Kekerasan Berlanjut, 1 Polisi Tewas, 2 Luka oleh Kelompok Separatis Papua

Kepolisian mengatakan tidak akan menambah jumlah personelnya dalam perburuan OPM.
Ronna Nirmala dan Arnold Belau
2021.04.27
Jakarta dan Jayapura
Kekerasan Berlanjut, 1 Polisi Tewas, 2 Luka oleh Kelompok Separatis Papua Dalam foto tertanggal 30 September 2019 ini aparat keamanan berpatroli di Ilaga, kabupaten Puncak, Papua. Pada 27 April 2021, seorang polisi tewas dan dua personel lainnya luka-luka dalam konflik senjata dengan kelompok separatis di Ilaga.
Antara via Reuters

Seorang anggota kepolisian tewas dan dua lainnya terluka dalam baku tembak terbaru dengan kelompok pemberontak di Papua, Selasa (27/4), di tengah meningkatnya kekerasan yang sebelumnya telah menewaskan empat warga sipil dan seorang jenderal bulan ini.

Kabid Humas Polda Papua Ahmad Musthofa Kamal mengatakan baku tembak antara anggota Satuan Tugas (Satgas) Nemangkawi dan gerilyawan terjadi sekitar pukul 08.00 WIT di dekat Markas Lumawi, Kampung Makki, Distrik Ilaga Utara, Kabupaten Puncak. 

“Kontak tembak terjadi antara personel gabungan TNI-Polri dengan kelompok kriminal bersenjata pimpinan Lekagak Telenggen. Akibat kejadian tersebut, tiga personel brimob terkena tembakan,” kata Kamal dalam keterangan pers kepada BenarNews. 

Bharada Komang Wira Natha tewas di lokasi baku tembak dan jenazahnya saat ini disemayamkan di RSUD Mimika, kata Kamal. 

Sementara identitas dua personil polisi yang luka-luka adalah Ipda Anton Tonapa yang terkena tembakan di bagian punggung atas dan Bripka M. Syaifudin yang terkena peluru di bagian perut. Anton dan Syaifudin telah dilarikan ke RSUD Mimika di Timika untuk mendapat penanganan medis. “Dua korban dalam keadaan sadar dan telah mendapatkan perawatan medis,” katanya.

Kamal menyebut pasukan gabungan akan melakukan pengejaran kepada kelompok yang dituding bertanggung jawab. 

OPM klaim bertanggung jawab

Sebby Sambom, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap militer dari kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), mengatakan kelompoknya bertanggung jawab atas serangan terhadap polisi di Ilaga. 

“Ya, itu kelompok kami, TPNPB, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Lekagak Telenggen bertanggung jawab atas penembakan yang menewaskan polisi itu,” kata Sambom kepada BenarNews. 

Sambom mengatakan baku tembak dengan Satgas Nemangkawi terjadi sejak Senin (26/4) malam. 

“Dalam kontak senjata ini beberapa anggota TNI/Polri kami tembak, namun berapa yang kami tembak, memang belum tahu,” katanya.

“Dan saat ini juga masih kontak senjata di Distrik Mayuweri,” sambungnya. 

TPNPB mengatakan dalam baku tembak tersebut tidak ada warga sipil yang menjadi korban, meski beberapa pasukannya yang bersembunyi di pemukiman warga ditembaki aparat dari helikopter. 

“Kalau ada warga sipil yang meninggal dunia, itu TNI/Polri yang lakukan. Kami tidak menyerang warga sipil,” ujarnya. 

Pada Minggu, Kepala BIN Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha meninggal dunia setelah rombongannya diserang TPNPB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak. 

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menginstruksikan Polri dan TNI untuk memburu pelaku penembakan. 

“Saya tegaskan tidak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata di Tanah Papua ataupun di seluruh pelosok Tanah Air,” kata Jokowi, Senin. 

Sebelum penembakan yang menewaskan Putu Danny, empat warga sipil juga meninggal dunia karena tembakan maut kelompok bersenjata di provinsi itu. 

Keempatnya adalah Ali Mom, siswa kelas XI SMA di Distrik Ilaga; Udin (41), seorang pengemudi ojek; dan dua guru di SD Yulukoma, Oktovianus Rayo (42) dan Yonathan Renden (28). TPNPB mengakui berada dibalik penembakan terhadap keempat korban itu dan menuduh mereka sebagai mata-mata TNI dan Polri. 

Peti jenazah Oktovianus Rayo, seorang guru yang ditembak pada 8 April 2021 oleh kelompok separatis di Beoga, kabupaten Puncak, tiba di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, 10 April 2021. [AFP]
Peti jenazah Oktovianus Rayo, seorang guru yang ditembak pada 8 April 2021 oleh kelompok separatis di Beoga, kabupaten Puncak, tiba di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, 10 April 2021. [AFP]

TPNPB klaim TNI tewas

TPNPB juga mengaku telah menembak mati tiga tentara dalam baku tembak dengan petugas keamanan pada Senin (26/4) di Kabupaten Nduga. 

Sambom mengatakan baku tembak berawal dari pembakaran lima rumah warga di Alguru, Kabupaten Nduga, oleh aparat TNI. “TPNPB Kodap III lalu melaporkan dan pasukan mengejar TNI yang membakar rumah warga tersebut,” katanya. 

Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III Kolonel I Gusti Nyoman Suriastawa mengatakan kepada BenarNews bahwa pihaknya belum menerima informasi terkait klaim TPNPB tersebut. 

Pada Desember 2020, Kepolisian memperpanjang Operasi Nemangkawi, untuk memburu kelompok separatis dan juga kelompok kriminal politik. Kepolisian ketika itu tidak menyebut dengan jelas siapa yang dimaksud dengan kelompok kriminal politik tersebut. 

Adapun Operasi Nemangkawi telah diperpanjang sebanyak lima kali sejak pertama dibentuk pada Februari 2018. Sampai saat ini, pasukan gabungan yang bertugas pada satuan itu berjumlah 1.186 orang, sebut Kasatgas Nemangkawi Brigjen Roycke Harry Langie dalam Antara. 

Terkait rangkaian penembakan dalam sebulan terakhir ini yang menyebabkan jatuhnya korban sipil dan aparat keamanan, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan pihaknya tidak akan menambah jumlah personel kepolisian dalam perburuan kelompok separatis tersebut. 

“Jumlah personel yang ada saat ini sudah cukup untuk memburu dan menindak tegas KKB,” kata Rusdi dalam keterangan pers, Selasa. 

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Achmad Riad mengatakan tentara siap membantu polisi menangkap seluruh kelompok pemberontak di Papua. 

"Intinya, kami (TNI) siap menangkap seluruh anggota KKB. Kami menunggu keputusan politik Presiden Jokowi selanjutnya,” kata Achmad.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan TNI/Polri bersama instansi lainnya bakal bekerja secara optimal untuk menyelesaikan konflik dengan kelompok separatis ini. 

“Telah banyak korban beberapa hari belakang ini menjadi perhatian aparat keamanan di sana. Sekali lagi aparat keamanan beserta yang lain bekerja optimal,” ujar Rusdi.

“KKB dapat ditangani secara optimal dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” katanya. KKB adalah sebutan otoritas keamanan untuk pejuang separatis bersenjata yang ingin melepaskan diri dari Indonesia. 

Sejak wilayah Papua resmi menjadi bagian dari Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1969, konflik antara separatis dan aparat keamanan Indonesia terus mewarnai wilayah Papua.

Aktivis hak asasi manusia (HAM) dan sebagian warga Papua melihat Pepera manipulatif karena melibatkan hanya sekitar 1000 orang yang telah diinstruksikan untuk memilih bergabung dengan Indonesia.

Organisasi HAM melihat baik aparat keamanan Indonesia dan juga OPM bertanggungjawab terhadap pelanggaran HAM di wilayah itu.

Peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, mengatakan Senin bahwa OPM mulai lebih agresif mulai akhir tahun 2018, sejak mereka menembak mati 20 pekerja yang membangun jalan Trans Papua.

“Jelas mereka lebih agresif tapi yang lebih penting lagi, strategi pemerintah untuk melawan sama sekali tidak berhasil karena hanya kirim pasukan terus tanpa melihat kenapa mereka sudah lebih kuat sekarang daripada empat tahun sebelumnya, dan tiap tahunnya lebih kuat,” ujar Sidney.

Menyerahkan diri

Sementara itu, Polda Papua mengumumkan lima anggota kelompok pemberontak di wilayah Angkaisera dan Distrik Yapen Timur, Papua, telah berikrar untuk setia kepada Indonesia. 

“Selain berikrar, mereka juga menyerahkan empat pucuk senjata api rakitan dan 11 butir amunisi tajam jenis SS1,” kata Kabid Humas Kamal dalam keterangan persnya. 

Pekan lalu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) membenarkan kabar seorang anggota TNI yang bertugas di Papua yang membelot dan bergabung dengan kelompok separatis Papua. 

Pratu Lukius Y Matuan kabur dari Pos Bulapa pada 12 Februari 2021 dengan membawa 70 butir amunisi beserta magasin. Lukius saat ini berstatus sebagai buron militer, kata Andika. 

“Sebetulnya kasus ini bukan hanya terjadi kali ini, walau tidak sama persis tapi prajurit yang lari atau tinggalkan dinas dan tidak kembali lagi itu cukup sering,” kata Andika dalam jumpa pers di Jakarta pekan lalu. 

Andika menyebut alasan prajurit kabur beragam, mulai karena motif ekonomi hingga beban tugas. “Motivasi beda-beda, ada yang karena utang, ada yang karena mungkin merasa tidak cocok, ada yang mungkin karena masalah asusila, macam-macam,” tambahnya. 

Andika berjanji insiden ini bakal menjadi pembelajaran bagi institusi TNI AD. “Kita tidak lihat hanya individu yang melakukan tindak pidananya, tetapi bagaimana leadership atau kepemimpinan di atasnya,” ujarnya. 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.

Komentar

Hendrar Pramudyo
2021-05-10 22:04

Masalah Papua memang peninggalan penjajahan belanda . RI yg merdeka 17 Augustus th 1945 dg wilayah seluruh bekas jajahan belanda termasuk papua awalnya tak diakui penjajah belanda.

Th 1949 belanda bersedia menyerahkan kedaulatan seluruh wilayah hindia belanda kpd RI kecuali irian Jaya atau papua.

Masalah Papua Barat kemudian jadi agenda komite dekolonisasi PBB. Saat proses di PBB berlangsung Belanda sempat mendirikan negara Boneka Papua.

Perang utk merebut Irian Jaya atau Papua Barat kemudian disiapkan Indonesia melalui operasi TRIKORA atau tri komando rakyat

Namun setelah tekanan amerika penjajah belanda akhirnya bersedia meninggalkan Papua setelah referendum th 1969 yg dilakukan pemerintah transisi sementara PBB atau UNTEA dimenangkan pro RI. Kemenangan itu kemudian disahkan Sidang Majelis Umum PBB.

Namun organisasi papua merdeka yg didukung belanda menolak hal tsb. Dan memilih memberontak.

Pada tg 17 agustus 2005 kerajaan belanda akhirnya secara resmi mengakui kemerdekaan RI th 1945 termasuk wilayah Irian Jaya atau Papua.

Secara de facto dan de yure OPM sesungguhnya sudah tak memiliki dasar utk terus menuntut merdeka mendirikan negara. Dinegara2 manapun pemberontakan akan ditumpas