Politisi Azis Syamsuddin Divonis 3 ½ Tahun Penjara dalam Kasus Suap
2022.02.17
Jakarta
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis (17/2) menjatuhkan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara kepada mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin karena menyuap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan seorang pengacara agar membantu menghentikan pengusutan kasus rasuah yang menyeret namanya.
Majelis beranggotakan tiga hakim itu juga mewajibkan Azis membayar denda sebesar Rp250 juta, dengan hukuman tambahan empat bulan kurungan jika tidak membayar, serta mencabut hak politik kader Partai Golkar itu selama empat tahun terhitung sejak menuntaskan masa pidana pokok.
Menurut hakim, Azis terbukti meyakinkan menyuap mantan penyidik KPK asal kepolisian Robin Pattuju serta pengacara Maskur Husain senilai total Rp3,64 miliar supaya tidak ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah pada 2017.
"Menyatakan terdakwa Azis Syamsuddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda Rp250 juta," kata hakim ketua Muhammad Damis.
"Terdakwa berusaha agar dirinya tidak dijadikan tersangka oleh KPK dengan cara meminta bantuan Robin Patuju untuk memantau dan mengawal supaya terdakwa tidak menjadi tersangka," ujarnya.
Putusan hakim lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa yang memintanya dipenjara 4 tahun 2 bulan penjara.
Robin dan Maskur telah menerima vonis terkait kasus suap Azis pada Januari lalu dengan hukuman masing-masing 11 tahun dan sembilan tahun penjara.
Robin juga diwajibkan membayar uang penggantii Rp2,3 miliar, sementara Maskur senilai Rp8,7 miliar.
Dalam pertimbangan memberatkan, hakim mengatakan perbuatan Azis telah merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap DPR dan tidak mengakui perbuatannya. Ia juga dianggap berbelit dalam memberikan keterangan di persidangan.
Adapun yang meringankan lantaran terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
"Setelah mempertimbangkan, maka hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa dianggap sudah pantas, layak, dan adil," lanjut hakim anggota Fahzal Hendri.
Azis yang mengenakan kemeja putih lengan panjang langsung menghampiri dan memeluk istri serta sejumlah kerabatnya yang duduk di kursi pengunjung begitu sidang dituntaskan hakim Damis.
"Atas putusan yang dibacakan, saya akan pikir-pikir," ujar Azis.
Dalam pembelaan pada persidangan sebelumnya, Azis bersikukuh tidak memberikan suap kepada Robin dengan alasan bahwa mantan penyidik KPK tersebut tidak memiliki kapasitas dan kemampuan untuk melakukan bantuan sebagaimana dituduhkan kepadanya.
Azis merupakan pimpinan DPR ketiga yang menjadi pesakitan kasus korupsi sejak Joko "Jokowi" Widodo menjadi presiden pada 2014.
Sebelumnya, tercatat sejawat Azis di Partai Golkar yang pernah menjabat Ketua DPR yakni Setya Novanto yang divonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta usai terbukti mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) yang merugikan negara Rp2,3 triliun.
Aksi lancung itu dilakukan Setya dalam kurun 2011 hingga 2012.
Adapula mantan Wakil Ketua DPR asal Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan yang terseret korupsi pengurusan DAK dua kabupaten di Jawa Tengah dalam kurun 2016-2017.
Taufik divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang pada 2019 usai terbukti menerima total imbalan senilai hampir Rp5 miliar.
Azis ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada penyidik KPK Robin dan pengacara Maskur pada 25 September 2021.
Dugaan permintaan gratifikasi Azis terungkap dari pernyataan mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa di persidangan.
Mustafa telah divonis empat tahun penjara dan ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung.
Menurut Mustafa, Azis meminta bayaran sebesar delapan persen dari nilai DAK 2017 Lampung Tengah yang tengah dibahas di Badan Anggaran DPR —kala itu dipimpin Azis. Pemerintah Lampung Tengah mengajukan perubahan dari Rp23 miliar menjadi Rp30 miliar.
Selain Mustafa, terpidana lain dalam korupsi DAK Lampung Tengah adalah Ketua DPRD setempat Achmad Junaidi yang telah divonis empat tahun penjara.
Terkait kasus ini, Azis belum ditetapkan sebagai tersangka lantaran KPK masih menyelidikinya.
Juru bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi enggan menjabarkan keterlibatan Azis dalam kasus korupsi ini, dengan mengatakan, "Penyelidikan masih terus dilakukan."
"Yang pasti, jika ada bukti permulaan kami memastikan siapa pun yang bertanggung jawab secara hukum akan ditetapkan sebagai tersangka."
Merujuk dakwaan yang dibacakan jaksa pada Desember 2021, Azis diperkenalkan kepada Robin oleh seorang perwira polisi, Agus Supriyadi, yang kini menjabat Wakil Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polrestabes Semarang.
Seusai perkenalan dan berkomunikasi, Azis dan Robin lalu bersepakat untuk bertemu di rumah dinas Azis pada awal Agustus 2020. Maskur turut hadir dalam pertemuan tersebut, menurut dakwaan.
Dalam kesempatan itu, Azis diduga secara langsung meminta Robin dan Maskur untuk menutup kasusnya di KPK. Keduanya menyanggupi, tapi meminta uang sebagai imbalan, demikian kata jaksa.
Aktivis Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada BenarNews mendesak KPK berani mengungkap semua dugaan kasus yang menyebut nama Azis, selain perkara di Lampung Tengah.
Pasalnya, terang Boyamin, Azis juga disebut dalam sejumlah kasus rasuah lain, salah satunya perkara korupsi yang menyeret mantan Wali kota Tanjung Balai Muhammad Syahrial.
Dalam pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri pada April 2021, Azis disebut mengenalkan Syahrial dengan Robin agar penyidik KPK tersebut membantu pengurusan kasus sang wali kota di komisi.
Azis pula yang mengenalkan Robin dengan mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari untuk membantu penanganan perkara yang menyeret Rita.
"KPK harus berani mengusut kasus yang menyebut nama Azis agar kepercayaan masyarakat kembali meningkat kepada KPK," ujar Boyamin.