Kemenkumham Diminta Serius Tangani Kekerasan Sipir Penjara atas Napi

Sepuluh narapidana dari ratusan yang kabur pasca kerusuhan di Rutan Riau akhir minggu lalu masih belum kembali.
Arie Firdaus
2019.05.13
Jakarta
190513_ID_inmates_1000.jpg Seorang polisi berpakaian preman menangkap kembali seorang narapidana yang kabur dari sebuah penjara di Pekanbaru, Riau, 5 Mei 2017.
AFP

Pegiat HAM dan DPR meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serius membenahi praktik kekerasan sipir terhadap warga binaan di dalam penjara, menyusul kerusuhan di sebuah Rumah Tahanan (Rutan) di Riau akhir minggu lalu yang diduga dipicu oleh kekerasan fisik oleh petugas penjara terhadap narapidana di sana.

"Harus ada sanksi yang betul-betul tegas, karena itu adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 5 tahun 1998," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Senin, 13 Mei 2019, mengutip beleid pelarangan penyiksaan kejam dan merendahkan martabat manusia.

Begitu pula pendapat anggota Komisi Hukum DPR Ahmad Sahroni yang berharap kementerian mampu menjauhkan pola pikir sipir yang menilai para tahanan sebagai pesakitan yang layak dimarjinalkan dan diperlakukan kasar.

"Pikiran seperti itu yang membuat individu bertindak sewenang-wenang dan arogan. Padahal penjara semestinya menjadi tempat pembinaan,” pungkasnya.

Kerusuhan di Rutan Kelas II-B Siak Sri Indrapura, Riau, pada Sabtu dini hari pekan lalu diduga dipicu oleh kesewenang-wenangan yang dilakukan sipir terhadap penghuni rumah tahanan.

"Hasil pemeriksaan awal, keributan diduga karena pemukulan oknum sipir terhadap warga binaan yang terindikasi menggunakan narkoba," kata Wakil Kepala Polres Siak Komisaris Polisi Abdullah Hariri saat dihubungi BeritaBenar, Senin, 13 Mei 2019.

Kerusuhan itu berujung pembakaran rumah tahanan yang dihuni 648 narapidana dari kapasitas semestinya 128 orang.

Sejauh ini, kepolisian telah memeriksa tiga sipir yang diduga terlibat dalam kekerasan tersebut.

"Kami memeriksa sipir yang bertugas mengantar saat penyerahan napi dari ruang pemeriksaan ke sel dan dua lagi adalah petugas yang berjaga di depan sel," lanjutnya, tanpa mau merinci tindakan kekerasan yang dilakukan.

Selain sipir, polisi juga telah memeriksa delapan warga binaan yang diduga melakukan perusakan, pembakaran, dan penembakan yang melukai Kepala Satuan Narkoba Polres Siak Ajun Komisaris Jaelani di Rutan tersebut.

Jaelani tertembak senjata berpeluru karet di bagian lengan dan kini dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Siak.

"Masih didalami detail peran masing-masingnya. Kalau soal penggunaan narkoba nanti akan diperiksa terpisah oleh satuan narkoba," kata Abdullah.

"Soal bagaimana mereka mendapat senjata juga masih didalami. Tapi itu semua (senjata) milik rutan, berpeluru karet."

Masih Kabur

Menurut Abdullah, insiden bermula dari penemuan narkoba di blok wanita hari Jumat sekitar pukul 21.00 WIB.

Pihak Rutan kemudian menghubungi satuan narkoba Polres Siak dan tiba sekitar pukul 23.00 WIB, dipimpin oleh Kepala Satuan Narkoba Jaelani.

Setelah menggeledah Rutan, tiga tahanan didapati menggunakan narkoba. Mereka lalu dibawa ke sebuah ruangan, namun di lorong Rutan mereka diduga dianaya sipir.

"Pemukulan itu yang kemudian membuat penghuni lain marah dan memberontak. Mereka tidak menerima rekannya dipukul," tambah Abdullah.

Akibat kerusuhan itu, sebanyak 153 warga binaan dilaporkan kabur. Tetapi sebagian besar berhasil ditangkap dan kembali sendiri.

Namun, sepuluh di antaranya kini masih diburu polisi, ujar Abdullah.

Adapun kondisi rumah tahanan, lapor Tribun Siak, berada dalam kondisi berantakan, dengan tembok bekas terbakar di beberapa titik. Puing-puing atap dan besi terlihat berserakan di lantai, bercampur abu.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly dalam kunjungan ke Rutan itu, Senin siang menyesalkan terjadi kerusuhan dan pembakaran.

Ia pun berjanji akan menindaklanjuti laporan soal dugaan kekerasan sipir yang diduga menjadi penyebab kerusuhan.

"Soal bagaimana staf kita (diduga melakukan kekerasan), nanti itu inspektorat dan jajaran akan melihat. Siapa yang bersalah akan ditindak tegas. Lakukan SOP (standar operasional prosedur) jangan arogan," kata Yasonna kepada wartawan.

"Kita menyesalkan apa yang terjadi, karena ini memang bukan kali pertama.”

Mengenai kerusuhan yang gagal diantisipasi petugas Rutan, Yasonna beralasan perihal itu memang sulit dihentikan lantaran membludaknya kapasitas rumah tahanan.

"Kondisi sudah overkapasitas sehingga tidak bisa ditangani secara maksimal," katanya.

Merujuk data Kemenkumham hingga Desember 2018, tahanan dan narapidana di seluruh Indonesia tercatat berjumlah 256 ribu orang atau dua kali lipat kapasitas total rutan dan lembaga pemasyarakatan (LP) yang ada.

Dari keseluruhan narapidana itu, 63 persen terlibat kasus narkoba.

Kerap terjadi

Kasus kekerasan yang dilakukan sipir penjara kepada narapidana bukan cerita baru. Pada awal bulan ini, sebanyak 26 narapidana kasus narkoba yang hendak dipindah ke LP Nusakambangan di Cilacap juga diperlakukan tak pantas oleh sejumlah petugas saat dibawa masuk ke kapal di pelabuhan penyeberangan.

Mereka dipaksa berjalan jongkok sambil sesekali diseret dan dipukuli. Buntut dari aksi ini, Kepala LP Narkotika Nusakambangan yang berinisial HM dicopot dari jabatannya.

Adapula insiden pada Maret 2018, tatkala seorang sipir berinisial Z menganiaya lima napi di rumah tahanan Kelas II-B Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Penganiayaan ini juga sempat menimbulkan keributan di dalam rumah tahanan karena tahanan lain sempat berupaya mendobrak gerbang penjara. Beruntung keributan itu akhirnya berhasil dipadamkan.

Belakangan sipir Z mengaku khilaf telah bertindak kasar, lantaran kesal mendapati para warga binaan berjudi di ruang tahanan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.