Baku tembak aparat dan pemberontak Papua, 1 anak tewas dan lainnya luka-luka

Aktivis HAM sesalkan terus jatuhnya korban sipil dalam konflik Papua.
Pizaro Gozali Idrus
2024.04.08
Jakarta
Baku tembak aparat dan pemberontak Papua, 1 anak tewas dan lainnya luka-luka Humas Satgas Damai Cartenz AKBP Bayu Suseno menunjukkan foto korban seorang pelajar SD yang tewas dalam baku tembak antara aparat dan kelompok separatis usai terjadinya serangan yang dilakukan kelompok separatis ke pos operasi Damai Cartenz di Intan Jaya, Papua Tengah, pada Senin, 8 April 2024.
[Foto: Handout Satgas Damai Cartenz]

Baku tembak antara pemberontak separatis Papua dan personel kemanan Indonesia telah mengakibatkan seorang anak lelaki 12 tahun tewas dan seorang bocah perempuan berusia enam tahun terluka di kota Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, kata aparat keamanan dan perwakilan separatis, Senin (8/4).

Insiden itu terjadi setelah pemberontak menyerang sebuah pos keamanan di Sugapa dalam upaya untuk membebaskan salah satu anggotanya, Bui Wonda, yang ditangkap aparat karena dicurigai memasok senjata dan amunisi kepada kelompok itu, kata Satgas Damai Cartenz, satuan tugas gabungan polisi dan militer yang memerangi pemberontakan separatis di Papua.

Korban tewas itu bernama Nardo Duwitau (12) , sedangkan Nepina Duwitau (6 ), pelajar perempuan, mengalami luka tembak di tangan sebelah kiri, ujar petugas Humas Satgas Damai Cartenz AKBP Bayu Suseno.

“Akibat penyerangan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata tersebut, dua warga dilaporkan tertembak dan telah dievakuasi ke Puskesmas Bilogai untuk mendapatkan pertolongan medis,” ujar Bayu merujuk kepada kelompok separatis Papua, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Bayu mengatakan Nando Duwitau telah dibawa oleh keluarganya ke gereja untuk disemayamkan. “Sementara korban Nopina Duwitau masih berada di puskesmas untuk mendapatkan penanganan medis lebih lanjut,” ujar Bayu.

“Kami masih terus melakukan penyelidikan untuk mengetahui dari arah mana tembakan yang mengakibatkan keduanya tersebut tertembak,” ujar Bayu.

Juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, mengakui pihaknya terlibat baku tembak dengan TNI dan polisi di Intan Jaya pada hari itu namun membantah tembakan kelompoknya menyasar kedua pelajar SD.  

“TNI yang melakukan penembakan,” ujar Sambom dalam pesan tertulis kepada BenarNews.

“Aksi baku tembak antara TPNPB Kodap VIII Intan Jaya dan Satgas Yonif 509 Kostrad dengan aparat kepolisian di Intan Jaya terjadi akibat masalah politik antara pemerintah Indonesia dan orang Papua yang tak pernah diselesaikan oleh kedua belah pihak,” ujar Sambom.

Sambom menyampaikan kepada pemerintah Indonesia untuk segera melakukan pembicaraan damai agar konflik bersenjata yang terjadi antara TPNPB dan TNI bisa diselesaikan melalui mediasi PBB.

“Jika Indonesia biarkan hal ini terus terjadi, maka warga sipil yang akan terus menjadi korban selama konflik terjadi. Ini yang harus dipertimbangkan oleh negara Indonesia untuk mengakhiri konflik di tanah Papua,” katanya.

BenarNews telah mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Pangdam Cendrawasih Mayjen Izak Pangemanan terkait hal tersebut, namun dia mengaku tidak mengetahui kejadian itu.

“Saya belum dapat laporan masalah itu,” ujar Izak kepada BenarNews.

Rentetan konflik dua minggu terakhir

Sebelumnya, Satgas Damai Cartenz menembak mati dua anggota TPNPB Intan Jaya pada Kamis lalu, termasuk salah seorang petinggi. Mereka adalah Abubakar Kogoya yang merupakan komandan dan Demianus Magay selaku anggota.

Bayu juga mengatakan TPNPB telah membunuh dua warga sipil bernama Jhonsep Salempang (23) yang merupakan sopir pengantar air galon pada 30 Maret lalu di seputar Kompleks Bandara Nop Goliat Dekai.

Sedangkan korban kedua atas nama Yosep Pulung (55), yang merupakan aparatur sipil negara di Inspektorat Kabupaten Yahukimo yang tewas pada 4 April lalu.

Dalam keterangannya, TPNPB mengklaim para korban tewas merupakan anggota Badan Inteligen Negara (BIN).

Kepala Operasi Damai Cartenz Kombes Polisi Faizal Ramadhani menegaskan pihaknya akan terus mengejar pelaku penembakan serta melanjutkan penyelidikan terhadap jaringan separatis yang kini ditahan.

Prihatin jatuhnya banyak korban sipil

Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengaku prihatin mendalam atas rangkaian kasus kekerasan yang terus terjadi di beberapa daerah di Papua, termasuk tewasnya pelajar.

“Mestinya kelompok sipil bersenjata mempertimbangkan keselamatan warga dan aparat tidak gegabah untuk mengeluarkan tembakan secara membabi buta di dalam kota pemukiman meski terukur,” jelasnya kepada BenarNews.

“Kami sangat prihatin untuk situasi kemanusian di tanah Papua,” kata Ramandey.

Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem mengaku sangat sedih korban dari konflik di Papua kini ikut memakan korban para pelajar.

Jika mau berperang, kedua pihak seharusnya menentukan tempat yang jauh dari masyarakat sipil.

“Seharusnya kedua pihak menahan diri untuk melakukan pertempuran di tengah kota dengan ramai orang. Apalagi kini para pelajar ikut menjadi korban,” ujar aktivis HAM Papua itu kepada BenarNews.

“Mereka seharusnya menghindari masyarakat sipil agar tidak menjadi korban,” tambahnya.

Menurut dia, TPNPB dan aparat keamanan Indonesia harus jujur jika memang terbukti peluru mereka mengenai kedua pelajar.

“Saling tuding di antara mereka bukanlah hal yang baru selama ini. Setiap kejadian selalu baku lempar. Dan, saling tuding tidak akan mengakhiri kekerasan di Papua,” ucapnya.

Theo juga mengatakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah gagal menciptakan perdamaian di Papua selama memimpin dua periode karena pendekatan kekerasan terbukti gagal mewujudkan perdamaian di Papua.

“Jokowi tidak mampu menyelesaikan masalah di Papua, sekarang saatnya Presiden membuka ruang dialog dan menunjuk pihak ketiga sebagai mediator konflik,” ujarnya.

Papua, wilayah yang kaya sumber daya alam, secara kontroversial dimasukkan ke dalam Indonesia pada tahun 1969 setelah sebuah referendum Pernyatan Pendapat Rakyat (pepera) yang disponsori oleh PBB.

Pemberontakan separatis terus terjadi sejak saat itu. Indonesia telah menyebut TPNPB sebagai organisasi teroris dan mempertahankan kehadiran militer yang signifikan di wilayah Papua.

Kelompok hak asasi manusia menuduh militer Indonesia melakukan pelanggaran di Papua, termasuk pembunuhan di luar proses hukum dan penindasan terhadap perbedaan pendapat. Jakarta membantah tuduhan tersebut.

Bulan lalu, militer Indonesia meminta maaf kepada warga Papua setelah sebuah video viral menunjukkan seorang laki-laki asli Papua disiksa oleh anggota TNI. Insiden ini memicu kemarahan luas dan seruan pertanggungjawaban pemerintah.

Para pejabat militer mengatakan mereka telah menahan 13 tentara sebagai tersangka pelaku kekerasan tersebut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.