Korban Tsunami: ‘Namanya Cobaan, Harus Diterima’

Seminggu setelah bencana, penyintas tsunami Selat Sunda mencoba bangkit.
Keisyah Aprilia
2018.12.28
Pandeglang, Banten
181228_ID_Badut_1000.jpg Sejumlah badut dari “Komunitas Aku Badut Indonesia” menampilkan akrobat di hadapan anak-anak korban tsunami di Pandeglang, Banten, 27 Desember 2018.
Keisyah Aprilia/Berita Benar

Gelak tawa para bocah pecah, tanpa dikomando.

Wajah mereka sumringah ketika mereka melihat sejumlah badut melangkahkan kaki ke lapangan futsal, yang berubah fungsi menjadi lokasi pengungsian korban tsunami Selat Sunda.

Raut muka puluhan bocah itu dan beberapa orang tua menyiratkan antusiasme, meski baru beberapa hari lalu diterjang bencana yang tak terduga, menunggu penampilan 10 badut di depan mereka.

Gelombang laut Selat Sunda yang tiba-tiba menerjang ke daratan, Sabtu malam, 22 Desember 2018, menghancurkan rumah-rumah serta menewaskan lebih dari 400 orang di Banten dan Lampung dan memaksa lebih dari 40.300 orang mengungsi, demikian menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Jumat 28 Desember 2018.

Sosok badut dengan bedak putih tebal, bibir merah, dan hidung bulat buatan, begitu mencolok. Para penghibur itu adalah anggota Komunitas Aku Badut Indonesia (ABI).

Mereka datang untuk menghibur anak korban tsunami di posko pengungsian Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, Kamis, 27 Desember 2018, agar bisa kembali pulih dari trauma akibat bencana.

Sejumlah aksi akrobat ditampilkan, yang juga diselingi sulap dan kejutan berupa hadiah untuk anak-anak yang bisa menjawab teka-teki.

“Intinya kami mengembalikan keceriaan anak-anak di sini. Menghilangkan rasa trauma,” tutur founder ABI, Dedi Delon kepada BeritaBenar.

Menurutnya, ABI hadir untuk memberi trauma healing sehingga bisa kembali melihat canda dan tawa anak-anak di posko pengungsian.

“Kami memang selalu datang untuk aksi sosial, khususnya di lokasi bencana alam. Kami juga ke tempat anak-anak kanker,” imbuh Dedi.

Anak-anak tampak begitu menikmati permainan yang ditampilkan para badut.

“Senang. Terus tadi dikasih hadiah juga,” ucap seorang anak, Ridho (8).

Hingga kini, ribuan warga, termasuk ratusan anak-anak, di Pandeglang dan Serang masih bertahan di sejumlah posko pengungsian.

Seorang warga mengumpulkan pakaian yang masih bisa digunakan di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, 26 Desember 2018. (Keisyah Aprilia/Berita Benar)
Seorang warga mengumpulkan pakaian yang masih bisa digunakan di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, 26 Desember 2018. (Keisyah Aprilia/Berita Benar)

Mulai bangkit

Sumur di Pandeglang adalah salah satu kecamatan terdampak parah diterjang tsunami. Warga terlihat mulai berusaha bangkit dari keterpurukan.

Meski aktivitas belum normal di sana, semangat warga untuk bangkit mulai tampak.

Banyak warga kembali ke rumah untuk menyelamatkan barang berharga yang bisa digunakan.

“Namanya cobaan, harus diterima. Apa yang bisa diselamatkan di rumah, dibawa saja,” ujar seorang warga, Muhidin (37).

Bersama istri dan anaknya, dia mengeluarkan beberapa barang yang masih bisa digunakan, seperti pakaian, perlengkapan dapur,  dan beberapa kursi plastik.

“KTP, KK (Kartu Keluarga), dan surat-surat penting lain tidak didapat lagi. Lemarinya saja sudah hancur,” imbuhnya.

Warga Sumur lain, Supriyatna Ata (41) juga terlihat di antara puing rumahnya.

“Harus tetap dicari. Kalau ada yang bisa digunakan, ya diambil,” ujarnya.

“Saya bukan pasrah, tetapi menerima apa cobaan dari Allah. Kita harus tetap bangkit. Semoga saja ada hikmah di balik semua ini.”

Lampung Selatan

Warga Desa Sukaraja, Kecamatan Raja Basa, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, juga berusaha menyelamatkan beberapa barang yang masih berfungsi di reruntuhan rumahnya setelah diterjang gelombang tsunami setinggi tiga meter.

Seorang warga Nurjanah (39) mengaku hanya bisa menyelamatkan kipas angin, kursi, dan beberapa barang kecil lain dari dalam rumah yang sudah rusak berat.

Sementara televisi, kulkas, dan lemari tak bisa diselamatkan karena tertimbun tembok rumahnya.

“Cuma ini saja yang bisa kami bawa keluar. Yang lain susah diambil, juga pasti sudah rusak,” katanya saat ditemui BeritaBenar, Selasa, 25 Desember 2018.

Menurut Nurjanah, seluruh warga terdampak tsunami di pesisir pantai Desa Sukaraja sudah pasrah dengan bencana.

“Ketika tsunami datang, yang penting nyawa selamat saja. Tidak pikir lagi soal barang di rumah. Kami sangat bersyukur bisa selamat,” ungkapnya.

Ketika bencana datang, Nurjanah mengaku, sedang berada dalam rumah dan bersiap untuk tidur. Mereka kalang kabut dan berusaha keluar rumah.

“Untung semua kami bisa keluar dan langsung naik ke atas bukit,” tutur Nurjanah.

Warga lain Sudirman Lani (32) menyebutkan, hanya beberapa lembar pakaian yang bisa diselamatkan dari reruntuhan rumahnya.

Sedangkan barang-barang lain, termasuk dokumen penting seperti surat rumah, motor, dan mobil tidak bisa diselamatkan.

“Saya juga tak tahu di mana semua barang-barang itu karena rumah rusak parah seperti ini,” ujarnya.

Sudirman dan keluarganya mengaku sudah mengikhlaskan hartanya yang hilang dibawa tsunami.

“Mau bagaimana lagi, sekarang pasrah saja. Semoga ada rezeki dan bisa dibeli kembali harta itu. Yang penting kami sekeluarga selamat,” tukasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.