Keluarga korban Bom Bali sampaikan kesaksian di pengadilan Guantanamo

Dua warga Malaysia mengaku bersalah terlibat Bom Bali 2002, serangan bom paling mematikan di Indonesia.
John Bechtel
2024.01.25
Teluk Guantanamo, Kuba
Keluarga korban Bom Bali sampaikan kesaksian di pengadilan Guantanamo Foto yang telah ditinjau pihak militer AS ini menunjukkan menara kendali fasilitas penahanan Camp VI milik AS di Teluk Guantanamo, Kuba, 17 April 2019.
Alex Brandon/AP

Dua dasawarsa setelah anggota keluarga tercinta mereka terbunuh pada Bom Bali 2002, keluarga korban yang bersaksi di pada sidang hukuman terhadap dua terdakwa asal Malaysia pada Rabu menceritakan betapa rasa sakit itu tetap terus ada.

Membacakan pernyataan korban terhadap terdakwa Mohammed Bin Amin dan Mohammed Bin Lep – yang telah mengaku bersalah terlibat Bom Bali – Susanna Miller dari Inggris mengenang kembali perjalanannya ke Bali setelah saudaranya, Dan, 31, dilaporkan hilang.

Miller berharap semoga Dan selamat.

“Tidak ada mukjizat,” kata Susanna, menambahkan bahwa mayat saudaranya dikenali lewat DNA.

“Mereka semua manusia sungguhan yang menderita … mengalami kematian,” kata Miller kepada sidang militer di sebuah pangkalan angkatan laut AS di Kuba.

Dan adalah salah seorang dari 202 orang yang tewas pada serangan bom kembar yang menghancurkan sebuah klub malam dan bar di Bali pada 12 Oktober 2002 malam. Serangan teror terbesar di Indonesia itu diduga dilakukan oleh afiliasi Al Qaeda di Asia Tenggara.

Istri Dan, Polly, selamat dalam serangan itu tetapi menderita luka bakar pada setengah tubuhnya. Mereka menikah lima pekan sebelum serangan bom. Polly telah menderita dan menjalani banyak operasi, kata Miller. Keluarga mereka telah mengumpulkan dana 3 juta pound untuk para korban luka bakar dewasa.

Miller mengatakan kakak iparnya juga menuliskan pernyataan korban tetapi tidak dapat terbang ke Kuba untuk menyampaikannya di depan sidang.

“Saya tidak dapat melupakan tragedi ini,” kata Miller. “Serangan bom ini seharusnya tidak terjadi.”

“Saya berbicara pada pernikahan Dan, pemakamannya, dan sekarang di sini,” kata Milller.

Sebelumnya, sepasang suami-istri dari Florida, Frank Heffernan dan Bonnie Hall, menceritakan kepada sidang tentang putri Heffernan, Megan, yang berumur 28 ketika tewas di Bali.

“Megan anak yang mandiri,” kata Hefferman. “Kehilangan Megan tak akan hilang dari ingatan,” kata dia, menambahkan bahwa dia mengenang Megan dan berdoa baginya setiap hari.

Heffernan mengatakan saudara laki-laki dan perempuan Megan sama-sama memiliki tato dirinya.

“Dunia tidak seterang dulu tanpa Megan,” kata dia.

“Mereka harus hidup dengan rasa malu yang sangat besar.”

Istri Heffernan, Bonnie Hall, menyebut Megan sebagai anak tirinya. Mereka sudah menikah selama 20 tahun.

Hall berbicara tentang ibu Megan, Sandra, yang sebelumnya menikah dengan Heffernan selama 25 tahun.

Hall mengatakan Sandy tengah menghadiri konferensi jauh dari rumahnya di Anchorage, Alaska.

“Dia pasti merasa kehilangan harapan,” kata Hall, menambahkan bahwa Sandy berada sendirian di kamar hotel dan harus terbang pulang setelah mendengar kabar tewasnya Megan.

0692985f-2c88-495f-af03-e3246fad5384.jpeg
Seorang laki-laki meletakkan lilin mengenang korban Bom Bali 2002 pada peringatan 20 tahun serangan itu, 12 Oktober 2022. [Sonny Tumbelaka/AFP]

Saksi pertama yang menyampaikan kesaksian pada Rabu adalah Matthew Arnold dari Birmingham, Inggris, yang kehilangan saudaranya, Timothy, 43, dalam serangan.

Arnold mengatakan saudaranya tinggal di Singapura bersama tunangannya, berkebangsaan Thailand, yang harus kembali ke Bangkok setelah kematian Timothy. Sang tunangan tengah hamil tetapi mengalami keguguran.

Arnold mengatakan kematian Timothy sangat membekas terutama bagi ayahnya, yang meninggal dunia pada 2010.

“Bagaikan kehidupannya direnggut pada saat itu,” kata Arnold. “Dia tidak pernah kembali pulih dari rasa kehilangan.”

Arnold mengatakan dia telah terlibat dengan keluarga lainnya demi menuntut keadilan, menambahkan bahwa upaya itu memakan waktu dan biaya.

“Penderitaan ini berlanjut hingga hari ini,” kata dia.

Reporter memantau jalannya sidang dari sebuah ruangan berdinding kaca di Fort Meade, AS, tetapi siaran sirkuit tertutup tertunda 40 detik untuk alasan keamanan. Pihak militer juga melarang fotografi di dalam ruang sidang.

Sidang hukuman akan berlangsung kembali pada Kamis di mana kedua terdakwa akan diberi kesempatan berbicara di depan sidang. Selain itu, saudara laki-laki Bin Amin, Faizal dan Fadil Bin Amin, telah tiba di Kuba pada Selasa dan dapat berbicara atas nama saudara mereka.

Pada 18 Januari, tim penuntut memberi tahu Braun bahwa saudara laki-laki Bin Amin tidak berhasil mendapatkan visa untuk terbang dari Malaysia. Pembela hukum bagi Bin Amin, Christine Funk mengungkapkan rasa frustasinya, mengatakan tim pembela hukum telah berupaya berbulan-bulan untuk mendapatkan izin.

Sekitar sepekan lalu, Bin Amin dan Bin Lep bersama-sama mengakui bersalah terlibat dalam pembunuhan, konspirasi, dan tiga dakwaan lain terkait Bom Bali 2002. Setelah menerima pengakuan bersalah keduanya, Hakim Wesley Braun, perwira Angkatan Udara AS, merekomendasikan keduanya dihukum 20 hingga 25 tahun dalam penjara dan direpatriasi ke negara ketiga.

Panel beranggotakan lima perwira militer, yang serupa dengan juri pada persidangan sipil di Amerika Serikat, tidak diwajibkan mematuhi rekomendasi hakim. Mereka akan mulai proses pertimbangan hukuman setelah mendengar semua pernyataan dan argumen penutup.

da593561-720e-4792-a887-3ec0ec08052e.jpeg
Polisi memeriksa reruntuhan klub malam yang hancur akibat serangan bom di Kuta, Bali, 13 Oktober 2002. [AP file photo]

Bin Lep dan Bin Amin ditangkap di Thailand pada 2003, dan dikirim ke fasilitas rahasia milik intelijen AS (CIA) di lokasi yang tidak diketahui sebelum dipindahkan dan ditahan di Guantanamo sejak 2006. Penjara di sini dibuka pada 2002, sebagai bagian perang terhadap terorisme AS menyusul serangan 11 September 2001 di New York dan Washington.

Keduanya dibawa ke pangkalan angkatan laut di sini pada tahun yang sama dengan Encep Nurjaman, seorang warga Indonesia yang dikenal juga dengan nama Hambali, yang juga dikirim ke fasilitas rahasia setelah ditangkap di Thailand di 2003.

Hambali disangka sebagai otak Bom Bali 2002. Ketiga warga Asia Tenggara itu awalnya akan disidang bersama-sama di Guantanamo tetapi kasus Hambali akhirnya dipisahkan.

Dokumen dakwaan terhadap ketiganya menyatakan bahwa pada akhir 2001, “termasuk kurun waktu sebelum, saat, dan setelah Bom Bali 12 Oktober 2002,” Bin Lep dan Bin Amin membantu Nurjaman “mentransfer uang operasi, dan mendapatkan dan menyimpan beberapa barang seperti dokumen identitas palsu, senjata, dan instruksi pembuatan bom.”

Dokumen itu juga menyatakan bahwa seorang pengebom bunuh diri berjalan memasuki Paddy’s Bar dan meledakkan sebuah rompi sementara pengebom bunuh diri yang kedua mengendarai sebuah mobil “yang penuh bahan peledak” ke sebuah lokasi di dekat Sari Club sebelum meledakkan bom itu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.