Seluruh Korban Berhasil Dievakuasi, Basarnas Berfokus Cari FDR
2015.08.19
Badan SAR Nasional (Basarnas) pada hari Kamis akan melanjutkan pencarian rekaman data penerbangan (FDR) pesawat Trigana Air IL 257 yang jatuh di di Distrik Oktabe, Pegunungan Bintang, Papua, pada 16 Agustus lalu.
Untuk mempercepat penemuan komponen tersebut, Basarnas menambah kekuatan dengan menerjunkan tim khusus yang beranggotakan sepululuh personel.
"Pencarian baru dilanjutkan besok (Kamis) karena sekarang sudah gelap," kata Kepala Basarnas Bambang Soelistyo saat dihubungi BeritaBenar, Rabu, 19 Agustus 2015.
Tim Basarnas telah berhasil mengevakuasi 54 korban kecelakaan pesawat Trigana Air dari lokasi kecelakaan.
Empat di antaranya kini sudah berada di Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura.
"Adapun, 37 korban lain masih berada di Oksibil. Sisanya (13 korban) dalam perjalanan menuju Oksibil," tambah Bambang.
"Menurut rencana, Kamis semuanya baru dibawa ke RS Bhayangkara." pungkasnya.
Korban Dievakuasi dengan Berjalan Kaki
Bambang Soelistyo mengaku bersyukur tim SAR bisa menyelesaikan proses evakuasi korban dengan cepat. Karena, menurut Bambang, medan lokasi puing-puing pesawat nahas itu sangat sulit dijangkau.
"Lokasinya berada di tengah hutan yang tak dimasuki manusia," katanya.
Pernyataan itu dikuatkan Kepala Basarnas Jayapura Ludiyanto yang juga menjadi Koordinator Misi SAR (SMC) Basarnas di Oksibil.
Akibat medan yang berbukit-bukit dan memiliki tebing curam itu, kata Ludiyanto, jenazah korban akhirnya dievakuasi dengan berjalan kaki dari titik kecelakaan menuju basecamp.
"Satu kantong jenazah dipikul beberapa orang. Waktu tempuh berjalan kaki itu sekitar empat jam," ujar Ludiyanto kepada BeritaBenar.
Basecamp adalah titik di mana jenazah mulai bisa dibawa menggunakan mobil menuju Lapangan Terbang Oksibil.
Diperlukan satu jam perjalanan untuk mencapai Oksibil. Dari titik kejadian sampai Oksibil, tim menghabiskan total lima jam perjalanan. Namun perjalanan tim penyelamat belum selesai.
Sesampai di Oksibil, jenazah masih harus dibawa menggunakan helikopter menuju Jayapura. "Perjalanannya sekitar 55 menit,” tukas Ludiyanto.
"Jadi, evakuasi kali ini adalah tantangan berat bagi tim SAR. Memakan banyak waktu dan melelahkan," tambahnya.
Tadinya, lanjut Ludiyanto, tim berencana mengevakuasi korban menggunakan helikopter sejak dari titik kejadian hingga ke Jayapura. Namun akibat cuaca buruk, rencana evakuasi udara itu diurungkan.
"Beruntung akhirnya kini bisa selesai," tutupnya.
Sementara itu proses identifikasi terhadap empat korban yang sudah berada di RS Bhayangkara sudah dimulai Rabu.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Patridge Renwarin mengatakan tim Disaster Victim Identification (DVI) Markas Besar Polri sudah mulai bekerja.
Dia mengatakan keempat korban yang sudah berada di RS Bhayangkara berada dalam kondisi hancur.
"Sepengamatan saya, mereka tak bisa dikenali. Barangkali efek terbakar dan tabrakan," kata Patridge kepada BeritaBenar.
‘Mountain tubulence’
Sebelumnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menegaskan bahwa kecelakaan pesawat Trigana Air dengan nomor penerbangan IL 267 di Pegunungan Bintang itu bukan karena cuaca buruk.
Airnav Indonesia juga melaporkan bahwa pada saat pesawat kehilangan kontak cuaca dalam kondisi cerah.
Pengamat penerbangan yang juga Editor Senior Majalah Angkasa, Dudi Sudibyo, menduga ada unsur mountain turbulence, pergolakan angin kencang yang disebabkan oleh perubahan arus udara di daerah pegunungan.
“Pegunungan (Bintang) kan seperti Bukit Barisan,, jadi ada pusaran angin yang sangat kuat dan menyebabkan pesawat kecil seperti itu terombang-ambing dan menabrak dinding pegunungan. Ini dugaan kuat saya,” katanya ketika dihubungi BeritaBenar lewat sambungan telepon.
“Pesawat kecil seperti ATR 42 tidak dapat terbang tinggi seperti pesawat besar, dan sebelum hilang ketinggian penerbangannya tidak sampai 10.000 kaki, ini dekat dengan pegunungan dan rentan terkena mountain turbulence,” tambahnya.
Namun Dudi menegaskan bahwa kepastian penyebab kecelakaan baru akan diketahui setelah KNKT selesai melakukan penyelidikan terhadap rekaman penerbangan di dalam kotak hitam.
Sebelumnya Kepala Basarnas FH Bambang Soelistyo menyampaikan bahwa berdasarkan temuan timnya, puing-puing pesawat naas itu berserakan di bukit, di ketinggian 8.500 kaki. Timya menduga bahwa pesawat tersebut menabrak bukit pada satu titik.
Pada hari Rabu Basarnas telah menyerahkan kotak hitam pesawat naas itu kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Emilda Rosen ikut memberikan kontribusi dalam artikel ini.