Tiga Tewas, 60 Dirawat Akibat Konsumsi PCC di Kendari

Juru Bicara Badan Narkotika Nasional menyebutkan PCC bukan narkoba jenis baru, tapi obat untuk penderita penyakit jantung yang disalahgunakan.
Rina Chadijah
2017.09.14
Jakarta
170914_ID_BNN_1000.jpg Polisi memperlihatkan barang bukti 1.000 kilogram sabu yang diselundupkan ke Indonesia di Polda Metro Jaya, Jakarta, 20 Juli 2017. Sementara itu puluhan dirawat dan tiga tewas di Kendari pada 13 -14 September 2017 karena penyalahgunaan obat Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC).
AFP

Sedikitnya tiga orang tewas dan 60 lainnya, sebagian besar anak-anak dan remaja, harus dirawat di rumah sakit setelah mengonsumsikan obat jenis Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC) yang diperjualbelikan secara bebas di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Sunaryo, menuturkan bahwa para korban terpaksa dilarikan ke sejumlah rumah sakit yang ada di Kendari, pada Rabu hingga Kamis dinihari, setelah mengonsumsi obat tersebut.

“Yang meninggal di rumah sakit satu orang. Kami mendapat laporan juga ada dua orang lagi meninggal dunia akibat mengonsumsi pil PCC,” katanya kepada BeritaBenar melalui telepon, Kamis, 14 September 2017.

Korban meninggal dunia akibat mengonsumsi pil penenang yang biasanya dipakai untuk pasien jantung ini adalah Moldi Kurniawan (11), Muladi (19), dan Reksi Indra Hartawan (22).

“Mereka diduga over dosis,” ujarnya.

Beberapa warga sempat mengunggah video para korban yang sedang terpengaruh obat tersebut di media sosial. Dalam rekaman itu, terlihat korban seperti tidak sadarkan diri dan mengamuk layaknya orang kesurupan.

Kepala Rumah Sakit Jiwa Kendari, Abdul Razak, mengatakan para remaja keracunan obat itu dibawa secara bergantian ke rumah sakit dalam kondisi seperti tak sadar dan hendak melukai diri sendiri.

"Secara mental ada gangguan mental akibat mengonsumsi obat itu, namun kita kasih obat penenang," katanya seperti dilansir Antaranews.com.

Menurutnya, korban yang dilarikan ke rumah sakit kebanyakan adalah pelajar, yakni SMA, SMP dan juga pelajar SD. Pihak rumah sakit terpaksa mengikat kedua tangan dan kaki para korban, karena terus meronta-ronta.

"Sebagian adalah warga atau remaja yang tidak bersekolah. Ada juga ibu rumah tangga," katanya.

Pengedar ditangkap

Polda Sulawesi Tenggara bergerak cepat untuk menyelidiki siapa yang menjual obat itu secara bebas. Saat ini sejumlah orang yang diduga mengedarkan obat keras kepada anak-anak dan remaja itu telah ditahan polisi setempat.

“Ada delapan orang yang kita amankan. Pekerjaannya ada yang pengangguran, ada juga apoteker dan ibu rumah tangga, kita sedang kembangkan terus,” jelas Sunaryo.

Lima dari delapan yang ditangkap adalah perempuan. Dua di antaranya adalah apoteker dan tiga lagi merupakan ibu rumah tangga dan karyawan swasta.

Menurutnya, para tersangka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara, karena mengedarkan obat keras tanpa resep dokter, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009.

“Kita masih akan menyelidiki dari mana obat ini berasal, dan kepada siapa saja pelaku menjualnya,” ujarnya.

Obat pereda nyeri

Sunaryo menyebutkan, obat-obatan dalam daftar G yang diedarkan terdiri dari berbagai jenis seperti somadril, tramadol, dan PCC. Polisi mengamankan ribuan butir kapsul yang disita dari para tersangka sebagai barang bukti.

"PCC merupakan obat sakit pinggang, kejang otot, untuk nyeri terutama. Obat ini harus pakai resep dokter karena pemakaiannya biasa untuk pelemasan otot," tutur dr Frandy Susatia, dari RS Siloam Kebon Jeruk, seperti dilansir Detik.com.

Konsumsi obat PCC akan membuat otot yang tadinya berkontraksi atau tegang menjadi lemas. Hal inilah yang membuat penggunanya merasa rileks. Jika diminum dalam dosis tinggi, penggunanya akan merasakan sensasi tubuh terasa ringan seperti terbang.

Seperti obat pereda nyeri lain, konsumsi PCC dalam jumlah besar akan menimbulkan efek samping yang cukup serius.

Menurut Frandy, efek samping penggunaan obat PCC antara lain dapat menyebabkan kerusakan hati, saluran pencernaan, hingga munculnya ruam di kulit.

Juru Bicara Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes. Pol. Sulistiadriatmoko menyebutkan PCC bukan narkoba jenis baru yang beredar. Ini merupakan obat untuk penderita penyakit jantung, yang disalahgunakan oleh para pecandu narkoba.

“Dosis PCC ini sangat tinggi. Bisanya diberikan atas resep dokter untuk menghilangkan rasa sakit, tidak boleh dijual bebas,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Ia menyebut saat ini Indonesia menjadi pasar terbesar narkoba. Bahkan hampir semua jenis narkoba ada beredar di Indonesia. Banyak pula obat keras yang disalahgunakan dan diperjualbelikan dengan bebas.

Menurutnya, polisi dan BNN setempat terus melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Ia juga mengimbau masyarakat lebih waspada dan mengawasi anggota keluarganya.

“Pengawasan terhadap anak perlu ditingkatkan, jangan sampai terjadi seperti di Kendari itu. Tentu kita akan terus berupaya mengendalikan peredaran narkoba di masyarakat,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.