. “Setelah itu mesin pesawat kehilangan tenaga. Komunikasi masih normal ketika Beliau mengalami kehilangan tenaga mesin,” katanya.
“Tapi itu tidak meledak di udara, jadi dipastikan tidak meledak di udara. Setelah jatuh memang pesawat itu terjadi kebakaran, tukas Fadjar.
Rentetan kecelakaan pesawat TNI
Insiden kecelakaan pesawat tempur TNI AU di Riau berselang sembilan hari dengan insiden jatuhnya helikopter TNI AD di Kawasan Industri Kendal (KIK), Jawa Tengah, Sabtu (6/6).
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Nefra Firdaus, dalam laporan media, mengatakan helikopter tipe MI-17 jatuh saat melakukan latihan terbang di Pusat Pendidikan Penerbang AD di Semarang.
Empat prajurit, Kapten Cpn Kadek, Kapten Cpn Fredi, Kapten Cpn Y Hendro, dan Lettu Cpn Wisnu, meninggal di lokasi kejadian. Sementara, Lettu Cpn Vira Yudha, mengembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (13/6), setelah mendapatkan perawatan intensif di RS Kariadi, Semarang, demikian keterangan pers TNI AD.
Pada Juni tahun lalu, helikopter Mil Mi-17 milik TNI AD jatuh dalam misi mendistribusikan logistik dan rotasi pasukan di Oksibil, Papua, menewaskan 12 orang personil.Pemerintah tidak berkomentar atas klaim kelompok separatis yang mengatakan telah menembak heli tersebut.
Pada Mei 2009, pesawat Hercules milik TNI AU juga jatuh di persawahan Desa Geplak, Kecamatan Karas Magetan, Jawa Tengah. Dalam insiden tersebut, 101 penumpang yang kebanyakannya anggota TNI dan keluarga meninggal dunia.
Insiden jatuhnya pesawat Hercules milik TNI AU dengan korban meninggal dunia di atas 100 orang juga pernah terjadi di Medan, Sumatra Utara, pada 30 Juni 2015. Hercules C 130 itu jatuh di kawasan perumahan Simalingkar, Medan, dan merenggut nyawa 113 penumpangnya dan setidaknya tiga orang warga di lokasi.
Sementara, lima insiden kecelakaan pesawat TNI dilaporkan terjadi berturut-turut pada tahun 2016.
Audit alutsista TNI
Peneliti militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai pemeliharaan dan perawatan terhadap alutsista yang dimiliki TNI memainkan peranan penting dalam setiap insiden kecelakaan di samping faktor cuaca maupun kesalahan manusia.
Pasalnya menurut Fahmi, setiap alutsista yang dimiliki militer pastinya sudah melalui uji kelayakan dan dioperasikan oleh personel kompeten yang sudah dilatih untuk menghadapi berbagai persoalan seperti cuaca.
“Jadi sekarang kita harus bicara soal bagaimana perawatannya. Apakah rutin dilakukan? Apakah sudah dilakukan secara disiplin sesuai standar operasionalnya?” ujarnya selain melihat kesimpulan hasil investigasi.
Anggota Komisi I DPR RI, Willy Aditya, mendesak Kementerian Pertahanan untuk mengaudit alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki TNI menyusul rentetan kecelakaan yang melibatkan pesawat militer dalam beberapa waktu terakhir.
“Kita punya perjanjian dengan negara pabrikan pesawat dan heli yang digunakan TNI. Kalau mereka tidak mau tanggung jawab, ya diganti saja dengan produsen yang lebih bertanggung jawab,” kata Willy dalam keterangan pers yang diterima BenarNews, Senin.
“Saya rasa DPR akan menyetujui penambahan anggaran alutsista jika audit komprehensif dilakukan termasuk hasil investigasi terhadap sejumlah kecelakaan alutsista. Jadi anggaran yang dikeluarkan itu akan punya dasar yang kuat,” tambahnya.
Dalam APBN 2020, Kementerian Pertahanan tercatat menerima alokasi anggaran sebesar Rp131 triliun, naik Rp21 triliun dari tahun lalu dan sekaligus tertinggi dibandingkan kementerian/lembaga lainnya.
Kementerian Keuangan menyatakan anggaran Kementerian Pertahanan di antaranya dialokasikan untuk belanja pegawai TNI yang memakan porsi hingga 70 persen dan sisanya diperuntukkan bagi belanja dan pemeliharaan alutsista.
Dahnil Ahzar Simanjuntak, Juru Bicara Menteri Pertahanan, tidak merespons permintaan BenarNews perihal desakan audit sistem pemeliharaan dan perawatan alutsista.
Merujuk data Global Fire Power (GFP), Indonesia saat ini diperkirakan memiliki 451 pesawat dan berada di urutan ke-30 dari 137 sebagai negara dengan potensi kekuatan pesawat udara terbesar di dunia.
Jumlah tersebut terdiri dari 192 helikopter, 104, pesawat latih militer, 65 pesawat serang, 62 pesawat angkut, 41 pesawat tempur, dan 8 helikopter tempur.
Indonesia telah menyepakati pembelian 11 unit Sukhoi SU-35 buatan Rusia dengan skema imbal beli yang dikoordinasikan Kemhan dan Kementerian Perdagangan, namun karena beberapa hal, rencana tersebut kemungkinan akan dibatalkan.
Sebagai gantinya, pemerintah tengah menjajaki peluang untuk mengubah rencana pembelian 11 jet tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia tersebut dengan F-35 dari Amerika Serikat.