Kerusuhan di Puncak Jaya, Dua Tewas, Belasan Terluka

Akivitas belajar di sejumlah sekolah terpaksa dihentikan karena situasi keamanan tidak kondusif.
Victor Mambor
2017.08.01
Jayapura
170801_ID_Papua_1000.jpg Masyarakat Suku Sinak bersiap melakukan atraksi perang di Kabupaten Puncak, Papua, April 2017.
Hengki Yeimo/BeritaBenar

Dua warga tewas dan belasan lainnya menderita luka-luka akibat kerusuhan yang dipicu konflik terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes. Pol. Ahmad Kamal, menyatakan seorang warga, Lugu Wonda (35), tewas dan dua lainnya terluka karena ditembak orang bersenjata di Distrik Irimuli, Puncak Jaya, Senin, 31 Juli 2017.

"Korban terkena tembakan di bagian pantat, paha kanan dan tangan kiri. Dia meninggal dunia karena kehabisan darah saat ditangani pihak medis," katanya kepada BeritaBenar.

Aparat kepolisian yang dibantu personel TNI, tambahnya, masih melakukan pengejaran terhadap pelaku yang diperkirakan berjumlah lima orang.

“Penembakan ini mengindikasikan ada kemungkinan keterlibatan kelompok bersenjata dalam konflik Pilkada Puncak Jaya karena korban adalah simpatisan salah seorang calon kepala daerah," jelasnya.

Sedangkan, dalam bentrokan Sabtu lalu antara pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati yang bertarung dalam Pilkada Puncak Jaya, Februari 2017, menewaskan seorang warga dan 12 lainnya terluka akibat terkena panah.

Insiden itu terjadi di Kampung Legimut Distrik Pagaleme. Saat itu, menurut Ahmad, ada masyarakat sedang bakar batu (aktivitas memasak tradisional masyarakat pegunungan Papua) di posko seorang calon bupati.

Karena api sangat besar, asap yang ditimbulkan juga besar. Akibatnya, pendukung satu calon bupati menyangka ada penyerangan dan pembakaran honai (rumah tradisional) oleh pendukung calon bupati lain. Mereka serentak menuju lokasi bakar batu.

Sebelum sampai di posko, massa pendukung calon bupati lain melihat mereka. Karena kelompok yang berlari itu membawa senjata tradisional, terjadilah bentrokan antara kedua pendukung calon bupati tersebut.

Sebagian korban dalam bentrokan yang menderita luka parah akibat terkena panah telah dievakuasi ke Jayapura, pada Minggu.

"Tiga atau empat orang kini dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Jayapura,” kata Ahmad.

“Awalnya kami pikir tidak mungkin karena hari Minggu tidak ada pesawat, tapi ternyata mereka carter pesawat karena kondisi mereka harus segera ditangani lebih lanjut."

Kamal mengaku polisi sudah memeriksa tiga orang yang diduga sebagai aktor bentrokan itu. Sebelumnya, tiga orang yang ditahan juga telah menjalani pemeriksaan di Mapolda Papua.

“Pemeriksaan dilakukan di Mapolda Papua agar tidak ada mobilisasi massa di Mulia,” jelasnya.

Sekolah ditutup

Konflik Pilkada berkepanjangan di Puncak Jaya mulai berdampak pada kegiatan belajar mengajar. Aktivitas belajar mengajar di sejumlah sekolah terpaksa dihentikan karena situasi keamanan tidak kondusif.

Nehemia, seorang warga Kota Mulia mengaku anaknya tak bersekolah sejak Senin. Guru di sekolah anaknya, yakni SD Inpres Mulia, memulangkan para murid sejak jam 9.00 pagi waktu setempat.

“SMA Mulia juga kasih pulang siswanya. Kata guru-guru, tanggung jawab anak-anak sejak kemarin ada di tangan orang tua murid, karena sudah dipulangkan sejak pagi,” ujar Nehemia melalui telepon.

Dihentikannya proses belajar mengajar dibenarkan Kepala Dinas Pendidikan Puncak Jaya, Agus Fakaubun, yang menyatakan para kepala sekolah sudah berkoordinasi dengan dirinya.

“Semua sekolah di Mulia sudah memulangkan siswa sejak pagi, Senin kemarin, karena faktor keamanan,” katanya.

Agus menambahkan belum bisa memastikan kapan aktivitas belajar mengajar akan diaktifkan kembali karena kondisi keamanan masih belum kondusif.

Sejak Juni

Konflik yang melibatkan pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati yang maju dalam Pilkada Puncak Jaya sudah terjadi sejak pertengahan Juni 2017.

Ketua DPR Papua, Yunus Wonda, mengaku sudah datang ke Mulia, bersama Pangdam XVII/Cenderawasih, Kapolda Papua dan Wakil Gubernur Papua, awal Juli. Kedatangan mereka saat itu untuk melihat dan mendengar langsung kronologis kejadian di sana.

Konflik itu, menurutnya, terjadi karena masing-masing kandidat tak bisa mengendalikan pendukung mereka setelah dilakukan pemungutan suara ulang di 72 TPS yang terletak di enam distrik yaitu Dagai, Lumo, Yamoneri, Mulanikime, Ilamburawi, dan Yambi.

“Sampai hari ini belum ada keputusan ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ketiga pasangan kandidat seharusnya bisa menenangkan pendukungnya dan menahan diri. Jangan karena politik, rakyat jadi korban, gereja pecah, keluarga pecah, tatanan adat pecah dan daerah korban," ujar Wonda.

Pilkada Puncak Jaya diikuti tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati, yakni Yustus Wonda-Kirenius Telenggen (1), Hanock Ibo-Rinus Telenggen (2), dan Yuni Wonda-Deinas Geley (3).

Sebelum pemungutan suara ulang yang berujung pada bentrokan, pada 5 Juni, Kantor KPU Puncak Jaya diserang sekelompok orang yang tidak setuju dengan anggota Panitia Pemilihan Distrik (PPD) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di enam distrik tersebut.

Saat pemungutan suara ulang digelar, terjadi bentrokan antara pendukung pasangan calon nomor urut 1 dan 3 yang menyebabkan tiga polisi terkena panah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.