Keluarga Terduga Teroris yang Ditangkap di Solo Sesalkan Penangkapan

Oleh Paramita Dewiyani dan Maeswara Palupi
2015.08.13
150813_ID_PARAMITA_WARGA_TERSANGKA_PROTES_700.jpg Densus 88 saat melakukan penggrebekan di Kediri, Jawa Timur tangal 16 Januari, 2015.
AFP

Istri salah satu orang yang ditangkap di Solo Rabu 12 Agustus memprotes tindakan pasukan khusus anti-terorisme Detasemen 88 (Densus 88) yang menurutnya kasar.

Dia mengaku tidak pernah mendapat surat pemberitahuan atau surat penangkapan suaminya dari pihak kepolisian.

“Saya tidak tahu sama sekali tentang penangkapan ini. Saya juga heran kenapa penangkapan dilakukan seperti ini,” kata Eny Sulistyowati, istri Sugiyanto, salah satu dari tiga orang yang ditangkap kepada BeritaBenar.

Dia mengaku sangat malu dengan lingkungan sekitar, terutama bagi anak-anaknya yang sudah menginjak dewasa.

“Apa salah suami saya juga belum terbukti,” lanjutnya.

Sugiyanto dan dua warga Solo lainnya, Yus Karman (30), Ibadurrohman (19) ditangkap Rabu malam atas dugaan terlibat aksi terorisme.

Seorang warga Solo yang mengaku menyaksikan penangkapan Sugiyanto membenarkan bahwa penangkapan Sugiyanto dilakukan dengan kasar.

“Ia [Sugiyanto] dibuntuti setelah salat Zuhur berjamaah di Masjid Al-Ikhlas Semanggi. Saya melihat waktu ia ditangkap di Pasar Kliwon. Ia terjatuh di selokan dan kemudian dipukuli oleh tiga orang,” kata Aryo Santoso warga Solo di Pasar Kliwon.

“Masih status tertuduh”

Komisioner Komnas HAM Siane Indriani mengatakan menyesalkan tindakan kasar saat penangkapan.

“Ini seharusnya tidak terjadi,” katanya.

Dia mengingatkan bahwa beberapa kali Densus 88 bahkan telah melakukan penembakan mati di sejumlah tempat seperti kasus di Lamongan dan Tulungangung di tahun 2013 lalu.

“Aparat seharusnya menghargai hak setiap WNI sampai status mereka jelas. Tersangka dan tertuduh jelas berbeda,” katanya lanjut.

Siane mengatakan meskipun Komnas HAM tidak membenarkan tindak terorisme tetapi pemberantasannya harus dilakukan dengan mengutamakan tindakan pencegahan.

“Serta menghormati proses hukum dan jangan asal tembak mati," tandasnya.

Sementara itu sebuah ormas Islam bernama Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) mengatakan bahwa pihaknya akan mengadukan tindakan Densus 88 yang menurutnya kasar tersebut dan menuntut Polri agar melindungi hak Sugiyanto.

“Status dia masih terduga, belum tertuduh, jadi seharusnya Polri tidak sewenang-wenang. Kami juga akan melaporkan hal ini kepada Komnas HAM dan DPR,” kata ketua LUIS Edi Lukito.

Dia menambahkan bahwa seharusnya penangkapan dilakukan dengan mengikuti prosedur.

Menolak memberikan barang bukti

Sementara itu saat penggeledahan di rumah orang tua Ibadurrohman (19), ibu tersangka mengatakan tidak memberikan bubuk putih yang tadinya akan disita oleh anggota Densus 88.

“Saya tidak mengijinkan mereka membawa serbuk putih susu karena saya takut nanti bisa direkayasa sesampai di kantor polisi,” kata Ny. Darsono seraya mengatakan bahwa serbuk tersebut adalah bahan pembuat kue.

“Anak saya putus sekolah dan sehari-hari hanya membantu membuat kue dan berjualan peci, tidak ada sangkut pautnya dengan teroris,” katanya sembari mengeluh bahwa kedatangan Densus 88 telah memporak porandakan seluruh isi rumah.

Penangkapan terjadi di tiga lokasi berbeda yaitu di Kampung Losari, Kelurahan Semanggi, dan Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Rabu (12/8).

Sedangkan esok harinya pada hari Kamis polisi menggeledah sebuah kios ponsel terkait penangkapan itu. Sejumlah barang bukti diamankan termasuk bom rakitan, sejumlah buku tentang jihad serta bendera Negara Islam dan Suriah (ISIS).

“Densus 88 bekerjasama dengan kepolisian setempat sejauh ini telah mengamankan tiga tersangka bersama dengan barang bukti setelah penggeledahan,” kata Direktur Intelijen Densus 88 Mabes Polri Ibnu Suhendra mengkonfirmasi kepada BeritaBenar.

"Sebuah kios HP di Solo diduga sebagai tempat merakit bom, sedangkan rumah kos di Desa Waru Karanganyar  diduga untuk menyimpan bom yang sudah jadi," kata Ibnu.

Lurah Sangkrah, Singgih Bagjono yang mengaku menyaksikan penggeledahan di kios ponsel mengatakan mengenai kebenaran barang bukti yang sudah menyebar luas di media.

“Itu memang benar saya melihat sendiri bom rakitan beserta buku panduan tentang cara membuat dan meledakkan bom rakitan serta bendera hitam ISIS. Di situ juga ditemukan kantung potassium sebagai bahan peledak. Tapi bom belum meledak ketika disita polisi,” katanya kepada BeritaBenar.

Bendera ISIS berikutnya juga ditemukan saat penggeledahan di Musala At Taubah dan kandang kambing di depannya, di Semanggi, Pasar Kliwon, Solo.

Ibnu juga mengatakan setelah penangkapan kepolisian berhasil mengamankan 21 bom rakitan yang siap diledakkan di sebuah rumah kos di Kabupaten Karanganyar, 30 menit dari kota Solo.

“Kemudian kami juga menemukan 21 rakitan bom disebuah rumah kontrakan di Kelurahan Waru, setelah mendapat keterangan dari Ibad[urrohman],” katanya.

Di dalam tempat tersebut kepolisian juga mengamankan bahan peledak lainnya.

Ketika ditanya hubungan ketiganya, Ibnu menjawab masih belum bisa menyimpulkan.

“Masih dalam penyelidikan,” tukasnya.

 

 

 

 

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.