Pengusaha kecil keluhkan kenaikan tarif listrik

Banyak pelaku UMKM yang menggunakan daya di atas 3.500 VA sehingga terdampak kenaikan tarif listrik.
Arie Firdaus
2022.06.14
Jakarta
Pengusaha kecil keluhkan kenaikan tarif listrik Seorang pekerja melakukan perbaikan listrik di sepanjang saluran transmisi di Banda Aceh pada 5 Januari 2022.
[AFP]

Pengusaha kecil dan warga menyatakan kekhawatiran rencana kenaikan listrik mulai bulan depan akan berdampak pada kelangsungan bisnis mereka saat mereka baru mulai bangkit setelah dihantam pandemi COVID-19 selama dua tahun.

Pemerintah mengumumkan Senin bahwa tarif listrik untuk pelanggan dengan 3.500 volt ampere (VA) dan di atasnya akan naik sebesar 17,64-36,61 persen mulai 1 Juli, menyusul masih tingginya harga minyak dunia akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Seorang pemilik usaha bengkel di Jakarta Barat, Mahyudin (49), mengaku keberatan dengan rencana pemerintah menaikkan harga tarif listrik untuk pelanggan.

"Buat saya makin menambah beban karena usaha belum berjalan normal akibat pandemi selama dua tahun terakhir. Bahan-bahan pokok sekarang juga mahal," katanya kepada BenarNews.

Warga Jakarta lain, Muhammad Sujamal (41) mengatakan dia merasa dikelabui oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kenaikan tarif ini setelah setahun lalu ia mendapat tawaran dari PLN untuk menaikkan daya dari 2.200VA ke 3.500 dengan iming-iming tarif sama. 

"Saya yakin banyak orang seperti saya saat itu (menaikkan daya ke 3.500). Tapi sekarang merasa terkena 'jebakan batman' karena harus membayar lebih mahal," kata Jamal yang biasanya membayar tagihan listrik sekitar Rp1 juta saban bulan.

Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia, Hermawati Setyorinny, berharap pemerintah dapat mengkaji ulang kenaikan harga listrik karena bakal berdampak terhadap pelaku UMKM.

"Pastinya akan berdampak terhadap membengkaknya ongkos produksi. Apalagi harga bahan pokok lain masih belum stabil hingga sekarang, termasuk minyak goreng," ujar Hermawati dikutip dari kumparan.com.

Sekretaris Asosiasi UMKM Edy Misero pada situs sama menambahkan, hingga kini masih banyak pelaku UMKM yang memanfaatkan daya di atas 3.500 VA sehingga akan memengaruhi perkembangan usaha.

"Kalau dilihat, mungkin yang 3.500 VA ke bawah itu (sebanyak) 70 persen, termasuk middle to low," tambah Edy.

Menurut PLN, kelompok yang berlangganan listrik 3.500 VA ke atas jumlahnya 2,5 persen dari total pelanggan yang mencapai 83,1 juta.

Faktor pemicu

Selain lonjakan minyak mentah yang membuat beban produksi PLN meningkat, kenaikan tarif listrik kali ini juga dipicu faktor lain seperti pelemahan kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) serta inflasi, kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana.

"Di antara asumsi ekonomi itu, yang paling berpengaruh adalah ICP (harga minyak mentah) yang sedikit banyak dipengaruhi kondisi global, termasuk krisis di Ukraina," kata Rida dalam konferensi pers di Jakarta.

Sepanjang Februari-April 2022, harga ICP tercatat US$104 per barel atau lebih tinggi dari asumsi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sebesar US$63 per barel.

Rata-rata nilai tukar rupiah Rp14.350 per dolar Amerika Serikat, namun kini realisasi rata-rata sebesar Rp14.356 per dolar; sementara realisasi inflasi sebesar 0,53 persen dari target semula 0,25 persen.

"Sehingga kami perlu penyesuaian dalam rangka burden sharing dan mengoreksi bantuan pemerintah untuk lebih tepat sasaran dan berkeadilan," lanjut Rida.

"Untuk rumah tangga mewah enggak pantes lah mendapat bantuan fasilitas dari negara. Untuk di atas 3.500 VA ke atas itu sudah punya AC semua dan mobil, jadi kami pandang masih mampu membayar listrik yang disesuaikan."

Tarif untuk industri dan bisnis tidak naik

Meski menaikkan tarif untuk kelompok menengah atas, Rida mengatakan bahwa pemerintah tidak mengoreksi tarif untuk industri dan bisnis.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menambahkan, keputusan pemerintah mempertahankan tarif listrik untuk industri dan bisnis adalah sebagai langkah menggerakkan dan mendorong ekonomi nasional serta menjaga level inflasi tetap rendah.

"Itu adalah bentuk kepedulian pemerintah agar ekonomi nasional yang dalam hal ini ditopang bisnis dan industri tetap terus berjalan dengan kokoh," ujar Darmawan dalam kesempatan sama, seraya menambahkan bahwa kenaikan tarif kali ini hanya akan memengaruhi inflasi sebesar 0,019 persen.

Aturan penyesuaian tarif listrik telah diatur pemerintah lewat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3 Tahun 2020. 

Beleid tersebut membolehkan PLN mengoreksi harga listrik setiap tiga bulan dengan merujuk empat variabel yang ditetapkan yaitu nilai tukar rupiah, harga minyak, inflasi, dan harga batu bara.

Merujuk sejumlah variabel tadi, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani lantas mengajukan rencana kenaikan tarif listrik kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 20 Mei lalu dan disetujui tiga hari setelahnya.

Dalam pernyataannya, kementerian ESDM menyatakan koreksi tarif listrik untuk golongan menengah atas ini bakal menghemat kompensasi sebesar Rp3,1 triliun atau 4,7 persen dari keseluruhan kompensasi yang dikucurkan kepada PLN.

Pada 2022, proyeksi kompensasi mencapai Rp62,82 triliun dengan alokasi terbesar untuk sektor industri yang mencapai Rp31,95 triliun atau 50,9 persen, disusul rumah tangga senilai Rp18,95 persen, dan sektor bisnis Rp10,84 persen.

Bagi masyarakat yang keberatan dengan kenaikan tarif ini, Darmawan mempersilakan untuk menurunkan besaran daya listrik langganan.

"(Ingin) pindah daya, silakan karena itu hak asasi masing-masing pelanggan," pungkasnya.

Pemerintah saat ini memang berupaya mengurangi beban anggaran negara, salah satunya dengan mengurangi beban subsidi.

Tak cuma untuk tarif listrik, pemerintah saat ini juga tengah menggodok sistem untuk mengkhususkan bensin RON 90 merk Pertalite untuk dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah.

Total kompensasi dan subsidi pemerintah untuk pertalite saat ini mencapai Rp114,7 triliun, dari total untuk sektor energi sebesar Rp443,6 triliun, seperti disampaikan Menteri Sri Mulyani dalam rapat bersama DPR bulan lalu.

Sejauh ini semua pengendara masih dibolehkan untuk membeli bensin Pertalite yang harganya Rp7.650.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan kepada BenarNews mengatakan, penyesuaian tarif yang dilakukan pemerintah sudah tepat karena sejumlah variabel pembentukan tarif dasar listrik sudah mengalami kenaikan, seperti harga minyak mentah yang tinggi akibat berlarutnya konflik di Ukraina atau nilai tukar rupiah yang tengah melemah.

"Jika tidak dilakukan penyesuaian akan menekan keuangan negara dan PLN. Dengan koreksi ini, maka pemerintah bisa menghemat Rp3 triliun karena pembayaran kompensasi yang berkurang," ujar Mamit.

"Lagipula penyesuaian terakhir dilakukan pada 2017. Jadi, langkah ini sudah tepat."

Direktur Center of Economi and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai bahwa kenaikan harga tarif listrik untuk kelompok 3.500 VA ke atas tidak akan memengaruhi daya beli mereka.

"Kalau tarif untuk kelompok menengah ke bawah yang dinaikkan, akan berdampak pada inflasi dan daya beli. Jadi kebijakan ini sudah tepat," ujar Bhima kepada BenarNews.

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, saat dihubungi menilai kenaikan sejumlah bahan pokok serta kebutuhan utama seperti listrik dan BBM sebagai buah ketidakbecusan pemerintah mengurusi sektor ekonomi.

"Saya melihat ini bersumber dari kerja tidak optimal bidang perekonomian sehingga gagal mengendalikan harga bahan pokok, listrik, dan Pertalite. Minyak goreng saja tidak kelar sampai sekarang," ujarnya.

"Menteri-menteri sudah memikirkan politik semua karena kebanyakan adalah orang partai, sedangkan bidang ekonomi adalah kebutuhan mendasar masyarakat."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.