Kisah pilu tragedi kerusuhan suporter Arema FC

Penggunaan gas air mata dipertanyakan dalam insiden yang menewaskan setidaknya 125 orang itu.
Eko Widianto
2022.10.02
Malang, Jawa Timur
Share on WhatsApp
Share on WhatsApp
Kisah pilu tragedi kerusuhan suporter Arema FC Sebuah pesan duka cita tampak ditempelkan di sebuah pagar dalam sebuah acara berkabung di Jakarta mengenang para korban tewas dalam kerusuhan sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang sehari sebelumnya, pada 2 Oktober 2022.
[Adek Berry/AFP]

Gilang, 22, warga Sumbersari, Kabupaten Jember tak menyangka laga Arema-Persebaya, pada Sabtu 1 Oktober 2022 berakhir menjadi sebuah tragedi. Bersama rombongan ratusan Aremania, demikian mereka menyebut diri mereka - para suporter Arema FC, mereka naik mobil dan bersepeda motor dari Jember, datang menonton ke stadion Kanjuruhan.

Tragedi terjadi usai pertandingan saat ribuan suporter Arema FC turun ke tengah lapangan.

“Suporter masuk lapangan, menyalami pemain. Polisi mengadang, terjadi keributan. Polisi menembakkan gas air mata,” katanya. Gilang bersama teman-temannya yang berada di tribun penonton terkena tembakan gas air mata. Penonton panik, mereka berdesakan berebut untuk keluar pintu 13 dan 14.

“Berdesakan, banyak korban terjepit. Terinjak,” kata Gilang. Beruntung, Gilang berhasil melompat pagar dan naik kembali ke tribun, namun ia terpisah dari tiga temannya.

Foto yang diambil pada 1 Oktober 2022 ini menunjukkan kekacauan yang terjadi setelah para petugas menembakkan gas air mata ke arah para suporter tim Arema FC yang melakukan kerusuhan pasca kekalahan tim mereka atas tim Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur. Setidaknya 125 orang tewas dalam tragedi yang tercatat sebagai salah satu bencana terburuk persepakbolaan di dunia. [STR/AFP]
Foto yang diambil pada 1 Oktober 2022 ini menunjukkan kekacauan yang terjadi setelah para petugas menembakkan gas air mata ke arah para suporter tim Arema FC yang melakukan kerusuhan pasca kekalahan tim mereka atas tim Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur. Setidaknya 125 orang tewas dalam tragedi yang tercatat sebagai salah satu bencana terburuk persepakbolaan di dunia. [STR/AFP]

Kerusuhan merembet ke luar stadion Kanjuruhan, sejumlah kendaraan polisi digulingkan, dan dibakar.  Saat terjadi kerusuhan, Gilang juga sempat menyelamatkan seorang perempuan yang terinjak.

Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta mengaku polisi terpaksa menembakkan gas air mata ke arah penonton untuk mencegah tindakan penonton yang anarkis. Suporter, katanya, meluapkan kekecewaan karena klub kebanggannya kalah melawan klub yang tak pernah kalah di kandang selama 23 tahun.

Dari sebanyak 40 ribu penonton, sekitar 3 ribu masuk ke lapangan. Peristiwa tersebut, tak akan terjadi jika semua pihak memenuhi aturan. “Ada sebab-akibat. Mereka menyerang petugas dan merusak mobil,” katanya di markas Kepolisian Resor Malang.

Suporter berdesakan dan menumpuk di pintu keluar, mereka mengalami sesak nafas dan kekurangan oksigen. Sejumlah petugas kesehatan, katanya, memberikan pertolongan dan mengevakuasi ke Rumah Sakit. Sebanyak 13 mobil rusak, 10 diantaranya mobil patroli dan patwal polri. “Menyesal, prihatin dan berduka cita atas kejadian ini,” ujar Nico.

Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, Abdul Haris, dalam pernyataan tertulis  menyampaikan Manajemen Arema FC turut bertanggungjawab untuk penanganan korban meninggal dan luka-luka. Manajemen Arema FC membentuk Posko Informasi korban untuk penanganan korban.

“Manajemen Arema FC menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada keluarga korban,” katanya.  Manajemen akan memberikan santunan. Ia juga menyatakan siap menerima saran masukan dalam penanganan pasca musibah.

Para keluarga korban menunggu di luar sebuah rumah sakit di Malang, Jawa Timur untuk mendapatkan konfirmasi tentang nasib keluarga mereka yang menjadi korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, 2 Oktober 2022. [Juni Kriswanto/AFP]
Para keluarga korban menunggu di luar sebuah rumah sakit di Malang, Jawa Timur untuk mendapatkan konfirmasi tentang nasib keluarga mereka yang menjadi korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, 2 Oktober 2022. [Juni Kriswanto/AFP]

Usut tuntas

Laporan terakhir dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan tragedi itu menelan korban jiwa sebanyak 125 orang. Sebelumnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur mencatat 174 meninggal, 11 luka berat dan 298 luka ringan.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Muhadjir Effendy menyesalkan tragedi kerusuhan suporter tersebut.

“Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran, dan tidak terjadi lagi. Korban di Rumah Sakit dilayani gratis, ada santunan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemkab Malang,” katanya.

Mengenai kerusahan tersebut, Muhadjir menjelaskan aparat Kepolisian tengah melakukan investigadi dan mengumpulkan fakta lapangan. “Presiden meminta dilakukan investigasi secepat mungkin dan harus ada yang bertangungjawab. Sementara Liga Sepak Bola dihentikan,” ujarnya.

Muhadjir melihat kondisi Stadion Kanjuruhan, Kepanjen. Sejumlah bangkai kendaraan berserakan di depan stadion. Polisi berjaga dan dipasang garis polisi di pintu masuk stadion Kanjuruan. “Di dalam gak karu-karuan, chaos ada keributan,” katanya usai melihat kondisi stadion.

Dalam foto tertanggal 2 Oktober 2022 ini, tampak sebuah mobil polisi dibakar suporter Arema FC Malang di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, usai kekalahan tim mereka dalam pertandingan melawan Tim Persebaya Surabaya pada malam sebelumnya. [Eko Widianto/BenarNews]
Dalam foto tertanggal 2 Oktober 2022 ini, tampak sebuah mobil polisi dibakar suporter Arema FC Malang di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, usai kekalahan tim mereka dalam pertandingan melawan Tim Persebaya Surabaya pada malam sebelumnya. [Eko Widianto/BenarNews]

Bupati Malang Sanusi menyatakan seluruh biaya perawatan korban ditanggung Pemerintah Kabupaten Malang. Termasuk biaya pengobatan di rumah sakit swasta. Sebanyak 180 korban luka dirawat di RSUD Kanjuruhan, dan rumah sakit lainnya di sekitar Malang. “Biaya perawatan menjadi tanggungan Pemkab Malang,” katanya.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa menyampaikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur fokus menangani tanggap darurat pasca insiden. Pemerintah Provinsi memberikan santunan takziah Rp 10 juta untuk masing-masing korban meninggal. Sedangkan korban luka diberi santunan Rp 5 juta. “Santunan takziah. Bagian dari empati bagi korban,” katanya.

Kepala RSUD Kanjuruhan Kepanjen Bobi Prabowo menjelaskan jika secara umum banyak korban yang mengalami trauma atau cedera akibat terinjak dan berdesak-desakan. Selain itu, juga mengalami sesak nafas dan terdampak asap. “Ganguan pernafasan karena asap, terinjak menjadi satu. Perlu diperiksa lebih lanjut untuk menentukan penyebab utama,” katanya.

Sedangkan sejumlah jenazah dengan wajah membiru, Bobi menjelaskan jika kulit wajah mengalami iritasi akibat gas air mata. “Ada yang luka berat, cedera otak. Trauma akibat benturan dan hipoksia karena kekurangan oksigen,” katanya.

Penggunaan gas air mata

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pihak berwenang menyelidiki penggunaan gas air mata di stadion dengan cepat, menyeluruh, dan independen. Kepada aparat polisi yang terbukti melakukan pelanggaran agar diadili di pengadilan terbuka dan tidak hanya menerima sanksi internal atau administratif.

"Kami juga meminta polisi untuk meninjau kembali kebijakan penggunaan gas air mata dan senjata yang tidak terlalu mematikan untuk memastikan bahwa tragedi memilukan seperti itu tidak pernah terjadi lagi," kata Usman dalam pernyataan tertulis.

Usman menjelaskan gas air mata hanya boleh digunakan untuk membubarkan massa ketika kekerasan meluas dan ketika metode lain gagal. Sedangkan gas air mata juga tidak boleh ditembakkan di ruang terbatas.

“Pedoman keselamatan stadion FIFA juga melarang membawa atau menggunakan gas pengendali massa oleh petugas lapangan atau polisi," kata Usman, menambahkan bahwa penggunaan kekerasan berdampak langsung pada hak untuk hidup, seperti disebutkan dalam Pasal 6 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.

Gilang menyatakan hal senada.

“Reaksi polisi arogan, tidak mengayomi. Mengapa mengarahkan gas air mata ke penonton di tribun yang tidak melakukan kerusuhan,” ucapnya marah menahan pilu.

Ketiga temannya yang terpisah darinya saat menyelamatkan diri dari semprotan gas air mata polisi, ia dapati tidak lama kemudian, semuanya dalam keadaan meninggal.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.