Komnas HAM Usut Penyebab Meninggalnya Ratusan Petugas KPPS

Banyaknya petugas penyelenggara Pemilu meninggal menjadi faktor dilakukannya evaluasi Pemilu serentak.
Rina Chadijah & Kusumasari Ayuningtyas
2019.05.10
Jakarta & Yogyakarta
190510_ID_Sih_1000.jpg Sih Sugiarti (berkerudung hitam) menceritakan tentang keseharian suaminya Lilik Suswanto sebelum meninggalnya di rumahnya di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, 10 Mei 2019.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Lilik Suswanto mengeluh pusing dan banyak pikiran kepada istrinya, usai dua hari tak pulang ke rumah sejak hari pemungutan suara 17 April 2019 lalu.

Sebagai Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), lelaki 59 tahun itu sibuk mengurus proses pemungutan dan perhitungan suara.

Tiba di rumah sekitar pukul 3 pagi, pada 18 April lalu Lilik tak langsung istirahat karena masih sibuk membereskan beberapa pekerjaannya yang belum kelar di TPS 25 Dukuh Sagan, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Kepada istrinya Sih Sugiarti, Lilik sempat mengkhawatirkan pekerjaannya sebab ada beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Yogyakarta harus menggelar pemungutan suara ulang.

Sebagai Ketua KPSS, Lilik mengaku kebingungan menghadapi pertanyaan anggotanya mengenai honor yang belum mereka terima.

Ia merasa tak enak perasaan karena anggaran untuk membayar jerih rekan-rekannya belum juga turun meski tugas mereka telah selesai.

“Sempat bilang mau pinjam uang saya dulu,” ujar Sugiarti, kepada  BeritaBenar, Kamis, 10 Mei 2019.

Minggu, 21 April 2019, Lilik mengeluh pusing, mual dan muntah. Keluarga memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.

Dokter mendiagnosa terjadi penyumbatan pembuluh darah di otak Lilik. Setelah dirawat di rumah sakit selama dua hari, Lilik akhirnya menghembuskan napas terakhir.

“Sebelum dibawa ke rumah sakit, mengalami vertigo, muntah, maunya tiduran terus. Bapak punya riwayat penyakit darah tinggi juga,” kata perempuan 55 tahun itu.

Lilik adalah seorang dari 555 petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia usai Pemilu.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 440 orang KPPS meninggal dunia dan ribuan harus dirawat di rumah sakit, sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebut 92 orang pengawas pemilu meninggal.

Selain itu, 22 anggota Polri yang bertugas mengamankan Pemilu juga meninggal dunia.

KPU mengatakan, rata-rata penyebab meninggal petugas KPPS akibat kelelahan karena harus bekerja ekstra untuk menghitung, merekap, dan menyalin hasil perhitungan lima surat suara sekaligus.

Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan, pihaknya dibantu Kementerian Kesehatan telah melakukan audit medis untuk mengetahui penyebab meninggalnya ratusan petugas KPPS tersebut.

"Lewat jajaran Kemenkes di rumah sakit, di layanan kesahatan sudah bisa mendapatkan informasi sebab-sebab dari jajaran kami yang meninggal dunia,"  katanya kepada para wartawan.

Ia menampik ada faktor lain meninggalnya ratusan petugas KPPS itu karena menurutnya hasil rekam medis mereka sudah cukup membuktikan penyebab kematian.

"Tim investigasi saya pikir tidak relevan, yang relevan sekarang adalah kita ingin mengetahui dan sudah berjalan sejak awal, kami sudah komunikasi dengan Kemenkes, selain dukungan kesehatan, saat rekap kecamatan sudah mulai berjalan proses audit medis," ujar Viryan.

Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek dalam keterangan pers di Kantor KPU, Rabu lalu, menyatakan dari hasil audit medis dan otopsi verbal yang dilakukan Kemenkes bahwa penyebab meninggalnya petugas KPPS beragam.

"Dari 18 orang (yang meninggal di Jakarta) diketahui penyebab kematiannya. Pertama, delapan orang sakit jantung mendadak, kemudian gagal jantung, liver, stroke, gagal pernafasan dan infeksi otak," katanya seperti dikutip dari Kompas.com.

Pada Pilpres 2014 lalu, KPU melaporkan ada sekitar 150 orang petugas KPPS meninggal

Desakan Investigasi

Sugiarti mengaku mengikhlaskan kepergian Lilik Suswanto, suaminya.

Ibu tiga anak itu masih belum berfikir untuk melaporkan prihal kematian suaminya. Namun ia masih berharap pemerintah menepati janjinya untuk memberikan santunan kepada keluarga yang ditinggalkan Lilik.

“Semoga santunannya segera diberikan,” ujarnya.

Di tengah keikhlasan Sugiarti, ada yang meragukan faktor meninggalnya ratusan petugas penyelenggara Pemilu, seperti disuarakan Ani Hasibuan, seorang dokter syaraf.

Ani bersama rekan-rekannya mengaku melakukan riset independen untuk menelusuri penyebab banyaknya anggota KPPS yang meninggal.

Ia tidak yakin penyebab meninggalnya petugas Pemilu hanya karena kelelahan sebab tak semua petugas yang meninggal berusia lanjut. Ada juga masih berusia belia meninggal dunia setelah bertugas.

“Secara fisiologis tubuh manusia kelelahan itu jarang menimbulkan kematian. Kecuali orangnya punya penyakit duluan. Saya ingin itu diperiksa, bukan dengan gampangnya ketua KPU bilang meninggal karena kelelahan. Masa iya 554 orang kelelahan semua?" katanya seperti dilansir laman Detik.com.

Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) berharap dilakukan audit medis dan forensik  untuk mengetahui penyebab meninggalnya ratusan petugas KPPS.

Ketua Umum BSMI Djazuli Ambari mengatakan, penyebab meninggalnya mereka, harus dibuktikan secara medis.

"Audit medis dan forensik bisa berisi laporan kronologis medis perawatan dari korban sampai meninggal dunia. Keterangan lengkap yang didapat dari audit itu, dapat menjadi pijakan pertimbangan dalam membuat regulasi untuk Pemilu mendatang,” kata Djazuli dalam keterangan tertulisnya yang diterima BeritaBenar.

Tim pemantau Pemilu dari Komnas HAM mengaku segera memulai proses penyelidikan penyebab meninggalnya ratusan petugas KPPS.

Hasil penelusuran itu akan diumumkan sebelum proses perhitungan suara kelar pada 22 Mei 2019 mendatang.

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan pihaknya akan mengambil keterangan dan sampel dari keluarga anggota KPPS yang meninggal di sejumlah daerah, seperti Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

“Kami ingin data yang diperoleh valid, langsung dari sumbernya sehingga kesimpulan tidak hanya didasarkan rumor belaka,” katanya kepada wartawan.

Evaluasi menyeluruh

Banyaknya petugas penyelenggara Pemilu meninggal dunia menjadi faktor dilakukannya evaluasi dan revisi pelaksanaan Pemilu serentak.

“Saya sepakat perlu adanya perubahan aturan dan mekanisme pemilihan. Tentu nanti setelah adanya evaluasi akan banyak masuk dan ide yang muncul,” kata Anggota Komisi II DPR, Rambe Kamarul Zaman kepada BeritaBenar.

Evaluasi disepakati diadakan pada 23 Mei mendatang.

Menurut anggota DPR dari Partai Golkar itu, harus ada perubahan mendasar untuk mencegah jatuhnya korban jiwa akibat Pemilu.

“Semua masukan mulai dari pemisahan Pemilu perlu mendapatkan perhatian serius ke depan. Termasuk bagaimana memikirkan metode pemilihan secara online. Semuanya kami tampung dan akan kami bahas,” ujarnya.

Anggota Komisi II DPR lain, Ahmad Baidlowi mengatakan, dalam rapat evaluasi nantinya, pihaknya juga akan mempertanyakan masalah banyaknya petugas penyelenggara yang meninggal ke KPU dan Bawaslu, termasuk mekanisme perekrutan mereka.

“Kita akan evaluasi dari segala aspek. Tentu dengan tidak menyudutkan bahwa penyelenggaraan pemilu kali ini menjadi yang terburuk. Kita harus mengkaji  agar kedepan penyelenggaraannya lebih baik,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.