Pengamat: Pesan Besar dari KTT AS-ASEAN adalah Pertemuan itu Sendiri

Hasil nyata mungkin sedikit, terutama di bidang ekonomi.
Shailaja Neelakantan
2022.05.11
Washington
Pengamat: Pesan Besar dari KTT AS-ASEAN adalah Pertemuan itu Sendiri Presiden AS Joe Biden berbicara di North Carolina Agricultural and Technical State University di Greensboro, North Carolina., 14 April 2022.
AP

Amerika Serikat menunjukkan komitmennya terhadap Asia Tenggara dengan mengadakan konferensi tingkat tinggi (KTT) bersama dengan negara-negara anggota ASEAN minggu ini di Washington walaupun sedang berurusan dengan krisis di Ukraina, demikian menurut para analis.

Namun para pengamat juga mengatakan bahwa Washington sepertinya tidak akan menunjukkan strategi ekonomi yang koheren untuk mengurangi ketergantungan Asia Tenggara yang berlebihan pada China dan itu akan mengurangi pencapaian pertemuan tersebut.

Presiden AS Joe Biden dan para pimpinan negara-negara ASEAN mungkin akan membahas isu keamanan Indo-Pasifik, Myanmar, Ukraina, dan hubungan ekonomi dalam pertemuan dua hari yang dimulai Kamis. Beberapa analis memperkirakan hasil pertemuan itu tidak akan banyak, selain dari pernyataan bersama yang menunjukkan ketidaksetujuan terhadap ekspansi Beijing di Laut China Selatan.

“Utamanya adalah KTT itu diselenggarakan,” ujar Bilahari Kausikan, kepala Institut Timur Tengah di National University of Singapore.

“Pertemuan itu adalah pesannya, bahwa di saat terjadi perang di Ukraina, AS tetap mengadakan pertemuan puncak dengan ASEAN. Ini menggarisbawahi bahwa AS mampu melakukan berbahagai hal signifikan dalam satu waktu,” ujar mantan diplomat itu saat berbicara di webinar yang diselenggarakan oleh lembaga kajian yang berbasis di Washington, The Stimson Center pada hari Selasa.

Dari 10 negara ASEAN, hanya delapan kepala negara atau kepala pemerintahan yang akan hadir. Pemimpin junta Myanmar tidak diundang, dan presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang akan mengakhiri masa jabatannya, memilih untuk tidak hadir. Pertemuan ini adalah konferensi tingkat tinggi kedua yang diselenggarakan oleh Amerika Serikat dan kali ini untuk memperingati 45 tahun hubungan AS-ASEAN.

Menurut Greg Poling, seorang analis Asia Tenggara di Center for Strategic and Inyternational Studies, pertemuan ini lebih banyak mengenai simbolisme – “dan simbolisme adalah hal penting dalam diplomasi.”

“Pertemuan tingkat tinggi ini adalah hal besar karena Indo-Pasifik adalah teater prioritas dan ASEAN adalah pusat dari strategi Indo-Pasifik AS. Presiden Biden belum sempat bertemu langsung dengan banyak pemimpin negara-negara Asia Tenggara, sehingga pertemuan ini akan menjadi kesempatan untuk bertemu mereka dan akan menunjukkan bahwa komitmennya terhadap kawasan ini lebih dari sekadar retorika,” ujar Poling kepada BenarNews.

Biden bertemu secara virtual dengan mitra-mitra sejawatnya di ASEAN pada KTT yang diselenggarakan Oktober 2021. Dia telah bertemu langsung dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, yang datang ke Washington pada bulan Maret, dan Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo di sela-sela KTT Iklim di Glasgow, November 2021.

Pemerintahan Biden berulang kali mengatakan bahwa Asia Tenggara adalah salah satu prioritas utama Washington, dan wilayah Asia Tenggara dianggap penting karena pengaruh Beijing yang sangat besar di sana. Sejak tahun lalu, sejumlah pejabat tinggi termasuk Wakil Presiden AS Kamala Harris, Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin telah mengunjungi Asia Tenggara.

Kekhawatiran Beijing

China telah memperingatkan negara-negara anggota ASEAN mengenai KTT ini melalui pernyataan yang dikeluarkan hari Minggu setelah pertemuan antara Menteri Luar Negeri Wang Yi dan Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn, sebagai perwakilan ketua ASEAN tahun ini.

“Langkah-langkah untuk memperkenalkan mentalitas Perang Dingin ke kawasan Asia Tenggara dan menghasut serta menciptakan kamp konfrontasi akan merusak perdamaian dan pembangunan yang telah terjadi di kawasan itu selama bertahun-tahun. Negara-negara Asia harus tetap waspada dan menolak langkah seperti itu bersama-sama,” kata pernyataan kementerian luar negeri China .

Koordinator Indo-Pasifik Dewan Keamanan Nasional AS Kurt Campbell pada hari Rabu menanggapi kekhawatiran tersebut.

“Presiden Biden akan terbuka, dia akan berbicara tentang keinginan untuk bersaing secara damai – dia tidak ingin Asia Tenggara menjadi arena Perang Dingin yang baru,” kata Campbell dalam webinar online tentang KTT tersebut. “Kami menyadari bahwa inisiatif apa pun yang hanya dirancang untuk kompetisi akan mengalami kesulitan untuk mencapai kemajuan di Asia Tenggara. Inisiatifnya harus berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat Asia Tenggara.”

Laut China Selatan

Analis Asia Tenggara Hunter Marston, misalnya, mengharapkan adanya sebuah pernyataan dengan kata-kata yang kuat mengenai ekspansi China di Laut China Selatan yang dikeluarkan di akhir pertemuan.

“Negara-negara ASEAN sedikit lebih condong ke depan saat KTT AS-ASEAN. Jika dilihat dalam Deklarasi Sunnylands , sikapnya jauh lebih tegas, [dan] lebih sesuai dengan sikap Washington,” kata Marston, seorang analis Hubungan Internasional di Australian National University.

Marston merujuk pada KTT AS-ASEAN 2016 di Sunnylands, California, yang pertama diadakan di Amerika Serikat. Pernyataan yang dikeluarkan di akhir KTT itu menggarisbawahi sikap saling menghormati kedaulatan, integritas teritorial, dan kesetaraan semua negara, dan, dalam dua klausul, komitmen bersama terhadap Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Analis Anne Marie Murphy mencatat bahwa ASEAN telah menjadi lebih keras dalam hal kata-kata yang digunakan mengenai Laut China Selatan (LCS)selama beberapa tahun terakhir.

“Jadi saya pikir akan terlihat pernyataan kuat dalam hal tidak mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka (FOIP), tetapi terhadap prinsip-prinsip yang mendasarinya,” kata Murphy, seorang profesor di Sekolah Diplomasi dan Hubungan Internasional Universitas Seton Hall.

Tetapi karena ketua ASEAN tahun ini Kamboja yang pro-China, maka pernyataan itu mungkin akan diperlunak, kata pakar lainnya.

“Mereka mungkin membuat pernyataan yang lebih kuat mengenai LCS, tetapi harus ada konsensus – Kamboja tidak akan mau ada pernyataan yang lebih kuat,” ujar Josh Kurlantzick , rekan senior untuk Asia Tenggara di Council on Foreign Relations, kepada BenarNews.

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk perairan di dalam zona ekonomi eksklusif Taiwan dan negara-negara anggota ASEAN, yaitu Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam.

Indonesia tidak menganggap pihaknya bersengketa di Laut China Selatan, namun Beijing mengklaim hak bersejarah atas bagian laut yang tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Ukraina

Fokus lain dari KTT adalah invasi Rusia ke Ukraina, menurut para analis.

Dewi Fortuna Anwar, analis masalah internasional di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan tidak akan mudah bagi AS untuk menemukan landasan bersama mengenai sanksi dengan anggota ASEAN.

“Hal itu adalah bagian dari kebijakan masing-masing negara ASEAN," ujarnya, dan menambahkan bahwa beberapa anggota bergantung pada Moskow untuk kebutuhan pertahanan atau secara historis selaras dengan Rusia.

Namun Kurlantzick dari Council on Foreign Relations mengatakan pejabat AS dapat mendekati beberapa negara secara bilateral.

“Pemerintahan [Presiden Biden] mungkin bisa mencoba menekan beberapa mitra penting di Asia Tenggara, seperti Vietnam, untuk lebih menjauhkan diri dari Rusia, dan menekan yang lain, seperti Indonesia dan Thailand, untuk mengambil sikap yang lebih kritis juga,” katanya.

Pengunjuk rasa Thailand menyerukan pembebasan tahanan yang didakwa berdasarkan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan atau Lese-Majeste dalam unjuk rasa di luar Kedutaan Besar AS di Bangkok menjelang KTT AS-ASEAN di Washington, 10 Mei 2022. [AFP]
Pengunjuk rasa Thailand menyerukan pembebasan tahanan yang didakwa berdasarkan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan atau Lese-Majeste dalam unjuk rasa di luar Kedutaan Besar AS di Bangkok menjelang KTT AS-ASEAN di Washington, 10 Mei 2022. [AFP]

Myanmar

Krisis pasca-kudeta di Myanmar mungkin berada di puncak daftar topik yang dibahas pada KTT khusus AS-ASEAN, tetapi para analis memperkirakan itu akan sangat jauh dari hasil yang diharapkan.

Para analis yang diwawancara oleh BenarNews mengatakan peserta KTT akan mengulangi konsensus lima poin yang belum berhasil dilaksanakan. Konsensus itu disepakati oleh junta Myanmar dan para pemimpin ASEAN pada April 2021, hanya beberapa minggu setelah kudeta 1 Februari 2021.

“Semua orang akan menganggukkan kepala dan mengulangi konsensus lima poin, itu saja,” kata Grossman dari Rand Corp.

Satu-satunya langkah yang merugikan militer Myanmar adalah ASEAN melarang pemimpin junta, dan perwakilannya, untuk hadir dalam KTT ASEAN tahun lalu dan pertemuan lainnya.

Malaysia telah menekan anggota ASEAN lainnya untuk terlibat dengan oposisi sipil Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar.

Melibatkan NUG sebagai sebuah blok tidak akan memiliki banyak peminat, “karena ASEAN tidak ingin memihak dalam pertarungan internal,” kata Poling dari CSIS.

Tautan yang hilang

Ada satu hal di mana KTT dapat memiliki terobosan, yaitu mempererat hubungan ekonomi – tapi ini sesuatu yang tidak akan terjadi, kata para analis.

“Washington benar-benar gagal dalam hal ini,” kata Marston dari Australian National University.

Dia mengacu pada Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik, yang diumumkan pada Oktober 2021 dan disebut-sebut sebagai pengubah permainan yang akan menyaingi kekuatan ekonomi Beijing di wilayah tersebut. Kerangka kerja itu akan diluncurkan pada bulan April, tetapi telah ditunda mungkin sampai bulan depan.

Murphy, dari Seton Hall, setuju bahwa memperluas hubungan ekonomi adalah satu hal yang dapat dilakukan Amerika Serikat untuk meyakinkan negara-negara Asia Tenggara akan komitmennya dan mengurangi kerentanan kawasan itu terhadap paksaan China.

Namun, “sejak Trump menarik diri dari TPP, Biden sangat dibatasi,” katanya, mengacu pada kerjasama ekonomi yang sangat luas yaitu Trans Pacific Partnership (TPP) yang dibuat di masa pemerintahan Barack Obama dan diberhentikan oleh penggantinya, Presiden Donald Trump.

Campbell, dari Dewan Keamanan Nasional AS, membela Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik.

“Saya tidak perlu memberi tahu siapa pun bahwa di AS, perdagangan bersifat kontroversial secara politik, tetapi kami telah membangun pendekatan yang memenuhi banyak tantangan kritis perdagangan dan investasi – seperti perdagangan digital, energi bersih, dan sejenisnya – dalam konteks yang kontemporer sesuai dengan abad ke-21," ujarnya.

Campbell mengatakan bahwa apa yang dia dengar dari pejabat-pejabat di Asia Tenggara adalah bahwa mereka menginginkan hubungan ekonomi dengan berbagai negara, bukan hanya dengan satu negara.

“Mereka menginginkan hubungan yang beragam, seperti keterlibatan yang kuat dengan negara tetangga di utara, keterlibatan praktis dan berkelanjutan dengan AS, tetapi juga, lebih banyak peran dengan India dan peran dengan Eropa," katanya.

Alvin Prasetyo dan Dandy Koswaraputra di Jakarta berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.