Khatib Diimbau Jauhi Ceramah yang Bisa Menyulut Perpecahan Umat

Ketua PP Muhammadiyah ajak umat manfaatkan momentum Lebaran untuk tingkatkan kesalehan sosial, yang bisa diterjemahkan sebagai toleransi dan saling tolong antarsesama.
Keisyah Aprilia
2018.06.13
Jakarta
180613_ID_Eid_clerics_1000.jpg Ketua Utama Al-Khairat Palu, Habib Saggaf bin Muhammad Al-Jufri ketika berceramah di Palu, Sulawesi Tengah, 24 Mei 2018.
Keisyah Aprilia/BeritaBenar

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak seluruh umat Islam agar menjadikan Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriyah yang jatuh, Jumat, 15 Juni 2018, sebagai momentum untuk menjaga perdamaian dan mengokohkan ikatan antarsesama anak bangsa.

Para khatib salat Eid juga diimbau untuk tak menyebarkan pesan-pesan yang bernuansa politik praktis karena dikhawatirkan bisa memecah-belah bangsa.

Apalagi Indonesia sedang dalam tahun politik yang ditandai dengan pelaksanaan Pilkada serentak pada 27 Juni nanti untuk memilih 17 gubernur, 39 walikota dan 115 bupati.

Selain itu, pada April tahun depan akan digelar Pemilu untuk memilih anggota DPR baik tingkat nasional maupun daerah dan presiden.

"MUI mengimbau para khatib salat Idul Fitri untuk menyampaikan pesan peningkatan keimanan dan ketakwaan, serta menjauhi tema-tema khutbah bernuansa politik praktis yang bisa menimbulkan perpecahan umat Islam," ujar Ketua Umum MUI KH Maruf Amin di Jakarta, Selasa, 12 Juni 2018.

Dia menambahkan, khatib salat Eid juga perlu menyampaikan kewaspadaan terhadap bahaya terorisme, narkoba, minuman, dan segala bentuk perbuatan negatif lain.

"Sampaikanlah persaudaraan dan kedamaian kepada para jamaah," imbuhnya.

"Juga panjatkan doa untuk seluruh umat Islam di dalam negeri maupun luar negeri, khususnya umat Islam di Palestina, Rohingya, Kashmir, dan Suriah yang mengalami berbagai penderitaan dan tragedi kemanusiaan."

Maruf juga berharap pihak kepolisian bisa menjamin keamanan dan kenyamanan umat Islam dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri, baik saat perjalanan mudik, malam takbiran, maupun saat pelaksanaan salat Idul Fitri.

Pernyataan senada juga dikatakan Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammadiyah Amin, yang menyebutkan momentum Idul Fitri perlu dimaknai dalam kerangka perdamaian dan persaudaraan antarumat Islam dan sesama anak bangsa.

“Makanya, tempat ibadah perlu dijaga dari kepentingan politik praktis,” katanya kepada BeritaBenar.

Dia mengatakan momentum Idul Fitri yang berdekatan dengan pesta demokrasi Pilkada serentak agar tidak dimanfaatkan sebagai ajang politik praktis.

"Sebaiknya khatib tidak membicarakan politik praktis dalam khutbahnya. Jagalah masjid dari politik sektarian. Jangan biarkan mereka yang berbeda takut atau enggan masuk ke masjid hanya karena masjid tersebut memihak politik tertentu,” tuturnya.

“Masjid adalah pertahanan umat untuk meredam segala bentuk perbedaan."

Dia menambahkan bahwa masjid sejatinya harus menjadi lambang pemersatu. Berbagai kelompok, aliran maupun mazhab politik, semuanya bisa rukun dan damai menunaikan ibadah di masjid.

"Meski di ruang publik perbedaan politik itu sangat nampak, namun semuanya menyatu dalam spirit tauhid dan ukhuwah saat memasuki masjid," imbuhnya.

Mengutip seruan Menteri Agama mengenai ceramah di rumah ibadah, Muhammadiyah menyatakan seorang khatib perlu menyampaikan ceramah secara santun, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian.

Materi yang disampaikan pun tidak boleh mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik sehingga mengganggu kerukunan sesama anak bangsa.

"Materi yang disampaikan tidak boleh bermuatan penghinaan, penodaan dan pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktik ibadah serta tidak mengandung provokasi,” katanya.

Kesalehan sosial

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas juga mengimbau umat Islam di Indonesia agar memanfaatkan momen Idul Fitri untuk meningkatkan kesalehan sosial.

“Kesalehan individual masyarakat yang selama bulan suci Ramadhan telah tinggi perlu diikuti dengan kesalehan sosial,” katanya saat dihubungi.

Menurut dia, kesalehan sosial bisa diterjemahkan umat Muslim melalui perilaku toleran dan saling tolong-menolong terhadap sesama.

"Maksimalkanlah momentum Idul Fitri untuk meningkatkan silaturrahmi antarsaudara, sahabat, dan anak bangsa. Makanya kesalehan individual juga harus bisa diikuti dengan kesalehan sosial," ujarnya.

Spiritualitas dalam beragama, lanjutnya, merupakan hal mendasar dalam pembangunan karakter bangsa sehingga perlu memadukan dua kesalehan, yakni kesalehan individual dan kesalehan sosial.

"Kesalehan sosial selama ini masih terasa kurang,” katanya.

Padahal, tambahnya, kesalehan individual harus ada buahnya yaitu kesalehan sosial. “Semakin rajin seseorang beribadah, dia harus semakin baik dengan tetangga, peduli dengan orang miskin dan membantu orang lemah," pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.